Menjadi IRT LDM Bikin Saya Bosan Mengurus Anak Kecil
Konten [Tampil]
Mereka sulit mengerti, bahwa saya yang selama bertahun-tahun ini, menjadi IRT single fighter karena menjalani LDM (Long Distance Marriage) dengan suami yang jarang pulang, bikin saya bosan, bahkan jujur sampai eneg sama anak kecil.
Saya mencoba memahami, mungkin di pikiran mama dan kakak saya adalah, karena saya terbiasa mengasuh anak, karena saya adalah ibu rumah tangga, di rumah aja setiap harinya.
Seharusnya saya udah biasa dan menjadi sangat bersemangat ketika mengurus anak-anak.
Itulah mengapa, setiap kali saya mudik ke rumah orang tua, saya sungguh hanya bisa mengelus dada, ketika saya dititipin keponakan-keponakan saya, yang pastinya punya karakter berbeda dari anak-anak saya, dan terbiasa menjalani pola pengasuhan yang berbeda juga dengan pola pengasuhan saya.
Ya ampun.
Seandainya mereka tahu, betapa saya ingin sehari aja bebas dari yang namanya mengurus anak.
Tapi, bukannya bisa mewujudkan hal itu, malah menambahkan jumlah anak yang harus saya urus.
Sumpah ya.
Itu membuat level stres saya menanjak tajam.
Did You Know? Seorang IRT LDM itu harus mengurusi segala macam hal tentang anak selama 24 jam tanpa jeda!
Ketika saya mudik bertiga dengan kedua anak-anak saya di rumah orang tua ramadan lalu.
Saya sempat merasa iri kepada kakak saya, yang mana kakak saya yang setahu saya adalah seorang yang sering tanpa sadar memaksakan kehendaknya kepada siapapun.
Tapi, entah mengapa, dalam menghadapi anak-anaknya, dia bisa begitu sabar.
Amat sangat bertolak belakang dari saya, yang seringnya menghadapi anak macam singa lapar melulu.
Dalam rasa iri tersebut, dan diam-diam pengen juga mengadaptasi kesabaran kakak saya menghadapi anak-anaknya, yang menurut saya memang masih jauh lebih banyak membantah, ketimbang anak-anak saya.
Sampai saya akhirnya berhenti meng-compare dan menyalahkan diri terus-menerus, mengapa saya nggak bisa kayak kakak saya?
Jawabannya, terlihat ketika kakak saya sekeluarga, menginap di rumah mama bapak, dan kami buka puasa serta sahur bersama saat itu.
Ketika sahur, saya bangun duluan, menyiapkan makanan, lalu membangunkan si kakak, sambil istigfar kayak setan yang sedang belajar istigfar, hahaha.
Ye kan, si kakak itu ampuuunnn banget, sulit dibangunin.
Udahlah sulit dibangunin, setelah bangun merengek nggak jelas, bahkan kadang merayap ke dapur.
Sampai di dapur, mulut berbusa dah nyuruh dia segera makan, keburu imsak.
Lalu, setelah mau makan, butuh waktu lama banget, sampai akhirnya makanannya habis.
Ya Allah...
Jujur ya, kadang saya diam-diam menangis dan protes ke Allah, mengapa sih punya anak itu berat banget?
Pengennya sih cuekin aja, nggak usah dibangunin, biar aja dia nggak puasa.
Masalahnya adalah, si kakak juga cuek aja kalau dia nggak dibangunin.
Masa iya, saya biarin aja dia tumbuh dalam kenyamanan jauh dari perintah Allah?
Lalu, dalam kemarahan terpendam saya dan protes terhadap Tuhan, seketika saya melihat gap yang lebar dan beda, antara keadaan saya dan kakak saya.
Ketika saya begitu heboh bangun sejak pukul 3, nyiapin sahur secepatnya, dan si kakak harus udah bangun paling lambat pukul 3.15, karena loading sahurnya ampun lama banget.
Sementara kakak saya, cukup menyiapkan makanan yang ada, lalu membangunkan suaminya, dan meninggalkannya untuk ditunggu kehadirannya di meja makan.
Ketika saya begitu heboh bangun sejak pukul 3, nyiapin sahur secepatnya, dan si kakak harus udah bangun paling lambat pukul 3.15, karena loading sahurnya ampun lama banget.
Sementara kakak saya, cukup menyiapkan makanan yang ada, lalu membangunkan suaminya, dan meninggalkannya untuk ditunggu kehadirannya di meja makan.
Lalu anak-anaknya?
Ya tugas suaminya lah yang membangunkan anak-anaknya, satu persatu.
Apakah banguninnya mudah?
Podho wae!
Penuh drama, rewel, merengek, banyak maunya, sampai-sampai sering kelewatan waktu imsak.
Penuh drama, rewel, merengek, banyak maunya, sampai-sampai sering kelewatan waktu imsak.
Tapi mengapa kakak saya nggak stres jadi singa kayak saya?
Karena dia nggak perlu menghadapi drama anak-anak yang begitu sulit dibangunin sahur itu.
Bukan hanya itu, kakak saya memilih untuk tidak memaksakan diri masuk ke tantrum dan banyak tingkahnya anak-anak.
Jadi yang dia lakukan hanyalah memenuhi kebutuhan anak.
Masakin makanan, nyiapin bajunya di lemari, dan semua kebutuhan anak-anaknya.
Masalah drama anak-anak, dia selalu bisa menghindarinya.
Anak nggak mau mandi?
Ya itu tugas suaminya.
Anak nggak mau makan?
Itu tugas suaminya.
Anak berantem?
Itu urusan suaminya.
Anak banyak maunya?
Itu urusan suaminya.
Ya Allah..
Seketika iri menyeruak, kapankah saya bisa berbagi tugas seperti itu? huhuhu.
Saya?
Harus mengurusi semua kebutuhan anak-anak lengkap bersama dramanya, selama 24 jam setiap harinya.
Bahkan, ketika saya merasa udah nggak tahan lagi, udah merasa depresi di ubun-ubun.
Saya bahkan nggak bisa menyendiri sebentar saja.
Karena saya yang mengasuh dan mengurusin anak-anak, selama 24 jam, tanpa ada bantuan siapapun, bahkan sekadar menitipkan pada keluarga pun, saya nggak bisa.
Hal itu sungguh bikin saya bosan banget sama anak kecil, bahkan bukan hanya bosan, kayaknya udah mendekati kata 'eneg' hiks.
Andai Mereka Maklum, Menjadi IRT LDM Membuat Saya Bosan Mengurus Anak Kecil
Saya jadi berandai-andai..
Bisakah mereka, dalam hal ini khususnya kakak saya, mencoba memaklumi keadaan saya yang jadi bosan bahkan eneg terhadap anak kecil, dan saya sungguh tersiksa jika harus dititipin lagi mengurus anak-anaknya.
Karena, seperti harapan kakak saya, ketika saya mudik, itu berarti dia bisa bermanja-manja ke saya, agar bisa menitipkan anak-anaknya ke saya, terlebih saya kan memang IRT, udah kerjaannya tiap hari mengurus anak.
Saya juga sejujurnya berharap, ketika saya mudik, saya jadi punya alasan untuk bebas dari anak-anak sekejap.
Bisa bepergian tanpa diekorin anak, bisa melakukan beberapa hal tanpa perlu bingung mikirin jadwal sholat si kakak, jadwal makan anak-anak, dan segala macam tetek bengek tentang anak.
Tapi saya salah besar!
Yang ada saya malah ketambahan anak lagi yang harus diurus, hahaha.
Saya jadi pengen ketawa dalam tangisan, hahaha.
Dan yang jadi semakin menambah depresi adalah, ketika saya mencoba mengutarakan isi hati saya, di mana saya bosan mengurus anak, saya ingin sekejap saja bebas dari anak.
Lah yang ada di pikiran mereka adalah, saya yang malas dan nggak tahu diri.
Sudah tahu jadi IRT, nggak kerja, tapi maunya bermalas-malasan.
Allah..
Hanya bisa memohon pada-Nya.
Agar kewarasan terus diberikan, dan kesabaran serta kekuatan bertahan sabar selalu dilimpahkan, aamiin.
How about you, parents?
Sidoarjo, 23 Juni 2021
Sumber: Pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey
Post a Comment for "Menjadi IRT LDM Bikin Saya Bosan Mengurus Anak Kecil "
Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)