9 Langkah Memperbaiki Rumah Tangga
Konten [Tampil]
Mulai dari masalah yang sepele, sampai masalah yang rumit.
Kesemuanya, tentu saja pernah dialami oleh semua pasangan dalam berumah tangga.
That's why, setiap kali akan menikah, baik orang sekitar kita, seperti keluarga, sahabat dan siapapun, pasti akan menasihati tentang hal ini.
Sayangnya, hanya sedikit yang mau lebih memahami dan menganggap semua nasihat itu sebagai sebuah hal yang harus dipahami dan dimengerti, kebanyakan sih cuman asal dengar dan paham aja.
Giliran udah menikah, ketemu masalah, baru sadar.
"Iya ya, rumit amat sih berumah tangga itu!"
Hahaha.
Itu juga yang saya rasakan dalam berumah tangga, bahkan merasakan hal itu sejak menikah hanya dalam hitungan hari.
Sungguh naif ya saya, padahal saya butuh waktu 7 tahun mengenal si suami sebelum menikah.
Entahlah apa yang saya lakukan di masa 7 tahun itu, pokoknya mikirnya senang aja, mau ngapain aja, ada temannya, hahaha.
Namun, serumit apapun hubungan dalam berumah tangga, yang namanya hidup harus terus berjalan.
Jadi, hubungan itu harus terus dijalani.
Tinggal memilih aja, mau terus hidup dalam hubungan yang rumit itu.
Atau hidup damai dengan 2 pilihan, yaitu: bercerai atau bertahan dan berjuang memperbaiki hubungan dalam rumah tangga yang rumit itu.
Dan untuk saya, memilih bertahan adalah keputusan yang insha Allah terbaik untuk saya.
Tentu saja, bukan hanya memilih bertahan dalam rumah tangga yang bagai neraka *halah.
Tentu saja, bukan hanya memilih bertahan dalam rumah tangga yang bagai neraka *halah.
Namun memilih untuk bertahan dan berjuang memperbaiki hubungan tersebut.
Dengan cara menerapkan beberapa langkah berikut:
Lalu langkah terakhir adalah, berjalan maju ke depan, dengan bekal pelajaran masa di belakang kita.
1. Memastikan Bahwa Pasangan Layak Dipertahankan
Menurut saya, mempertahankan pernikahan itu penting, tapi tentu saja tetap memperhatikan bahwa, pasangan memang layak untuk dipertahankan.
Meskipun saya sadar, tidak ada manusia yang sempurna, akan tetapi ada beberapa ketidak sempurnaan yang saya hindari untuk ngotot bertahan, karena mungkin akan menghabiskan lebih banyak energi, dan bisa jadi saya jadi kehilangan energi positif untuk itu.
Setidaknya ada 4 tipe suami yang akan saya pikirkan berkali-kali untuk mempertahankannya, seperti yang saya tulis di postingan minggu lalu, yaitu: suami temperamental atau suka mukulin istri, suami doyan selingkuh, suami yang malas menafkahi anak istrinya dan suami yang ngotot ingin berpisah.
Jika memang masalah rumit dalam rumah tangga, bukan karena ke-4 hal di atas, saya rasa masih sangat pantas dan bisa banget diperjuangkan serta diperbaiki masalahnya.
2. Memastikan Bahwa Pasangan Masih Mau Bertahan
Yang namanya menjalani hubungan dalam rumah tangga, tentunya dibutuhkan kerja sama kedua belah pihak, karenanya memastikan bahwa pasangan atau suami masih mau bertahan itu penting.
Meskipun mungkin kita sebagai istri yang mulai duluan untuk memperbaiki, namun setidaknya masih ada niat baik dari suami untuk mau bertahan.
Kalau enggak, ya gimana cara mempertahankannya, apalagi memperbaikinya?
Orang yang mau diajak berumah tangga aja udah nggak mau.
3. Memberi Jeda atau Pausing Kepada Diri Sendiri Agar Bisa Komunikasi Asertif
Saya banyak belajar memperbaiki diri akhir-akhir ini, baik membaca, melihat video di youtube, sampai ikut beberapa pelatihan tentang mindfulness untuk perbaikan diri.
Dan dari semua itu, saya rasakan bahwa memberi jeda atau pausing terhadap hidup ini, terutama saat ada masalah, itu sangat penting.
Itu semacam kita mundur sejenak, take a breath, agar bisa lebih tenang dalam menghadapi apa yang harus dihadapi.
Dari situlah, saya mulai belajar yang namanya komunikasi yang sehat, yaitu komunikasi asertif.
Apa sih komunikasi asertif itu?
Nanti deh kapan-kapan saya tulis di blog personal saya www.reyneraea.com selengkapnya, kali ini saya bahas pengertiannya aja.
Di mana komunikasi asertif adalah, sebuah sikap dalam berkomunikasi dengan cara menyampaikan maksud kita secara tegas dan jujur, namun tetap memperhatikan dan menghargai perasaan orang lain.
Jujur ini sulit banget, tapi bisa banget kita pelajari, dengan melatihnya secara konsisten, dalam keseharian, kepada siapapun kita berkomunikasi.
Ciri khas komunikasi ini adalah, pemilihan dan penyusunan kata-kata yang tepat, tanpa menyerang apalagi menghakimi dan menyudutkan lawan bicara kita.
Dalam praktiknya, saya lebih suka menggunakan chat saat memulai komunikasi asertif gini, karena akan lebih mudah pausing, ketika rasa ingin menyerang lawan bicara muncul, hahaha.
4. Komunikasikan Secara Asertif Tentang Alasan Masalah Rumah Tangga Menurut Kita
Setelah bisa melatih komunikasi asertif, dan bisa membuka komunikasi dengan suami, maka mulailah masuk ke dalam inti masalah yang menjadi hubungan dalam rumah tangga menjadi rumit, tentu saja menurut kita.
Karena dalam pengalaman saya, apa yang menurut saya adalah sebuah masalah, bukanlah masalah menurut suami, hahaha.
Selama ini, saking kesal dan sakit hatinya saya, mendengar jawaban suami, di mana menurut dia, saya begitu lebay, membesar-besarkan masalah yang sama sekali bukan masalah, yang ada saya jadi memberikan alasan tentang masalah itu, dengan menyerang dia.
Hasilnya, kacau balau, dan suami memilih kabur, nggak pulang-pulang, hahaha.
That's why, penting banget berkomunikasi yang tepat, terlebih menghadapi suami yang (terlihat) nggak mau tahu seperti pak suami.
Butuh banget cara tepat menyentuh hatinya, agar maksud kita sampai ke hatinya, mengetuk hatinya, dan membuatnya sadar, kalau masalah hati istrinya itu juga penting adanya.
Lah Rey, akhirnya tahu kan masalahmu, Rey?
Yeee... udah tahu dari dulu!
Masalahnya, praktiknya itu suuuuuuliiiiittttttttttttttttttt......
Bahkan sampai saya menuliskan hal ini, saya masih on off memberlakukan komunikasi seperti ini, karena seringnya bablas dilibas emosi dari mental yang masih sibuk ditata sendiri, hahaha.
5. Mendengarkan Respon Pasangan Tanpa Argumen Melawan
Setelah menyampaikan segala uneg-uneg di hati kita, tentu saja dengan penuh kehati-hatian agar maksud kita sampai ke hati dan pikiran suami.
Maka langkah selanjutnya adalah, mendengarkan responnya.
Sebisa mungkin di tahap ini mencoba untuk just listening! dan menahan semua keinginan untuk melawan, meski hanya sekadar kata 'tapi!'
Sulit banget memang, tapi pengalaman saya selama bertahun-tahun selalu gagal berkomunikasi dengan baik ya salah satunya karena ini.
Udah sampai di tahap bisa mengajak komunikasi dengan baik, berhati-hati dalam menyampaikan maksud hati untuk mengurai masalah.
Eh gagal di tahap mendengarkan respon.
Biasanya, baru saja pak suami jawab satu, which is memang juga kadang cara komunikasi pak suami itu bikin hati nyelekit, otomatis saya mulai menyerang, di mulai dari kata,
"Tapi kan...."
Berujung kacau dan si paksu kabur lagi, hahaha.
Memang sih, kadang hati nurani saya berteriak, memanggil lelaki dewasa untuk menggantikan pak suami, yang mana bisa mengimbangi komunikasi dengan baik juga.
Akan tetapi, kalau terus menerus saling tunggu menunggu menjadi satu *eh itu lagu ya? hahaha.
Ya mau nggak mau, saya harus ngalah duluan, biar ada titik terang dalam memperbaiki hubungan dalam rumah tangga yang rumit.
Dalam hal ini, jika memang belum puas dengan respon pasangan, sebaiknya putuskan untuk menunda membicarakannya lebih lanjut, karena memang butuh waktu untuk bisa memberikan pengertian kepada orang lain.
Selama kita mau berlatih bersabar dengan pausing atau jeda, serta selalu berkomunikasi secara asertif, insha Allah, lama-lama masalah kita bakalan teratasi juga, dan pak suami bisa lebih memahami maksud kita.
6. Menanyakan Masalah Rumah Tangga Menurut Pasangan
Setelah menyampaikan uneg-uneg kita, dan mendengarkan respon suami, jangan lupakan pula untuk menanyakan uneg-uneg suami.
Apa yang menurut suami menjadi masalah buatnya dalam hubungan rumah tangga tersebut.
Dengan begitu, kita juga bisa intropeksi diri, dan bisa menghargai suami, serta mendapatkan respek dan cintanya lagi.
Tentu saja, mencoba setengah mati menghargai, jika hal yang mungkin bukan masalah buat kita, tapi jadi masalah buat pak suami.
Atau mungkin, ada sikap kita yang tidak disukai suami, meskipun mungkin kita punya alasan kuat untuk itu, namun sejenak tunda dulu untuk mempertahankan diri dari tuduhan.
7. Fokus Pada Masalah Dengan Komunikasi Asertif
Yup, saya rasa, sebenarnya masalah rumit dalam rumah tangga kami, dan juga mungkin banyak dialami dalam rumah tangga orang lain adalah, masalah komunikasi yang kurang tepat.
Komunikasi memang terlihat mudah, tinggal ngomong doang.
Namun pada dasarnya, adalah penuh perjuangan dalam mempraktikannya.
Terlebih menghadapi suami yang dalam pandangan serta pikiran kita terlalu berlebihan.
Duh itu sulit banget.
Jadi, memang benar apa yang sering dikatakan atau dituliskan para pakar, bahwa kunci hubungan itu ya komunikasi.
Namun, bukan hanya sekadar komunikasi, sekadar asal bacot.
Wajib banget berkomunikasi dengan cinta, cinta akan diri kita, juga sama cintanya akan pasangan kita.
Jadi, baik kita maupun pasangan, sama berartinya buat kita.
Intinya, tetaplah jujur, namun tetaplah menjaga perasaan pasangan.
Jangan sampai pasangan terluka oleh kejujuran kita.
Lalu bagaimana dengan kejujuran yang pahit?
That's why i told you, dikate cuman asal bacot apa?
Ada caranya, dan butuh konsistensi melakukannya, agar menjadikan kita personal yang bisa berkomunikasi dengan baik secara asertif di manapun, maupun dengan siapapun.
8. Meminta Maaf Dan Memaafkan.
Tahap selanjutnya, setelah saling menyampaikan uneg-uneg adalah, meminta maaf dan memaafkan.
Lakukan setulus mungkin, meskipun mungkin dalam hati kecil kita merasa tidak bersalah.
Meminta maaf bukanlah sebuah hal mencerminkan bahwa kita kalah dan kerdil, justru meminta maaf adalah bentuk nyata kalau kita mencintai pasangan.
Setidaknya meminta maaf telah membuatnya marah dan bingung dengan sikap uring-uringan nggak jelas di mata dia.
Dan memaafkan pasangan atau suami, adalah bentuk nyata mencintai diri sendiri, di mana ketenangan hati kita itu penting, dan dengan memaafkan, itu sama dengan melepaskan beban yang ada di hati, biar hatinya nggak berat dan menyebabkan kerutan di wajah jadi cepat nyata *loh? hahaha.
9. Menjalani Perubahan Dengan Fokus Kepada Kelebihan Pasangan
Lalu langkah terakhir adalah, berjalan maju ke depan, dengan bekal pelajaran masa di belakang kita.
Menjalani kehidupan dengan lembaran baru.
Iya, membuka lembaran baru, bukan berarti kita bercerai aja.
Tetap mempertahankan pernikahan pun, tetap bisa membuka lembaran baru.
Yaitu, setelah saling mengemukakan uneg-uneg masing-masing dengan baik, saling meminta maaf, lalu menutup lembaran penuh masalah itu, kemudian membuka lembaran baru dengan baik dan lebih mindfulness.
Sejujurnya ini berat.
Saat ini, saya udah sampai di tahap ini, di mana saya udah berhasil sedikit demi sedikit membuka komunikasi, setelah berkali-kali mental, sampai akhirnya saya berhasil mengikat ego saya, dengan pausing atau jeda.
Saling mengemukakan uneg-uneg, meminta maaf dan memaafkan suami.
Lalu, menjalani kehidupan yang tentu saja sesuai dengan apa yang dikomukasikan.
Berat, karena sebenarnya masih ada uneg-uneg yang belum selesai.
Tapi kembali lagi, memang butuh waktu untuk bisa meleburkan semua itu.
Namun, masih ada cara lain yang lebih memudahkannya, yaitu fokus kepada kelebihan suami.
Mengingat semua kebaikan suami, menghargai semua usahanya dalam merespon usaha saya memperbaiki hubungan ini, sekecil apapun itu.
Menghadirkan situasi yang kondusif di antara saya dan suami.
Demikianlah.
Meski belum sesempurna yang saya harapkan, namun sedikit demi sedikit suami bisa berubah lebih baik.
Bisa lebih peduli, dan tentunya selalu ada komunikasi yang terjalin, meski kami masih terus harus menjalani LDM.
Semoga bisa lebih baik lagi, dan semoga bisa membuat mental saya kembali tertata.
Dan semoga saya selalu diberi kekuatan dalam memperjuangkan hidup yang lebih baik, aamiin.
Semoga bermanfaat, ya Parents, khususnya buat yang sedang berada di posisi seperti saya.
Sidoarjo, 25 Juni 2021
Sumber: Pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey
Kangen kepada tulisan mbak Rey yang panjang lebar tentang rumah tangga.
ReplyDeleteTernyata ada empat tipe suami yang mbak Rey pikir berkali-kali untuk dipertahankan yaitu ringan tangan suka nabok, doyan selingkuh, malas cari duit dan tidak mau lagi berkomitmen dalam rumah tangga.
Berarti kalo misalnya suami kadang suka mabok atau suka judi tidak apa-apa ya mbak?
Wkwkwkw, Marriage temanya pindah ke sini Mas 😀
DeleteKalau yang itu kan, masuk temperamental.
Lagian, keknya sejak awal saya mah ogah dekat ama pemabuk dan tukang judi 😂
jujur, saya jg udh berada di posisi yg paling ujung mbak, hampir membuat saya stres, untung iman saya kuat, kalo saya, posisi yg ingin bertahan itu adalah saya. Apapun masalahnya, saya ttp akan mempertahankannya. Alhamdulillah, komunikasi mulai berjalan lagi, meskipun WA saya msh diblokir ama dia, tp it's ok, yg penting komunikasi. Secara perlahan apapun yg dikomunikasikan pasti akan dpt menyelesaikan masalah. Semoga tdk pernah ada kata berpisah dalam hidup saya. Begitupun dalam kehidupan mbak Rey...
ReplyDeleteMksh mbak tulisannya memberikan masukan bagi saya. Lam knl. saya follow blognya.
Salam kenal juga, makasih udah baca tulisan saya, senang bisa menghadirkan sebuah insight atau semangat bagi orang lain.
DeleteSemoga selalu diberikan kekuatan untuk bertahan dan memperbaiki ya :)
Suka sekali mampir di blog mbak rey apalagi masalah pernikahan yg jauh lebih berpengalaman daripada saya. Saya juga nih udah memasuki daerah 'rawan', belum genap 6 tahun tapi rasanya masya Allah ditambah masalah finansial akibat pandemi seperti ini.... yup bener, masalah komunikasi. Kadang tuh ya istri pingin manja2an sama suami eh tapi beliau pulang kerja malam banget pas pulang langsung pegang hp. Kalo mood saya bagus ya udah gpp tapi kalo mood jelek haduh tengkar dah tuh hp bisa dibanting sama dia kalo 'pesan' istri nggak nyampe hahahahh bener kata mbak, kalo komunikasi seringnya bablas dilibas emosi dari mental yang masih sibuk ditata sendiri, Hadeh apa wanita tu emang kayak gitu ya :D makasih mbak rey selalu sharing tentang pernikahan di blog, hal yang masih sulit saya lakukan..
ReplyDeletePeluukkk, bisa dibilang, masa pandemi ini luar biasa tantangannya ya, beruntunglah pasangan-pasangan yang masih bisa bertahan, karena faktor perceraian terbanyak di masa sekarang ya ekonomi.
DeleteKalau menurut saya memang udah jadi kayak bawaan perempuan gitu, tapi bukan berarti kita nggak bisa perbaiki.
Kuncinya memang kita perbaiki diri sendiri dulu, nata mental sendiri dulu, karena kalau berharap sama orang lain, termasuk suami, kagak kelar-kelar, kitanya keburu tuwah nanti hahaha.
Yang jelas, saya meyakini, kalau kita itu kayak magnet, kalau kita penuh dengan emosi positif, maka yang positif juga bakalan mendekat ke kita, insha Allah.
Semangat yaaa :)