Agar Ibu Tetap Waras, Saat Naik Pesawat Bersama Balita
Konten [Tampil]
Terlebih, kalau kita bepergian naik pesawat bersama anak, sendirian pula.
Astagaaaa, mau nulis ini aja, udah menghela nafas panjang, hahaha.
Seperti yang sudah saya ceritakan di blog tentang pengalaman mudik saya ketika lebaran kemaren, yang sebenarnya sama sekali nggak direncanakan, hanya karena bertujuan mau jenguk bapak yang sakit.
Terlebih di masa pandemi ini, bukan hanya segalanya serba repot untuk mudik, pun juga keuangan masih sangat kembang kempis.
Tapi, benar kata orang bijak, ketika tiba waktunya mudik, ya udah pasti bakalan bisa mudik, dan rezeki bakal ditunjukan dari berbagai arah yang tak kita sangka.
Meskipun nggak semua seperti harapan, tapi kadang yang diberikan-Nya itu, sungguh di luar nalar kita sebagai manusia.
Dan begitulah, saya bisa mudik naik pesawat ke Buton, meskipun hanya bisa ber-3 saja, karena selain ongkos tiket Surabaya-BauBau itu mihil buat ekonomi kami saat ini.
Pun juga saya butuh waktu lama di sana.
Ketika Harus Bepergian Naik Pesawat Bersama Balita di Masa Pandemi
Awalnya, direncanakan cuman saya dan si adik yang mudik, karena sekali lagi, keuangan kami memang masih kembang kempis, dan tiket mahal dong.
Mau naik kapal, duh baru bayangin, udah mau pingsan duluan.
Tapi, saya nggak tega rasanya mau berpisah sedemikian lama dari si kakak.
Terlebih, saya nggak pernah pisah lama dengan si kakak, apalagi di masa pandemi gini, wich is lagi banyak penyakit kan ye.
Udah duluan over thinking deh saya, takut ketika saya di sana, terus si kakak ketularan virus, karena selama ini anak-anak sehat ya nggak terjadi begitu saja, melainkan usaha saya menjaga anak-anak secara lebih idealis dan intens.
Akhirnya, dengan segala cara saya ngotot agar si kakak bisa tetap ikut, dengan dalam pikiran, si kakak akan sangat membantu saya di perjalanan, buat jagain adiknya.
Meski kenyataannya, malah bikin kacau, hahaha.
Demikianlah, akhirnya si kakak bisa ikutan, dan kebetulan juga memang udah rezeki kami ya, kok ya kami dapat tiket promo yang lumayan miring banget harganya, Alhamdulillah.
Seketika saya packing barang-barang anak-anak dan saya, yang sejak packing saya mulai menyadari, ternyata mengajak kakak, malah nambahin tantangan, hahaha.
Karena mudik kami sangat mendadak, saya nggak sempat melakukan suatu aksi untuk anak-anak, agar mereka lebih cooperative selama dalam perjalanan maupun ketika sampai di rumah kakek nenek.
Pengalaman Bepergian Naik Pesawat Bersama Balita di Masa Pandemi
Karena mudik kami sangat mendadak, saya nggak sempat melakukan suatu aksi untuk anak-anak, agar mereka lebih cooperative selama dalam perjalanan maupun ketika sampai di rumah kakek nenek.
Palingan saya hanya mengingatkan agar kakak bisa fokus membantu mami di perjalanan, dan nurut kata mami selama di rumah nenek (diktator ya dipaksa nurut, biarin weeeee, hahaha).
Demikian juga si adik, saya hanya sounding sambil di sambi-sambi packing.
Ya kali punya waktu buat sounding a la para pakar parenting, hahaha.
Lalu, bepergianpun di mulai.
Lalu, bepergianpun di mulai.
Si kakak nggak bisa tidur dong malamnya, sehingga ketika dibangunin dini hari, ampun udah mulai drama, dia sulit banget dibangunin, karena baru sejam bobok kali ya.
Karena nggak mau bikin tambah runyam, si adik terpaksa nggak saya bangunin, jadi dia nggak mandi, hanya digantiin baju aja.
Kami nyampe di bandara sekitar pukul 4 subuh, dan si adik terbangun dong.
Masih bersyukur, karena akhirnya si adik bisa jalan sendiri, nggak perlu digendong, duh kasian kan tulang pinggang saya, takut kambuh saraf terjepitnya.
Namun, karena masih terlalu dini hari, pintunya belum dibuka, terpaksa kami antri menunggu petugas membuka pintu ruang check in.
Di situ mulai deh drama.
Si kakak boro-boro jagain adiknya, yang ada dia sibuk liat-liat sana sini, sehingga adiknya entah jalan ke mana.
Duh mulai panik deh saya, berkali-kali mulut mulai nyerocos, untuk mengingatkan si kakak buat fokus.
Setelah check in dan memutuskan untuk memasukan semua tas dan koper besar ke dalam bagasi, saya jadi lebih enteng jalan ke ruang tunggu dan mengawasi anak-anak agar nggak keluyuran nggak jelas.
Namun sesampainya di ruang tunggu, drama kembali terjadi.
Karena kami terlalu kepagian datangnya, si adik mulai bertingkah deh, naik dan jalan di atas kursi tunggu penumpang, lari sana sini, guling-guling di kursi sampai jatuh ke lantai.
Si kakak gimana?
Ampun dah, si kakak mah malah nambahin suasana makin kacau.
Dia godain deh adiknya, yang ada adiknya jadi kek lupa daratan gitu, lari-larian sampai jatuh gedebug.
Ketika saya tegur agar kakaknya jangan godain adik, eh si kakak malah sibuk explore, segala hal dicoba, lalu diikuti dengan sempurna oleh adiknya.
Dan itu bikin jantungan, salah satunya ketika si kakak ketemu alat yang berisi hand sanitizer, yang diletakan di beberapa tempat melekat di dinding, yang mana cukup dengan mengarahkan tangan kita ke bagian bawahnya, dan cairan hand sanitizer-nya keluar.
Si adik dong ikutan, padahal letak alatnya itu tinggi, di atas kepalanya, dan itu berarti ketika dia mengarahkan tangannya ke alat itu, alkoholnya keluar dan off course jatuh ke wajahnya.
Si adik dong ikutan, padahal letak alatnya itu tinggi, di atas kepalanya, dan itu berarti ketika dia mengarahkan tangannya ke alat itu, alkoholnya keluar dan off course jatuh ke wajahnya.
Karuan saja saya teriak, takut matanya kena alkohol.
Duh! hiks!
Mana saya asli parno ama virus kan ye, anak-anak malah lari-larian, guling-gulingan di kursi, lantai, siapa yang jamin di situ bebas virus? hiks.
Sungguh luar biasa tantangannya.
Ketika waktu naik pesawat tiba, anak-anak excited banget, terutama si adik yang merupakan pengalaman pertamanya naik pesawat.
Untungnya, nggak terlalu banyak drama ketika di pesawat, si adik masih bisa diarahkan untuk nggak boleh lepas masker, harus pakai sabuk, meskipun tangannya explore sana sini, segala hal dipegang, dibuka, diamati.
Sabuknya pun nggak boleh saya bantuin makein, harus dia sendiri.
Sampai akhirnya, ketika pesawat terbang, eh si adik malah bobok, dan membuat saya ngehek gendongin dia ketika pesawat landing di Makassar, terlebih kami transit di Makassar tuh, kudu naik bis dulu ke ruang tunggunya, karena pesawatnya parkir agak jauh dari ruang tersebut.
Memasuki bangunan di bandara Sultan Hasanuddin Makassar, eh si adik terbangun, dan memulai explore lagi.
Saya udah nyaris mau pingsan beneran.
Karena memang hawa di bandara Makassar itu gerah banget, dan anak-anak pada nggak bisa diam, lari-larian sana sini, dan berakhir rewel karena berantem lah, karena gerah dan keringatan sehingga nggak nyaman lah.
Ya Allah, udah mau nangis beneran rasanya.
Mana pesawatnya delay pula.
Sampai-sampai ketika tiba waktu keberangkatan menuju BauBau, saya udah kehabisan tenaga dan nggak bisa lagi naik tangga pesawat yang memang lebih kecil, sambil menggendong si adik.
Beruntung pramugari dan pramugara Citilink itu ramah-ramah, dan mereka yang membantu saya naik tangga, dan sabar menanti saya yang turun pesawat paling akhir, saking udah nggak sanggup jalan sambil gendong si adik, hahaha.
Sumpah ya, bepergian naik pesawat bersama balita di masa pandemi ini, terutama perginya sendirian doang seperti single mom, rasanya luar biasa, hahaha.
Hal ini juga berlaku ketika saya balik ke Surabaya, kami juga harus transit di Makassar, dan pesawat delay, sodara.
Rasa lelahnya, sampai ke ubun-ubun rasanya, hahaha.
Tips Bepergian Naik Pesawat Bersama Balita, Agar Ibu Tetap Waras
Dari pengalaman yang membagongkan tersebut, saya jadi berpikir untuk berbagi tips buat ibu-ibu rempong, dengan waktu terbatas, tapi harus bepergian sendirian sambil mengajak balita yang super aktif, yaitu:
1. Berdoa dan Pasrahkan
Iya, hal paling utama adalah jangan lupa berdoa agar diberi keselamatan, kelancaran daaaannn kekuatan serta kesabaran.
Karena bepergian naik pesawat di masa pandemi ini, sambil bawa balita, adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan banget.
Setelah itu, jangan lupa untuk lebih pasrah tak perlu terlalu idealis mengharapkan anak-anak duduk manis karena takut virus di mana-mana.
Sulit beibeh.
Saya memperhatikan anak-anak yang ada di bandara saat itu, memang semua sama kayak si adik kok, nggak bisa diam, maunya explore sana sini, ketemu teman kayak si adik yang heboh, mereka bakalan ikutan heboh.
Selama anak-anak tetap memakai masker, dan tetap diawasi agar nggak sembarang memasukan tangan ke mulut atau sembarang menyentuh wajah, saya rasa it's OK, nggak usah terlalu parno, nanti capek dan drop sendiri juga keadaannya kita.
Ini saya terapkan ketika balik ke Surabaya, sesampainya di Makassar, saya ajak ke kamar mandi, setelah ganti popok, saya suapin mereka, lalu setelah itu saya biarin mereka explore, tentunya saya hanya kebagian mengawasi aja, dan menon aktifkan ponsel, agar fokus ngawasin mereka.
Dengan cara ini, energi saya tidak terlalu terkuras seperti saat mudik sebelumnya.
Dan juga saya nggak rewel sendiri karena kegerahan badan plus hati, hahaha.
2. Hindari lapar dan haus
Pernah liat iklannya snicker nggak? di mana menceritakan orang kalau lapar jadi eror.
Ada yang kayak singa, kayak zombie, pokoknya reseh banget dah.
Itu beneran loh.
Apalagi untuk mamak-mamak seperti saya, yang idealis dan apa-apa parno.
Duh yang namanya lapar, amat sangat berbahaya.
Karenanya, usahakan untuk mengisi perut sebelum bepergian, atau jangan lupa membawa bekal.
Jika puasa, ya mau nggak mau kudu belajar istigfar dengan belajar pernafasan tingkat dewa, biar puasanya nggak batal karena maramara ke anak-anak, hahaha.
Kalau saya, ngaruh banget bawa bekal kayak cokelat gitu, sekalian menenangkan buat saya.
3. Sempatkan sounding kepada balita
Iya, meski waktu kadang tidak memberikan kesempatan kepada banyak ibu untuk hal demikian, terlebih kalau berangkatnya mendadak seperti saya.
Tapi sebisa mungkin tetap berikan sounding kepada anak, agar anak juga bisa lebih siap dan mengerti akan kondisi yang mereka hadapi selama perjalanan.
Khususnya untuk taat protokol kesehatan, selalu mengenakan masker, selalu ingat cuci tangan sebelum makan atau menyentuh wajah.
Sebaiknya sih masalah ini udah dibiasakan sejak sebelum keberangkatan, dan tinggal dikasih sounding untuk diingatkan kembali ketika akan berangkat.
4. Bawa mainan yang menenangkan
Sejujurnya, mainan yang paling aman buat anak selama perjalanan bepergian naik pesawat di masa pandemi ini adalah.... HP! hahahaha.
Sayangnya, saya cuman punya 1 HP buat anak-anak, jadinya yang ada mereka malah berantem makenya.
Tapi, kalau memang ada HPnya, sebaiknya kasih HP aja deh, lebih aman.
Anak-anak bakalan duduk manis main HP sambil menunggu.
Dan tentu saja bakal lebih aman ketimbang mereka lari-larian dan explore sana sini.
Bagi yang suka mewarnai, membawa alat buat menggambar dan mewarnai bakalan membantu banget.
Intinya, alihkan perhatian mereka agar nggak bosan dan berlarian sana sini, lalu bikin parno memikirkan banyak virus.
5. Fokus mengawasi anak
Yang paling penting adalah, sebaiknya kita lebih fokus mengawasi anak-anak, tinggalkan dulu smartphone, karena itu hanya mengalihkan pengawasan kita terhadap anak-anak.
Gunakan seperlunya ketika butuh saja.
Hal ini saya lakukan ketika balik ke Surabaya.
Saking kesal banyak yang telpon, saya matikan dong ponsel, lalu duduk manis mengawasi anak-anak.
Hasilnya, anak-anak lebih terkontrol dalam pengawasan, dan juga energi saya nggak terkuras habis kayak pertama kali berangkatnya.
Demikianlah pengalaman dan tips agar ibu tetap waras, saat beeprgian naik pesawat di masa pandemi ini. Parents lainnya punya cerita serupa dan tambahan tips nggak?
Sidoarjo, 16 Juni 2021
Sumber: pengalaman pribadi
Gambar: canva dan dokumen pribadi
betulll kasih hape kayaknya udah bisa bikin si anak diam sementara waktu ya mbak
ReplyDeletekayak ponakan aku, cara bikin dia nggak berisik ketika berada di acara keluarga ya dirayu pake hape
hahahhaa, beneran, yutub itu the best nanny ever hahaha
Delete