Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Lebih Berat Dari Kerja Kantoran
Konten [Tampil]
Setidaknya itu yang saya rasakan. Meski mungkin nggak akan disetujui semua ibu, bahkan ayah as a parents.
Namun, demikianlah yang terjadi dan saya alami serta rasakan, sebagai mantan pekerja kantoran, sekaligus sekarang jadi ibu rumah tangga yang tetap cari uang dari rumah, dekat anak-anak.
Random banget ya tulisan saya kali ini, dipicu oleh sebuah postingan yang lewat di beranda saya di pukul 4 sore kemaren.
Bayangin, pukul 4 sore di hari Selasa itu, means saya sooo hectic, karena harus mengurus WAG JUST💖 yang open kolab like only, setiap Selasa, Kamis dan Sabtu.
Eh udahlah rempong, sempat-sempatnya saya berbalas komen dengan beberapa Moms di sebuah akun IG tentang pelaporan seorang nanny atau baby sitter, yang katanya kerjaannya ngantuk mulu.
Saya cuman kepo aja, kok bisa gitu si nanny kok ngantukan mulu, sampai parah banget loh, bisa tidur sambil duduk gitu.
Ternyata, katanya jam kerjanya mulai pukul 05.30 - 14.00, setelah itu istrahat 2 jam dan mulai kembali pukul 16.00 - pukul 22.00
Saya yang nggak pernah ngeh jam kerja baby sitter kan jadi nganga, hahaha.
Astagaaaa, jam kerjanya panjang amat, wajar sih ya kalau dia ngantuk.
Astagaaaa, jam kerjanya panjang amat, wajar sih ya kalau dia ngantuk.
Tapi menurut banyak mamak-mamak yang komen, memang jam kerjanya gitu, ditambah gajinya di atas UMR Jakarta.
Wow, emang berapa ya gaji baby sitter?
Saya heran dong, tapi saya coba apresiasi, bahwa seorang baby sitter memang pantas mendapatkan gaji besar, karena pekerjaannya sangat membantu pekerjaan seorang ibu, karena tidak semua ibu bisa mengurus anaknya sendiri, atau dengan kata lain, keberadaan si baby sitter tuh, urgent banget, makanya wajar sih ya, kalau gajinya tinggi.
Saya heran dong, tapi saya coba apresiasi, bahwa seorang baby sitter memang pantas mendapatkan gaji besar, karena pekerjaannya sangat membantu pekerjaan seorang ibu, karena tidak semua ibu bisa mengurus anaknya sendiri, atau dengan kata lain, keberadaan si baby sitter tuh, urgent banget, makanya wajar sih ya, kalau gajinya tinggi.
Eh, kirain perdebatannya udah selesai ya, toh saya juga cuman penasaran, bagaimana jam kerja si nanny kan ye.
Namun ternyata, ujung-ujungnya membaca banyak komen lainnya, semacam membandingkan pekerjaan mengurus anak atau di rumah itu, dengan kerjaan kantoran atau formal.
"Kerjaannya cuman momong anak, kita yang di sektor formal ini, selepas kerja di kantor, masih harus kerja di rumah lagi"
Sampai kepikir di otak saya,
"Ya udah, coba tukar posisi aja dulu, biar tau bener kan, masalah jadi baby sitter, mana yang berat baby sitter atau kerja kantoran dan rumah?"
Kabooorrr, hahaha.
Enggak kok, itu nggak saya keluarkan di tulisan, cuman pikiran nakal saya aja, pengen godain para mamak yang merasa paling berat hidupnya itu, hahaha.
Ibu Kerja Kantoran itu Berat, Tapi...
Saya udah sering banget tulis tentang pengalaman saya, which is saya adalah mantan ibu pekerja juga.
Pernah kerja di saat anak masih bayi.
Lalu pernah juga kerja di luar ketika anak usia 4 tahun.
Memang benar sih kata beberapa ibu pekerja kantoran.
Kerja di sektor kantoran atau lebih formal itu memang (semacam) double capeknya, karena kerjanya juga (semacam) double.
Harus bangun lebih pagi, siapin semuanya, sarapan dan bekal anak di daycare.
Lalu berangkat kerja, pulangnya kudu tepat waktu, agar anak nggak terlalu lama menanti.
Sampai rumah kudu masak, beberes dan sebagainya lagi.
Oh lupa, kerjaan kantoran juga uwow banget.
Pengalaman saya, sejujurnya bukanlah pengalaman kerja yang unik, super busy, kerja di perusahaan multi nasional gitu.
No!
Saya justru terakhir kerja tuh di sebuah perusahaan startup, dengan bos anak muda yang semangat, tapi sering error menjelma jadi boss-nya Kerani di My Stupid Boss.
Pokoknya kerjaannya hampir selalu penuh drama, every single day, demi memenuhi ekspektasi si boss yang sering menganggap saya tuh jauh lebih hebat dari wonder woman.
Karena bisa menghentikan hujan, jadi kalau waktunya pengecoran, dan hujan, progress akan jalan terus, karena hujannya dihentikan ama si Rey, wakakakak.
Setelah melewati semua drama itu, pulang ke rumah, jemput si kakak lalu pulang ke rumah dan sampai di rumah mulai lagi urusin si kakak, masak buat makan malam, nyuci, nyetrika dan segala macam itu, meski kadang sih dibantu beli makan di luar sama cuci di laundry kiloan.
Tapi percaya enggak sih?
Tidak pernah saya sesemangat itu dalam hidup.
Karena saya merasa lebih hidup dengan bekerja di luar, menaklukan tantangan-tantangan yang berbeda setiap harinya.
Terlebih, setelah jadi IRT yang bekerja dari rumah, saya semakin mengerti, bahwa pekerjaan menyelesaikan masalah hujan yang mengganggu progres proyek itu masih lebih mudah dihadapi, ketimbang mengasuh anak seorang diri.
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga itu lebih Berat
Yup, setelah merasakan keduanya, saya jadi bisa menyimpulkan bahwa pekerjaan ibu rumah tangga itu lebih berat karena untuk kondisi saya misalnya.
Dan ada 4 masalah besar, yang menjadikan profesi sebagai ibu tuh jauh lebih berat, menurut saya:
1. Pekerjaan ibu rumah tangga, mengasuh anak yang merupakan mahluk hidup, bukan benda.
Inilah pokok pekerjaan yang superrrrr berat dibandingkan pekerjaan apapun di dunia ini.
Termasuk pekerjaan hal-hal mission imposible yang diberikan mantan boss saya dulu.
Kerjaan saya dulu, dan saya pikir pekerjaan lainnya juga, seberat apapun, jika memang target tidak tercukupi, bisa diperbaiki atau dikejar di periode berikutnya.
Nah kalau mengasuh anak?
Nggak boleh salah langkah dong ya, salah sedikit, merusak mental anak, dan merusak masa depannya sekaligus.
Efeknya itu jangka panjang Bund, beda dengan tanggung jawab kerjaan formal, which is masih bisa diperbaiki dengan mengejar ketertinggalan, plus bisa lebih fokus pula.
Mengasuh anak?
Apalagi anaknya lebih dari satu, disambi ini itu pula, melakukan hal rutin setiap hati pula.
Kebayang nggak sih betapa berat tekanannya?
Semacam dituntut jadi malaikat dan wonder woman every single day.
2. Pekerjaan Ibu Rumah Tangga selalu memaksa untuk multi job dalam 1 waktu
Nyuapin anak, sambil ngajarin si kakak.
Mandiin anak, sambil masak, nggak jarang pancinya gosong, saking saya lupa kalau lagi masak, hahaha.
Nyapu, sambil beberes mainan, sambil nyuci, sambil ini itu.
Belum ketambahan kalau harus cari uang dari rumah, untuk biaya hidup, bukan untuk sebuah pembuktian semata.
Masih harus fokus berurusan dengan klien, eh anak jejeritan.
Masih mau balas email, sambil ngopi karena mata udah berat banget, eh anak mau pup.
Astagaaaaa, seumur-umur, sesulit apapun pekerjaan mission imposible ketika bekerja kantoran, saya belom pernah dipaksa keadaan harus multi-multian dan tetap jadi malaikat dalam 1 waktu, hahaha.
3. Banyaknya orang yang mengeluh dengan drama ART, maupun Baby Sitter, tapi tetap make juga adalah bukti nyata
Nah ini dia, mengapa sih pekerjaan IRT itu jauh lebih berat dibanding bekerja kantoran?
Ya karena tidak semua ibu bisa mengasuh anaknya.
Even mungkin dibebaskan dari pekerjaan lainnya, anak cuman 1, masih banyak juga yang jadi baby blues, depresi karena di rumah mulu jagain anak, hahaha.
That's why, mau sedrama apapun kisah hubungan majikan dengan ART ataupun nanny or baby sitter, tetap aja make keduanya.
Bahkan banyak yang bertahan dengan baby sitter atau pembokat yang bikin pusing, hanya karena kalau si nanny pergi, ibunya nggak tahan jagain anak sambil menunggu nanny baru.
Ini berbeda dengan di kantor, kalau punya bawahan yang nggak bisa bekerja sama dengan baik dan profesional?
Ya babay deh, orang yang butuh kerjaan banyak.
4. IRT kadang terpaksa dijalani meski harus kehilangan pemasukan untuk rumah tangga
Tahu nggak sih, nggak semua ibu rumah tangga itu, memilih jadi IRT karena suaminya udah mencukupi kebutuhan rumah tangga loh.
Ada juga di antaranya yang murni jadi IRT ya karena keadaan.
Jadinya menjalani pekerjaan sebagai ibu rumah tangga semakin berat, karena terpaksa harus mengorbankan hal-hal yang tidak membuatnya nyaman.
Termasuk mengorbankan waktu istrahatnya.
Intinya, menurut saya, pekerjaan ibu rumah tangga itu jauh lebih berat.
Namun, sekali lagi ini MENURUT PENGALAMAN, KONDISI DAN OPINI SAYA YA!
Tentu saja amat sangat memungkinkan jika berbeda dengan yang lain.
Apapun itu, sesungguhnya, kita para ibu tuh sebenarnya sama hebatnya, sama-sama luar biasa dalam kondisinya masing-masing.
Saling toleransi, itulah yang paling bijak kita bisa lakukan.
Bukan hanya ke sesama ibu-ibu, tapi juga kepada pekerja kita, macam ke nanny (eh khususnya buat si nanny sih ya), karena dia bertugas melakukan hal yang paling penting, yaitu mengasuh anak-anak.
Saya pernah baca komentar seorang ibu muda, di sebuah postingan IG, di mana... si ibu nggak merasa rugi membayar nanny-nya dengan bayaran sedikit di atas rata-rata, memperlakukan bagai keluarga meski tetap mengatur gap agar ada rasa hormat serta tanggung jawab dari si nanny.
Karena menurutnya, kalau lapar dan ga sempat masak, banyak makanan online.
Rumah kotor, banyak jasa bersih-bersih rumah.
Baju kotor, banyak jasa laundry.
Tapi jaga anak, nggak ada pilihan lain, selain pake nanny.
Dan nanny seringnya dibutuhkan dengan urgent karena bisa menjaga mental ibu biar tetap sehat.
Karena, biar bagaimanapun, saya rasa banyak ibu setuju, kalau pekerjaan ibu rumah tangga itu, jauh lebih berat.
How about you, Parents?
Sidoarjo, 15 September 2021
Reyne Raea untuk #RabuParenting
Sumber: Pengalaman dan opini pribadi
Gambar: Canva edit by Rey
Emak-emak tani di kampung sering bilang, enakan kerja di sawah, hari habis hasil kerjanya jelas, daripada gawe di rumah seharian hasilnya tidak nampak. Selamat tidur, ananda Rey. He he ....
ReplyDeleteHahahah, iya ya, itu yang bikin banyak orang menganggap bahwa di rumah itu nggak ngapa-ngapain, karena nggak berbentuk :)
Delete