Tentang Uang Suami Setelah Menikah adalah Uang Istri
Konten [Tampil]
Masih belum lengkap lagi, istri berharap agar suami tidak mengutak atik uang yang sudah diberikan kepada istri, dan juga berharap suami bisa cari ceperan atau uang sampingan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kejam sekali ya, tapi itu real loh, hehehe.
Saya juga pernah berpikir seperti itu, tapi memang jadinya mikir doang, karena sadar betul kemampuan suami, di mana kalau saya memaksa, bakalan fatal jadinya.
Jadinya saya hanya berhayal dengan manis, membayangkan suami memberikan uangnya semua buat saya, terus dia cari duit lain buat kebutuhannya. hahaha.
Hayalan saya ditambahkan dengan curhatan beberapa teman wanita yang telah menjadi istri, di mana mereka bercerita bahwa kesal banget sama suami, karena ada yang udah ngasih gajinya secara penuh, tapi abis itu diminta kembali.
Atau ada juga yang kesal, karena suaminya nggak ngasih semua gajinya, sebagian dipegang oleh suaminya, alasannya buat kebutuhan suaminya ngantor setiap hari.
Saya sempat bertanya ke beberapa teman yang curhat, memangnya nggak dikasih semua gaji suami itu, jadinya kurang?
Ajaibnya, hampir semua menjawab enggak, kalau kurang kaya sih memang kurang banget, tapi untuk kebutuhan sehari-hari, selain tas branded, baju mihil, dan emas berlian, semuanya Alhamdulillah cukup.
Yayaya, saya tidak akan men-judge para istri tersebut nggak bersyukur.
Karena saya paham betul, memang hampir semua wanita tuh pengennya semua kebutuhan terpenuhi, dan kebutuhannya itu tanpa batas hahaha.
Ya pegimana dong, kali ini cukup dengan pake baju 200rebo, tahun depan, udah nggak bisa pake baju 200ribu, kudu minimal 350ribu.
Eits... jangan mengumpat dulu dan menganggap kalau istri mau foya-foya.
Nggak semuanya kaleeee.... beli baju lebih mahal itu untuk foya-foya, karena bisa jadi karena BBnya bertambah woeeee, kalau pakai baju 200reboan, yang ada sekseh sekaleeehh, kek lepet metetet terbohay-bohay, wakakakakaka.
Ye... itu kan dirimu Rey!
Hehehe, iya sih wakakakaka.
Etapi si Rey kalau mau beli baju mihil (padahal ya mihilnya sekitar 300reboan), ya cari duit sendiri, belinya pakai duit sendiri, dan nggak memberatkan suami sama sekali.
Jika Uang Suami Setelah Menikah Adalah Tetap Hak Suami
Jadi, ide tulisan sensitif ini, saya daoatkan dari post terbaru di akun IG @cerminlelaki, as we know kan ye, akun tersebut sering memuat curhatan lelaki.
Entah itu beneran orang yang curhat, atau dikarang sendiri *eh, hahaha.
Tapi memang sometimes saya tertarik membaca beberapa curhatan di sana, eh salah.
Tertarik membaca komen-komen di post-nya sih tepatnya, hahaha.
Nah kemaren tuh si adminnya yang sering dipanggil mindad, posting konten pertanyaan kayak gini.
sumber : akun IG @cerminlelaki |
Ini lelaki (jika memang benar ada yang nanya kayak gitu, atau mungkin si mindad sendiri yang lempar pertanyaan kayak gitu), kayaknya pengen ngeramein lapak si mindad deh, mancing-mancing para singa betina keluar dari sarangnya.
Dan memang benar, saya bergegas menuju kolom komentar, di mana sekitar 95% wanita marah karenanya, hahaha.
Meskipun ada sebagian juga yang bijak (menurut saya) dengan tetap aja ada tapinya, hahaha.
Kalau saya sendiri sebagai istri, dulunya pasti bakal emosi banget baca ini, pasti akan mengemukakan sejuta idealis saya, yang mana tentu saja mirip dengan kebanyakan wanita atau istri lainnya.
Yang tentunya menolak kan ya, bagi saya suami istri ketika sudah menikah itu wajib saling terbuka, baik uang suami, maupun uang istri, satu sama lainnya harus saling tahu, biar bisa dikelola bersama, dan sama-sama bertanggung jawab terhadap arus kas rumah tangga dari uang berdua itu.
Itu pikiran saya dulunya.
Eh ditambah lagi ding sama pemikiran para istri bahwa, etdaaahhh badanpun udah sama-sama terbuka seterbuka-terbukanya, tapi uang kok ditutup-tutupin? sah aeeee para istri memang ye, hihihi.
Tapi, untuk sekarang, rasanya saya udah jauh berbeda dari yang dulu, nggak tahu mengapa ya, mungkin saya lebih memilih belajar menerima apa yang di luar kendali saya, biar nggak sakit hati dan cepat keriput, wakakakakak.
So, kalau saya ingin menjawab pertanyaan di atas, adalah:
1. Ya
Bukan hanya uang suami adalah uang istri, demikian juga sebaliknya, uang istri ya uang suami, alias uang kita, seperti yang pernah saya bahas di post saya terdahulu, uangmu, uangku dan uang kita.
Tapi itu tidak mutlak harus begitu, sekarang saya belajar menerima kemauan suami, jika dia menganggap bahwa uangnya adalah uangnya sendiri, hahaha.
Meskipun ya tetep aja ada tetapinya wakakakak.
2. Dulunya Ya, dzolim banget itu mah.
Saya bahkan pernah marah banget, ketika menemukan si paksu punya rekening lain yang saya nggak tahu, udah gitu dia berkilah kalau itu uang dari kakak iparnya pula.
Duh kalau ingat itu, seharusnya saya udah aware, kalau memang paksu itu suka bohong, dan bohongnya berlapis, hahaha.
Dan sejujurnya, waktu itu saya marah banget bukan karena dia punya rekening lain, tapi kebohongan berlapisnya, tapi enggak cerdas itu, wakakaka.
Dan sejujurnya, waktu itu saya marah banget bukan karena dia punya rekening lain, tapi kebohongan berlapisnya, tapi enggak cerdas itu, wakakaka.
Tapi sekarang, saya udah sampai di masa, ya udah sih ya, kalau merasa itu uang sendiri, silahkan.
Meskipun ada meskipunnya ya, ada tapinya, yaitu tahu kewajiban aja.
Jangan dikekepin sendiri, tapi anak-anak terabaikan (duh baiknya ya si Rey, cuman mikirin anak-anak, bahkan nggak nuntut mikirin dirinya, hahaha *plak!).
3. Dulunya tersinggung banget
Ya karena dulu saya masih menganut asas uangmu, uangku adalah uang kita, jadi saya tersinggung kalau paksu nggak mau terbuka masalah semua uangnya.
Karena itu tadi, sayapun terbuka banget sama si paksu, berapa gaji, berapa bonus, termasuk arus kasnya dulu saya rajin nyatat banget.
Kalau sekarang?
Off course, sak karepmu, wakakakak.
Pokoknya sama kayak poin di atas, yang penting kebutuhan anak-anak, keseluruhannya, baik sandang, pangan, papan dan pendidikan, teratasi dengan baik.
Pokoknya sama kayak poin di atas, yang penting kebutuhan anak-anak, keseluruhannya, baik sandang, pangan, papan dan pendidikan, teratasi dengan baik.
4. Nah ini kuncinya! Bahagia sekali lah!
Kalau untuk jawaban ini, sejak dahulu pun saya bakalan menghormati keputusan suami kekepin duitnya sendiri, asalkan semua kebutuhan dicukupi.Apalagi kalau kebutuhan saya sebagai istri juga dicukupi, masha Allah itu impian banget nget.
Pengen banget gitu saya fokus bekerja sebagai ibu yang sebenar-benarnya buat anak.
Pengen jadi madrasah terbaik anak-anak, fokus menjadikan anak-anak sebagai job desc paling menyenangkan buat saya.
Dan hal itu, hanya bisa terjadi, kalau saya nggak perlu lagi mikirim uang pemasukan rumah tangga kami, jadi beneran fokus ke anak.
Saya bahkan udah bikin banyak plan untuk itu, sayangnya sampai sekarang nggak bisa direalisasikan, etdahhhh kagak ada waktunya sebenar-benarnya soalnya.
Ini aja pukul 2 malam saya nulisnya, means bahkan tidurpun saya berkurang, saking butuh duitnya hahaha.
Dulu pun saya idealis kami harus saling terbuka, karena saya juga menyumbang uang untuk keluarga kami, bagaimana bisa dia maunya sembunyi-sembunyi, sementara saya enggak sembunyikan bahkan menganggap uang hasil kerja saya adalah milik dan kebutuhan bersama.
Dulu pun saya idealis kami harus saling terbuka, karena saya juga menyumbang uang untuk keluarga kami, bagaimana bisa dia maunya sembunyi-sembunyi, sementara saya enggak sembunyikan bahkan menganggap uang hasil kerja saya adalah milik dan kebutuhan bersama.
5. Dulu kecewa, sekarang biasa aja
Mungkin karena saya belum pernah merasakan hal seperti ini kali ya, maksudnya jangankan suami ngasih ke ortunya, yang ada malah sebaliknya, saya yang nggak nyaman ke rumah mertua kalau nggak bawa sesuatu.Bukan karena menganggap mertua matre, tapi menganggap kalau memang udah sepantasnyalah anak, terutama anak lelaki juga wajib berusaha menyenangkan orang tuanya, khususnya ibunya.
Justru dari dulu saya yang ribut aja minta si paksu kasih duit ke ortunya, sementara ke ortu saya, ya saya kasih sesekali aja, wakakakak.
Ya pegimana dong, ortu saya yang dekat kan mertua, sementara ortu kandung saya jauh dan masih bisa hidup dari uang pensiunnya.
Kami kasih uang ke mertua tuh, sama aja kayak kasih uang buat ibu masak, trus kami juga yang makan.
Nah kalau sekarang, misal suami sendiri yang mau kasih ortunya, sementara dia nggak pernah kasih ortu saya?
Ya biasa aja sih.
Saya malah senang, kalau paksu bisa rutin kasih ortunya, etapi utamakan kebutuhan anak dulu ya.
Bijak Terhadap Uang Suami Setelah Menikah, Karena Usia Pernikahan
Wow ya kalau liat pola pikir saya di atas, bijak syekaleehhh, terutama jika diliat dari sisi suami atau para lelaki.
Meskipun kalau dilihat dari sisi wanita atau istri, jadi BODOH SYELAKEHHH, hahaha.
Tapi enggak kok, semua pola pikir saya itu, udah terbentuk sejak kecil, dan dimatangkan oleh usia dan masalah pernikahan kami.
Sejak kecil, hal yang saya tangkap dari ajaran bapak tuh, bahwa jadi manusia itu, kita wajib mandiri, jangan nyusahin dan bergantung sama orang lain mulu, minimal harus saling berkontribusi.
Jadi, saya menikah dengan paksu itu, dalam keadaan yang benar-benar sekufu atau selevel.
Kami menikah pun, dana ditanggung bersama.
Setelah menikahpun,berjuang sendiri bersama, mengisi rumah tangga kami dengan hasil kerja keras kami berdua.
Berbeda dengan kebanyakan pasangan lainnya, saya dan suami menikah dengan modal nol.
Nggak ada pemberian barang sama sekali dari ortu.
Satu-satunya harta dari ortu suami adalah, kasur kecil dan tipis, yang kami gunakan sewaktu ngekos setelah nikah dulu.
Setelah itu, sedikit demi sedikit kami nyicil perabotan sendiri.
Ada uang beli tabung gas, kompor gas, kasur aja dulu belom sama bed-nya, beli lemari.
Semuanya kami cicil bersama dalam kebersamaan.
That's why dulu saya sangat menuntut keterbukaan mengenai keuangan.
Saya menuntut, karena saya juga punya modal, nggak ujug-ujug datang, bergantung dan menuntut doang.
Sayangnya, seiring waktu, suami pengen punya cara sendiri, pengen mengatur uangnya sendiri.
Semua hal di rumah dia belanjain sendiri, bahkan ke pasar pun dia yang pergi sendiri.
Awalnya saya berontak, itulah yang menjadi salah satu pemicu pertengkaran kami selama beberapa tahun ke belakang ini.
Meskipun, saya berontak bukan asal berontak sih ya, karena memang ada alasan yang urgent banget tentang masalah financial ini.
Namun, setelah bertahun jungkir balik, sampai hampir pengen menyerah aja, saya akhirnya ditunjukin jalan ama Allah, untuk lebih bisa menerima aja.
Toh meski jalannya nggak sesuai dengan pemikiran saya, tapi masih banyak sisi positif yang dilakukan paksu.
Ya udah, pelan-pelan saya mengubah pola pikir saya, pelan-pelan belajar menerima.
Dan here i am.
Sekarang udah lebih simple aja mikirnya.
Yang saya pikirkan ya yang penting anak-anak masih bisa makan dan sekolah, bisa berlindung dari panas dan hujan, dan semuanya disiapin paksu, mesti saya nggak tahu asalnya di mana, dan kadang masih ada was-was, paksu salah mengatur financial, dan memang iya sih, ada begitu banyak kesalahan, tapi Alhamdulillah paksu selalu mau bertanggung jawab, meski ya ujung-ujungnya kudu dibantu juga wakakakaka.
Yang saya pikirkan ya yang penting anak-anak masih bisa makan dan sekolah, bisa berlindung dari panas dan hujan, dan semuanya disiapin paksu, mesti saya nggak tahu asalnya di mana, dan kadang masih ada was-was, paksu salah mengatur financial, dan memang iya sih, ada begitu banyak kesalahan, tapi Alhamdulillah paksu selalu mau bertanggung jawab, meski ya ujung-ujungnya kudu dibantu juga wakakakaka.
Dan karena itulah, saya berusaha sekuat tenaga untuk juga punya uang sendiri, karena saya tahu, paksu sekarang pengen hidup sesuai egonya, dan itu seringnya beresiko, meski dia bertanggung jawab.
Hal itu membuat saya sadar, kalau saya harus punya pegangan sendiri, yang karena udah jarang dikasih duit ama suami, saya cari deh duit sendiri, wakakakak.
Mungkin sebagian orang bertanya, kalau masalah financial nggak bisa terbuka, bagaimana bisa tercipta pernikahan yang saling bekerja sama satu sama lainnya.
Yang pernikahan adalah hasil kerjasama, berbagi suka dan duka?
Bisa zeyenk!
Ya gampil, cukup ubah aja pola pikir, hahaha.
Gitu aja kok repot.
Mengubah pola pikir saya yang dulunya menganggap pernikahan adalah saling bekerja sama dengan baik, menjadi pernikahan adalah saling memberi pengertian, bahwa bagaimana pun juga, kita tetap sosok manusia yang masih punya ego.
Mengubah pola pikir saya yang dulunya menganggap pernikahan adalah saling bekerja sama dengan baik, menjadi pernikahan adalah saling memberi pengertian, bahwa bagaimana pun juga, kita tetap sosok manusia yang masih punya ego.
Ya udah, ikut aja kemauan suami, dan berpikiran positif selalu mengenai itu.
Alhamdulillah, saya merasa jauh lebih tenang, ketimbang memaksakan semua harus sama seperti awal.
Karena waktu mengajarkan saya, bahwa menikah itu adalah ibadah, makanya berat.
Kalau nggak mau jalanin yang berat, ya udah jangan nikah.
Tapi nggak bisa lagi kan mundur, tuh ada 2 ekor eh anak yang butuh kedua orang tuanya.
So, mengubah pola pikir adalah jalan ninja saya untuk selalu bahagia.
How about you, parents?
Sidoarjo, 29 Oktober 2021
Sumber: opini dan pengalaman pribadi
Gambar: canva edit by Rey
Rumah tangga itu penuh lika liku. Kalau ada yang ngaku pernikahannya semulus jalan tol, itu perlu diragukan. Atau kita doakan supaya kita bisa ketularan nasibnya mereka. selamat sore, ananda Rey.
ReplyDeleteHihihi betul sekali Bu :)
DeleteTerkadang kalo udah ga ada jalan lain, memang sebaiknya kita yg belajar menerima ya Rey. Krn kalo ga gitu, stress sih pasti. Yg ga bahagia, kita juga. Ya mending Nerima apa maunya si pasangan, yg penting kewajiban dia ga lupa.
ReplyDeleteKalo ttg keuangan, aku dari dulu terbuka Ama suami. Sempet aku pegang uang dia 100%, dan aku yg membagi2 post2 apa aja yg harus dikeluarkan.
Tapiiiiii Krn jujurnya aku tegas soal begini, pak suami stress hahahahahahah. Sampe mau jajan yg di luar dari budget bulanan aja dia hrs debat panjang lebar Ama aku 🤣.
Akhirnya kita sepakat, uang yg utk investasi, traveling, zakat dan pasar, itu aku yg pegang. Tapi sisa kewajiban kayak bayar air, sekolah, pajak, les anak, internet, bayar asisten, semua pengeluaran selain pasar, itu dia yg bayar :D.
Aku sih malah seneng ternyata. Krn aku ga pusing mikirin pengeluaran. Aku tau beres jadinya. Cuma fokus Ama investasi. So far pembagian begini paling cocok buat kami :D. Ga ada lagi tuh ribut2 minta jajan hahahaha.
Intinya kalo udh masalah keuangan, sesuaikan ajalah. Jadi memang harus dibicarain dr awal sih. Biar ketemu pembagian yg cocok gimana
Wah tengkiu sharingnya Mba.
DeleteIyaaa.. meski awalnya berat, sedikit demi sedikit belajar menerima.
Sebenarnya awalnya sulit Nerima, karena dia selalu bikin kacau keuangan kami.
Tapi setelah beberapa lama, memang sih masih ada yang kacau, tapi Alhamdulillah dia tetap bertanggung jawab, jadi kalau ada apa-apa, dia yang selesaikan.
Jadi sekarang kami sepakat, saya cari duit buat biaya yang ga urgent, kayak buat jalan-jalan, buat kebutuhan pakaian dan semacamnya, atau juga bantuin hal-hal urgent yang masih kurang
Sedangkan dia, semuanya, listrik, air, makan, bahkan dia yang ke pasar buat beli bahan makanan seminggu sekali😂
Alhamdulillah sih, mulai berkurang berantemnya 😂
wah kak rey, baca blog kak rey rasanya seperti lagi kuliah pra nikah deh 🥺🙏✨
ReplyDelete
ReplyDeleteIya memang katanya uang suami adalah uang istri...Dan kalau uang istri yang tetap miliknya.😳😳
Oohh kalau saya tidak bisa begitu...Bhaahhaaaa!🤣🤣🤣🤣 Duit gue yaa tetap punya gue...Duit istri yaa tetap punya istri..🤣🤣😋
Eeh tapi emang begitu kalau dirumah tangga saya...Jadi meski masing2 urusan pengeluaran harus tetap ada rapatnya serta pembukuannya pula.🤣🤣🤣🤣
Aneh memang tapi justru yang berbeda itu mengasikkan.🤣🤣🤣🤣
Soalnya kalau saya harus nyetor uang keistri semua bisa stres gue.🤣🤣 Istripun demikian jadi yaa pegang duit masing2 ajah dah.🤣🤣🤣
Contohnya kalau listrik saya yang bayar berarti saya harus buat laporan keistri...Dan istri harus menggantinya seperuhnya, Jadinya biar sama2 bayar.😁😁
Habis emang udah bawaan orok begitu jadi yaa susah untuk dirubah.🤣🤣🤣
Eehh malah curhat gue.🤣🤣🤣
Alhamdulillah saya mah masih berlaku dalil lama kak 🤣 jadi saya yg kasih dia jatah bensin dll. Sisanya saya yg pegang
ReplyDeletemba rey, ku mau peluk virtual, tetap semangat yaaa...
ReplyDeleteMenikah gabungan dari dua kepala, nggak lagi satu kepala.
ReplyDeleteDan orang2 sekitarku ada beberapa yg masih menrapkan statement ini kak, yg uang suami adalah uang istri. Dan si suaminya pun gak masalah wkwkkwkw