Sekolah Tatap Muka, Dirindukan tapi Bikin Deg-Degan
Konten [Tampil]
Jika sebelumnya, sejak November 2021 lalu si kakak masuk seminggu sekali dengan waktu 2 jam pembelajaran di sekolah aja.
Kemudian berganti masuk setiap harinya, Senin - Kamis selama 2-3 jam pembelajaran juga.
Dan sejak masuk tahun ajaran baru semester 2, si Kakak mulai masuk selama 5 jam sejak hari Senin - Kamis, dengan selang seling mingguan.
Namun, baru saja 2 minggu anak-anak masuk dengan sistem selang seling mingguan, tiba-tiba saja ada pengumuman dari sekolah, kalau mulai pertengahan bulan Januari 2022, anak-anak bakalan masuk 100% selama 5 jam setiap hari.
Uwow!
Antara bahagia dan deg-degan sih.
Sekolah Tatap Muka di SD Kakak
Sebagai parent beranak 2 jagoan, yang udah selama 2 tahunan ini struggling dengan berdamai akan suara jejeritan anak-anak, sesungguhnya sekolah atau pembelajaran tatap muka atau PTM, adalah sesuatu yang saya rindukan.
Betapa tidak ya, dengan si Kakak pergi ke sekolah meski hanya beberapa jam, maka selama itu telinga saya bisa sedikit bebas dari jeritan, tangisan anak-anak yang berantem.
Well, mungkin sebagian orang akan berkata, ibu seperti apa sih yang menganggap jeritan dan tangisan anak-anak adalah sebuah gangguan?
Off course ibu seperti saya, yang telinganya sudah semakin terganggu pendengarannya, sejak punya anak, hahaha.
Iya, anak-anak saya tuh ya, entah mengapa keduanya punya suara melengking, mungkin efek maminya yang ketika hamil, masih juga main ke karaokean, dan nyanyi dengan semangat pakai suara melengking, hahaha.
Alhasil, sejak si Kakak lahir, kalau nangis tuh bikin sekampung heboh, berasa dia dicubit atau disiksa, tangisannya keras dan melengking dong, kebayang kan saya yang gendongin, dengan suara melengking di samping kuping saya.
Bukan hanya si Kakak, si Adik pun demikian.
Sejak bayi sukses bikin kuping saya makin terganggu pendengarannya.
Dan suara lengkingan mereka tuh, terus ada sampai sekarang.
Jadi, udah sedikit paham kan ya, mengapa saya merindukan sekolah tatap muka atau PTM sejak lama, karena sejak 2 tahunan pandemi ini, saya sungguh hampir kehilangan kewarasan mendengar suara jeritan anak-anak, yang udah kayak Tom and Jerry setiap hari, hiks.
Karenanya, ketika mendengar kabar adanya PTM, seketika hati bahagia, meski tentu saja akan ada tantangan baru, misalnya menyiapkan si Kakak berangkat sekolah, tapi saya pikir hal itu nggak seberapa, dibanding rasa pengen menyendiri dari jeritan anak-anak, hahaha.
Awalnya sih masalah PTM ini memang jadi tantangan besar, karena saat itu saya yang harus mengantar jemput si Kakak di sekolahnya, which is jarak sekolah si kakak dari tempat tinggal kami tuh lumayan jauh juga, sekitar 4-5 km, jadi PP naik motor sambil bawa si Adik sejauh kurleb 10 km dong tiap hari, ckckck.
Tapi, dengan berjalannya waktu, beberapa orang tua murid akhirnya berinisiatif memakai antar jemput yang biasa dipakai anak-anak ketika sebelum pandemi, dan Alhamdulillah si kakak juga ikutan antar jemputan tersebut, meski awalnya deg-degan banget membayangkan anak-anak semobil di masa pandemi gini.
Sebenarnya juga, sayang duitnya kalau pakai antar jemput, karena biayanya tetap dibayar sebulan, sementara si kakak masuk sekolahnya nggak full, belum lagi kepotong banyak liburan.
Tapi si papi bilang nggak apa-apa, hitung-hitung bantuin supir anjem (antar jemput) yang memang mata pencahariannya berhenti total sejak pandemi ini.
Tapi si papi bilang nggak apa-apa, hitung-hitung bantuin supir anjem (antar jemput) yang memang mata pencahariannya berhenti total sejak pandemi ini.
Jadinya, ya udah deh, back to kondisi sebelum pandemi, yaitu harus siap sebelum pukul 6 pagi karena dijemput paling awal.
Dan ternyata, nggak menunggu waktu lama, dari yang awalnya si kakak dijemput setiap Senin-Kamis, lalu minggu berikutnya off, eh sekarang udah dijemput setiap Senin-Kamis dan setiap minggu, nggak ada off lagi, selain hari Jumat.
Sekolah Tatap Muka, Dirindukan tapi Bikin Deg-Degan
Sayangnya, kebahagiaan menyambut sekolah tatap muka, hanya bisa saya rasakan separuh rasa aja, berbeda dengan si Kakak yang begitu bahagia menyambut sekolah tatap muka, karena dia bisa bertemu kembali dengan teman-temannya di sekolah.
Kebahagiaan saya berkurang, ketika mendengar merebaknya kasus penularan Covid-19 varian Omicron yang makin meluas di Indonesia.
Bahkan, per hari ini ada berita yang mengatakan kalau 2 pasien penderita Omicron meninggal dunia.
Syukurnya sih, anak-anak di sekolah si Kakak, termasuk si Kakak sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis pertama, namun tetap saja belum bisa membuat rasa parno saya bisa tertutupi.
Betapa tidak, kebijakan sekolah tatap muka full ini bertepatan dengan tahun ajaran baru, di mana virus Omicron terus merebak luas, dan ditambah banyak orang yang baru balik dari liburan.
Duh parno nggak sih.
Terlebih di sekolah si Kakak, yang bisa dibilang banyak banget murid-murid yang orang tuanya doyan jalan-jalan, yang tentu saja selalu mengisi liburan dengan jalan-jalan ke berbagai tempat.
Alhasil, setiap hari nggak pernah absen deh mulut saya mengingatkan si Kakak, agar selalu mengenakan masker dan rutin mengganti masker jika sudah lama di sekolah.
Juga mengingatkan untuk rajin cuci tangan, tidak saling pinjam barang pribadi dengan temannya.
Kesimpulan
Apapun keputusan pemerintah tentang sekolah tatap muka, sebagai parent saya hanya bisa mengikuti dengan membekali anak untuk selalu taat prokes.
Karena bagaimana pun juga, sekolah tatap muka sangat penting buat anak, juga untuk parent seperti saya.
Telah hampir 2 tahunan anak-anak sekolah online, dan terasa banget bagaimana perkembangan si kakak dalam pelajaran, terutama dalam akidah.
Saya mengerti banget, mengapa sekolah si Kakak sedemikian semangat menyambut sekolah tatap muka, karena visi dan misi sekolah tersebut khususnya dalam menciptakan generasi berakhlak yang baik, agak sulit dilakukan jika harus melalui online.
Ada banyak pembiasaan dari sekolah yang akhirnya missed, jika dilakukan melalui online.
So, hanya bisa selalu berupaya sepenuhnya, agar anak-anak selalu sehat, membiasakan taat prokes, vaksin secepatnya dan tentu saja menjaga kesehatan anak-anak ketika berada di rumah.
How about you, parents?
Sidoarjo, 26 Januari 2022
Sumber: opini dan pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey
keponakan saya juga senang banget udah balik lagi ke sekolah ketemu temennya, bisa main bola katanya, semoga semuanya aman kembali ya kak, aamiin
ReplyDeleteBener banget, anak saya juga impiannya pengen main bola lagi, sayang di sekolahnya nggak bisa, karena jadwal belajarnya padat hehehe
DeleteSebagai orang tua aku seneng sih ada tatap muka lagi. Bener2 ampun deh sekolah di rumah..huhu.
ReplyDeleteYa memang sedikitnya belajar legowo dan siap konsekuensi. Semoga sehat2 aja semuanya deb ya.