Jadi Ibu yang Bertumbuh Bersama Anak-Anak
Konten [Tampil]
Maksudnya, saya hidup bersama anak-anak, bahagia bersama, menikmati semuanya bersama.
Jadi bukannya hidup, mengalah demi anak-anak selalu.
Dan akhirnya mengikis rasa ikhlas di hati, di mana saya hanyalah sosok wanita yang kebetulan dititipin anak-anak lelaki yang hebat, bukan berarti mutlak memiliki mereka selamanya.
Ekspektasi Berlebihan Orang Lain Terhadap Ibu
Ada 2 hal yang menginspirasi saya untuk menuliskan hal ini.
Yang pertama, saya teringat beberapa waktu lalu, pernah bercanda sama paksumsum, kalau saya adalah ibu limited edition, karena setahu saya kebanyakan ibu tuh suka mengalah sama anak.
Terutama dalam hal makanan, atau kesempatan, atau banyak hal ya, hahaha.
Terutama dalam hal makanan, atau kesempatan, atau banyak hal ya, hahaha.
Ini sangat berbeda dengan saya sebagai ibu.
Jangan pernah berharap, saya bakal terus mengalah dengan anggapan, "yang penting anak dulu".
Misal, beli es krim.
Kalau kebanyakan ibu pasti mengutamakan anak-anaknya dulu, saya enggak dong.
Beli es krim ya untuk saya dan anak-anak.
Memang sih, seringnya anak-anak beli es krimnya lebih banyak ketimbang saya.
Biasanya mereka beli 2 es krim, sementara maminya 1 aja cukup.
Iya, karena anak-anak selalu beli es krim Waku-Waku atau Paddle Pop, sementara maminya selalu beli Magnum Almond, hahahahaha.
Pernah juga saking anak-anak minta beli makanan yang tidak murah dalam ukuran dompet saya, biasanya saya mengalah, beli makanan tersebut hanya untuk anak-anak, lalu saya suapin dan sesekali minta cicip-cicip dari anak-anak.
Cicip makanan si Adik separuh, cicip makanan si Kakak separuh, loh kok kenyang ya.
ya iyalah, orang saya jadinya kek makan 1 porsi, hahahaha.
Saya sampai bercanda dengan paksumsum, kayaknya nggak ada ibu seperti saya di dunia, di mana nggak mau ngalah sama anak-anak, hahaha.
Bukan hanya soal makanan, soal hal lain juga sama.
Anak-anak beli sepatu, saya juga ikutan dong.
Biar kata kadang saya beli sepatu yang paling murah (karena sepatu wanita itu lebih murah ketimbang pria, apalagi sepatu anak), tapi saya belinya 2, hahaha.
Belum ketambahan skincare dan lainnya.
Untung juga saya tidak tinggal bersama keluarga, dan jarang berkumpul sama tetangga, setidaknya telinga saya nggak penuh oleh cibiran ekspektasi kebanyakan orang terhadap ibu.
Iya kan.
Sering banget kita mendengar, atau mungkin kita sendiri yang menyetujui, tentang ekspektasi kebanyakan orang terhadap ibu.
Di mana, seorang ibu seharusnya mengalah untuk anak, seorang ibu adalah pelindung anak, jadi ibu seharusnya nomor sekian, setelah anak.
Jadi, kalau ada apa-apa tuh, anak aja dulu yang diutamakan, ibunya mengalah aja dulu.
Bagi saya, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, bahkan bisa jadi salah.
Karena anak memang manusia, tapi ibu juga sama, manusia juga.
Jadi, akan lebih tepat, kalau anak dan ibu ya berjalan bersamaan, tumbuh bersama, menikmati semua bersama.
Itu kan kalau yang ekonominya lebih, Rey!
Saya tahu, akan ada yang beranggapan seperti itu.
Tapi percayalah, saya juga bukan termasuk keluarga dengan ekonomi cukup, bahkan bisa dibilang ekonomi nanggung.
Dibilang cukup, kayaknya ngos-ngosan.
Mau nerima bantuan pemerintah, kok rasanya malu, dan merasa nggak pantas, hahaha.
Tapi, semuanya kembali lagi dalam pola pikir, bagaimana memaknai hidup.
Bagi saya, uang yang mungkin akan disimpan oleh sebagian orang, tak akan saya ikutan simpan.
Saya lebih memilih ikutan menikmatinya bersama anak.
Tentu saja, bukan menutup mata akan masa depan ya, justru semua ini dilakukan demi masa depan.
Saya tidak hanya memperlihatkan bagaimana meikmati hidup bersama kepada anak-anak, tapi saya juga memperlihatkan, bagaimana berjuang hingga di atas batas pikiran kita, untuk meraih impian.
Hal kedua, adalah bisa menjawab anggapan banyak orang, yang mengira saya selalu mengalah demi anak-anak.
Hal ini terjadi karena beberapa curhatan masalah rumah tangga di blog ini, banyak yang gemas karena saya tidak memilih cerai karena alasan anak-anak.
Banyak yang menganggap kalau saya salah, bertahan dalam pernikahan yang nggak bahagia atas alasan anak. Mengalah dengan rela menjalani kehidupan nggak bahagia demi anak.
Padahal salah besar!
Kata siapa saya rela menjalani kehidupan nggak bahagia?
Nyatanya saya nggak suka hidup tersiksa.
Saya selalu meloncat lebih tinggi, jika bertemu batu sandungan dalam hidup.
Jadi, saya bertahan bukan menikmati ketidakbahagiaan, tapi berjuang untuk mendapatkan kebahagiaan bersama anak-anak, dengan cara belajar menerima dan menikmati hidup yang diberikan, ya bareng anak-anak tentunya.
Jadi, ekspektasi orang bahwa ibu harus mengalah itu nggak selalu benar ya.
Ibu juga berhak bahagia, tapi alangkah bijaknya jika ibu berbahagia bareng anak-anak, jadi bahagianya bukan hanya mikirin diri sendiri, tapi mikirin bahagia anak-anak juga.
Bukan #ReyBerhakBahagia
Tapi, #ReydanAnakAnakBerhakBahagia *uhuk, hahaha.
Harapan dan Tujuan Jadi Ibu yang Bertumbuh Bersama Anak-Anak
Memilih menjadi ibu yang tumbuh dan berjuang serta berbahagia bersama anak, adalah sebuah keputusan yang didasari, dari cerita-cerita dan pengalaman orang lain, yang mana punya masalah dengan ibu yang merasa selalu memiliki anaknya, bahkan sampai anak sudah menikah sekalipun.
Di sisi lain, saya merasa kalau ibu seperti itu adalah ibu yang egois.
Tapi sebagai seorang ibu dari 2 anak lelaki, yang mengorbankan banyak hal serta impian awal demi anak, saya jadi bisa merasakan posisi sang ibu tersebut.
Ditambah banyak banget anggapan para ibu, yang mana fokus mengurus anak agar anak sukses, kalau anak sukses kan ibu juga yang rasakan.
Sederhana memang ya kalimat tersebut, namun kalau tergelincir ke arah berlebihan, bisa jadi menua dalam posisi ibu yang merasa memiliki anak seutuhnya tanpa batas.
Dulu saya memang hanya men-judge bahwa ibu yang gandoli anaknya biarpun anaknya sudah menikah itu, adalah ibu yang egois dan salah.
Sampai akhirnya saya menjadi seorang ibu, dan mulai mengerti perasaan ibu tersebut.
Ya gimana dong, memang menjadi ibu itu luar biasa banget.
Kita tuh ibarat dikasih tali atau ekor, di mana ekor tersebut jadi membatasi langkah kita, tapi ekor tersebut juga butuh banyak hal dari kita sebagai ibu, terlebih zaman sekarang sudah banyak banget lelaki yang kurang mengerti kalau harga diri itu diperjuangkan, bukan dipaksakan.
I mean, banyak ayah yang lupa kodratnya, sehingga kewajibannya terpaksa dipikul ibu juga.
Kebayang banget deh, bagaimana beban ibu yang memikul semua hal tersebut, sehingga membuat sang ibu jadi hanya mementingkan anak, dan lupa kalau dia juga manusia.
Sang ibu seperti ini menguatkan diri dengan tujuan, membuat anak jadi orang sukses, agar dia ikut merasakan kesuksesan anaknya.
Sayangnya, kesuksesan anak kadang memang tidak melulu dengan punya uang berlimpah, terlebih saat anak mulai mempunyai keluarga dan tanggungan sendiri.
Ketika itu terjadi, kita sebagai ibu seharusnya bisa merelakan, kalau bakti anak bukan berarti terus memenuhi keinginan kita, dengan mengutamakan kita di atas pasangan dan keluarganya.
Hanya karena kita sudah melahirkan dan berjuang keras tanpa menghiraukan diri sendiri, untuk membuat anak sukses.
Itulah pentingnya, sebagai ibu kita harus menikmati hidup bersama dengan anak, bertumbuh bersama.
Agar suatu saat nanti, kita bisa lebih mudah menerima, kalau waktu dan perhatian anak, bukan lagi semata untuk kita saja.
Karena kita tak pernah melewatkan masa selama anak-anak bertumbuh, karena kita juga ikut hidup dan bertumbuh dengan anak-anak.
Kesimpulan
Artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman dan opini pribadi saya. Tentu saja tidak mutlak benar dan harus diikuti oleh semua orang tua.
Karena setiap orang tua, khususnya ibu, punya hak untuk menentukan hidupnya sendiri, berdasarkan kondisi masing-masing.
Namun, jika pengalaman ibu lainnya, dirasa pantas dan memungkinkan untuk ditiru, mengapa tidak?
Dan bagi saya, menjadi ibu yang bertumbuh bersama anak itu penting, agar sayapun ikut menikmati masa-masa menjadi ibu dan mengasuh serta mendidik anak-anak.
Karena #IbudanAnakAnakBerhakBahagia.
Pada saatnya nanti, semoga saya lebih mudah menerima, bahwa anak-anak yang telah saya lahirkan dan besarkan ini, bukanlah milik saya semata.
How about you, Parents?
Sidoarjo, 02 Februari 2022
Sumber: pengalaman dan opini pribadi
Gambar: Canva edit by Rey
Hm .... Beda usia beda masa, beda pula pengalaman dalam membesarksn anak2. Zaman anak2 saya masih kecil, kalau terjadi pertengkaran sama bapaknya, saking tidak tahannya, memang sering terlintas di benak ingin kabur dan menjauh dari masalah. Namun yang menjadi kendalanya iya, anak2. Karena saya ibu2 zaman dahoeloe, mungkin cara mikirnya juga jadul. He he ... Terima kasih curhatnya ananda Rey. Sangat menarik dan inspiratif.
ReplyDeleteHihihi, sama Bu, sering berpikir menjauh, tapi kalau saya menjauh, lah anak-anak sama siapa? hihihi
Delete