Sekolah Tatap Muka vs Sekolah Online Dari Rumah, Mana yang Menyenangkan Buat Ibu?
Konten [Tampil]
Dan di Parenting By Rey kali ini, saya akan bercerita tentang sekolah anak-anak saya, si Kakak Darrell yang telah duduk di kelas 6 SD, dan si Adik Dayyan yang baru saja masuk TK A.
Sejak tahun ajaran baru, ada satu kata yang mewakili kondisi dan perasaan saya, yaitu SHOCK!
Sejak tahun ajaran baru, ada satu kata yang mewakili kondisi dan perasaan saya, yaitu SHOCK!
hahaha.
Sekolah Tatap Muka Kembali Normal 100%
Jadi, sejak awal tahun ajaran baru, si Kakak mulai kembali ke sekolah dengan pembelajaran tatap muka 100%, kembali normal seperti biasanya sebelum pandemi, tentunya dengan membawa habbit baru selama pandemi ya, yaitu mentaati protokol kesehatan agar sisa-sisa virus Covid, bisa dikendalikan.
Si kakak masuk pukul 17.30 sampai pukul 15.30.
Namun, berangkat mulai pukul 6 pagi dan sampai di rumah pukul 5 sore.
Sebelum tahun ajaran baru, si Kakak memang udah mulai sesekali masuk sekolah pembelajaran tatap muka, namun belum 100%, bahkan diberlakukan sistem hybrid, yaitu sesekali masuk offline, sesekali juga online.
Masuk sekolah offline pun terbatas, nggak ada yang pulang sore, paling lama pukul 12.30 udah pulang.
Meski berangkatnya pun tetap pukul 6 pagi karena dijemput anjem dari sekolahnya.
Setelah masuk tahun ajaran baru, sekolah si Kakak memberlakukan PTM atau pembelajaran tatap muka secara 100%, di mana nggak ada lagi sistem online, dan semua murid masuk bersamaan.
Pokoknya udah balik kayak awal sebelum pandemi lah.
Hanya saja, para murid diwajibkan memakai masker, dan rajin cuci tangan.
Meski jaga jarak sih kayaknya udah nggak bisa diterapkan secara efektif, karena semua murid kan masuk sekolah, dan kebayang dong murid sebuah sekolah yayasan, yang bahkan 1 jenjang saja udah sampai 6-7 kelas, dan setiap kelas terdiri dari 25-30 murid.
Buanyak sodara! hahaha.
Si Kakak merasakan banget lumayan berat dalam penyesuaian di minggu-minggu pertama, dari yang berangkatnya segar, pulangnya sempoyongan, sampai akhirnya pulang gemetaran kelaparan hingga demam dan sakit kepala, hahaha.
Padahal mereka dapat makan siang di sekolah, dan si Kakak saya bekali uang jajan awalnya.
Setelah itu, uang jajannya saya kurangi, saya ganti bawa bekal.
Jadi, selain dapat makan siang, dia juga bawa bekal, dan bisa jajan meski snack kecil di kantin sekolahnya.
Alhamdulillah sih, sejak bawa bekal si Kakak mulai lebih kuat sekolah FDS.
Terlebih mungkin juga udah lumayan menyesuaikan ya, setelah sekolah beberapa minggu.
Untuk si Adik juga nggak kalah hebih, meski Alhamdulillah si Adik jauh lebih kuat, padahal dia baru kali ini masuk sekolah loh.
Si Adik Dayyan, nggak masuk playgroup atau kelompok bermain, karena pandemi.
Jadi, dia langsung masuk TK A, dan merupakan pengalaman pertama dia keluar rumah agak lama berpisah dari maminya.
Sekolah si Adik, masuk pukul 07.30 hingga pukul 10.30, dan mulai Senin sampai Sabtu.
Meskipun Jumat dan Sabtu pulang lebih cepat.
Tapi lumayan banget sih, untuk si Adik yang baru pertama kali mengalami keluar rumah, berpisah ama maminya, bergabung dengan teman-teman dan gurunya.
Di awal minggu, dia semangat, minggu kedua dan seterusnya, mulailah dia tepar, batuk dong sampai parah, padahal dibanding kakaknya, si Adik ini jauh lebih taat pakai masker.
Tapi memang hampir setiap hari, di kelasnya adaaaa aja anak yang batpil, dan si Adik kan ada waktu harus membuka masker, ketika mereka akan makan bekalnya di kelas.
Jadi ya gitu deh, kedua anak-anak udah masuk sekolah tatap muka secara 100%, yang kata orang,
"Enak ya, maminya punya waktu me time selama beberapa jam nggak diganggu anak-anak di rumah?"
hm....
Tantangan Anak Sekolah Tatap Muka Bagi Ibu
Me time karena anak-anak sudah masuk sekolah tatap muka 100%?
Yang ada saya shock! hahaha.
Sebagai ibu, saya nggak yang shock gimana-gimana sih Parents, hanya saja sebelumnya kan anak-anak memang sekolah online dari rumah saja, dan cuman si Kakak aja yang sekolah.
Lalu, tiba-tiba saja anak-anak kembali masuk sekolah, langsung 2 orang pula, sama si Adik.
Terlebih si Kakak udah masuk 100% alias full day school, berangkat pukul 6 pagi, dan sampai kembali di rumah pukul 5 sore.
Ada begitu banyak perubahan yang harus saya sebagai ibu, dan anak-anak lalui untuk itu, dan jujur dalam masa transisi (sebut saja demikian) ini, masa lag saya kayaknya yang agak lama dalam menyesuaikan, hahaha.
Dari yang awalnya masih bisa santai, masih bisa entar-entar, nggak pernah khawatir dengan jam sekolah anak, karena semua dilakukan di rumah saja kan.
Jadi, saya bebas mengatur waktu, bahkan sesekali mengkorupsi karena memang butuhpun, nggak masalah.
Sekarang, saya nggak bisa sama sekali bermain-main dengan waktu, karena kami cuman bertiga saja, saya dan si Kakak serta si Adik.
Otomatis, anak-anak bergantung sepenuhnya pada saya.
Telat bangun dikit aja, kacau balau dah.
Terlebih, si Kakak memang berangkat sekolah dengan jasa antar jemput (anjem) dari sekolahnya, which is nggak boleh telat sama sekali, karena akan mempengaruhi keberangkatan anak lainnya juga.
Kalau dulu, saya bisa memutuskan begadang sampai subuh, biar nggak kelewatan waktu subuh, jadi pas subuh saya sholat, bangunin si Kakak sholat subuh, lalu langsung tidur setelah nitip pesan, kalau si Kakak boleh sarapan telur atau mie, si Kakak kebetulan juga udah bisa masak telur dan mie sendiri, bahkan bisa masak nasi.
Jadi setelah sholat subuh, baru deh saya tidur, namun tetep menyetel alarm pukul 6.45, untuk bangun sejenak melihat si Kakak yang takutnya malah ketiduran lagi, dan melewati sekolah online.
Atau bahkan setelah si Kakak masuk sekolah meski belum 100%, tapi si Adik belum sekolah kan, jadi biasanya jika ada deadline yang nggak bisa ditinggalkan, atau saya kebablasan menulis sampai tengah malam, sekalian saja saya begadang sampai pagi, setelah sholat subuh nyiapin sarapan buat si Kakak, mengurus si Kakak sampai pukul 6 pagi dijemput anjem, baru deh saya tidur sampai siang.
Nggak heran dong sewaktu pandemi, ketiga blog saya selalu terisi dengan rutin, bahkan bisa ODOP di blog reyneraea selama setahun penuh.
Karena saya sering begadang, dan menulis di tengah malam itu efektif banget karena nggak ada distraksi anak-anak.
Sekarang, sama sekali nggak bisa lagi dong.
Udah nggak bisa lagi berani begadang sampai pagi, paling malam ya pukul 1 malam, itupun jarang.
Karena saya wajib bangun paling lambat pukul 4.30 pagi buat nyiapin sarapan dan bekal anak-anak.
Lewat dari jam segitu, udah nyaris nggak kekejar dong, karena si Kakak harus berangkat pukul 6 tepat.
Terlebih di setiap hari Kamis, si Kakak ada Kring Tahajud, yaitu program wajib buat anak-anak bangun sholat tahajud sekitar pukul 3 dini hari.Jadi saya harus banget nggak boleh enggak, bangun di jam segitu, bangunin si Kakak sholat tahajud, which is we all know kan ye, nyuruh anak-anak sholat subuh aja, luar biasa perjuangannya, apalagi sholat tahajud, hahaha.
Setelah si Kakak sholat tahajud, dia harus menelpon salah satu temannya untuk menanyakan apakah temannya sudah sholat tahajud juga?
Setelah si Kakak sholat tahajud, dia harus menelpon salah satu temannya untuk menanyakan apakah temannya sudah sholat tahajud juga?
Lalu menerima telpon dari teman lainnya yang bertanya apa dia sudah sholat tahajud?
Setelah itu, barulah dia mengisi form laporan udah menjalankan tugasnya di WAG kelasnya.
Lalu melanjutkan tidurnya sampai subuh.
Tantangan saya, bukan hanya nggak boleh sampai telat bangun sedikitpun, karena anak-anak bergantung sama saya, tapi juga harus mengantar dan menjemput si Adik sekolah, karena dia nggak pakai anjem.
Jadi, setelah saya antar si Adik, yang untungnya sih sekolahnya dekat dan masuk pukul 07.30, saya lalu pulang untuk beberes, mandi dan mungkin mengerjakan sedikit kerjaan jika waktunya mencukupi.
Dan ketika pukul 10.25, saya berangkat lagi ke sekolah si Adik guna menjemputnya, harus itu, karena nggak ada orang lain yang bisa diandalkan buat antar jemput, selain saya, hahaha.
Tantangan lainnya, ternyata anak sekolah zaman now, masha Allah banyak banget kegiatannya, apalagi pas banget anak-anak masuk di momen dekat bulan Haji atau musim Haji, serya bertepatan dengan bulan Agustus yang merupakan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.
Jadi, kegiatan mereka lumayan banyak.
Si Kakak sih nggak terlalu melibatkan orang tua secara langsung di sekolah, tapi hampir setiap waktu butuh ini itu yang bikin saya harus keluar rumah, riwah riwih mencari kebutuhan si Kakak sendiri.
Misal, kayak beberapa waktu lalu, butuh baju dalaman warna putih yang ada lengannya, bilangnya udah dekat-dekat hari H pula, karuan aja saya bingung nyari ke sana ke sini, sambil menggembol kedua anak-anak pula, karena mereka nggak mau ditinggal.
Nah si Adik lebih heboh lagi, biar kata masih TK, banyak juga kegiatannya, yang mana seringnya kudu melibatkan orang tua secara langsung.
Baik ikut rapat, dan berujung bikin saya masuk ke pengurus komite sekolah TK si Adik.
Hingga kegiatan-kegiatan kayak bazar di sekolah, yang mana orang tua murid wajib ikut, dan saya yang dikira hanya ibu rumah tangga aja, diwajibkan ikutan, huhuhu.
Sebenarnya hal ini nggak terlalu bikin shock sih ya, karena sebagai ibu, hal-hal demikian memang harus kita hadapi, demi anak-anak juga kan.
Masalahnya adalah, saya kan nggak cuman bertanggung jawab urus anak dua doang, tapi juga wajib cari uang buat kebutuhan hidup dan sekolah si Adik, huhuhu.
Pegimana saya bisa cari uang? orang waktu saya habis buat ngurus anak-anak, terlebih setelah masuk sekolah tatap muka, banyak banget waktu wajib yang harus saya penuhi untuk anak-anak, huhuhu.
Jadi, begitulah, tantangan anak masuk sekolah tatap muka 100% buat seorang ibu, khususnya saya, sungguh luar biasa.
Kelebihan dan Kekurangan Anak Sekolah Tatap Muka Bagi Ibu
Kalau dilihat secara detail, sejak anak-anak masuk sekolah tatap muka punya kelebihan dan kekurangan tersendiri, khususnya buat saya selaku ibu yang sendirian mengurus dan mengasuh mereka tanpa bantuan siapapun.
Adapun kelebihan anak masuk sekolah tatap muka bagi saya adalah:
- Sedikit lebih sehat, karena saya nggak pernah begadang lagi, meski ya waktu tidurnya tetap sedikit sih, tapi kadang bisa ditambahin ketika siang saya nggak sanggup nahan kantuk lagi.
- Bisa deep sleep, khususnya malam dan siang, karena malam anak-anak juga cepat tidur dan pulas, sayapun bisa tidur dengan nyenyak, demikian pula di siang hari.
- Dipaksa hidup lebih disiplin, meski penuh tantangan, tapi akhirnya saya dipaksa buat lebih disiplin, terutama menentukan waktu tidur dan bangun, yang nggak boleh sama sekali di-skip.
- Punya waktu 3 jam yang benar-benar tanpa ada distraksi anak-anak, biarpun seringnya sih digunakan buat beberes, masak juga, hahaha. Tapi bisalah sesekali saya gunakan buat beli camilan, terus pas pulang langsung me time menikmati segelas kopi atau air jahe kunyit, sambil ngemil camilan kesukaan, bahkan bisa makan cokelat lagi, tanpa khawatir diminta si Adik, hahaha.
Pulang antar si Adik, mampir beli camilan favorit yang udah sedemikian lama nggak bisa dinikmati karena dimintain si Adik mulu, hahaha |
- Punya waktu yang lumayan tenang seharian, karena si Kakak sekolah sampai sore, jadi si Adik pas pulang sekolah jarang jejeritan kayak pas ada si Kakak, lantaran nggak ada teman berantemnya. Maminya pun bisa mengistirahatkan kuping dari jejeritan yang seringnya bikin kuping makin rusak, hahaha.
- Nggak pusing dengan makan siang, karena si Kakak makan di sekolah, dan si Adik nggak terlalu rewel masalah makanan, seringnya sih makan siang pakai sisa lauk pas sarapan.
- Maminya lebih sehat, karena harus selalu bergerak, harus keluar kena matahari pagi, untuk antar jemput si Adik di sekolahnya.
Di antara banyak kelebihan anak-anak mulai sekolah offline 100%, ada banyak juga kekurangan yang saya rasakan, yaitu:
- Sulit punya waktu buat fokus kerja, terutama menulis di blog. Mungkin karena selama bertahun-tahun saya terbiasa menulis di malam hari, tengah malam jam kalong dah, jadinya pas mencoba bekerja ngeblog di siang hari, selain otaknya mampet pun juga nguantuuukkknyaaaahh nggak tertahan, belum lagi kalau siang si Adik yang nggak ada teman main, jadinya nempel mami terus.
- Waktu kerja jadi kepotong-potong, kadang siang saya paksakan nulis, tapi kepotong karena ngantuk, karena si Adik nggak mau bobok berujung saya harus kelonin ujungnya saya juga tidur, hahaha. Atau pas si Adik di sekolah saya gunakan buat kerja, terutama pas mau ambil foto produk ya buat bahan tulisan atau update akun instagram, eh baru aja siap-siap, pas liat jam udah waktunya jemput si Adik lagi, huhuhu.
- Nggak bisa lagi bekerja berlama-lama di malam hari, padahal saya sudah terbiasa kerja dengan fokus di malam hari.
- Kadang merasa dikejar-kejar waktu, karena saya sendiri yang harus bertanggung jawab atas kelancaran sekolah anak-anak.
- Kalau sakitpun dipaksa bangun, bukan hanya untuk mengurus anak-anak, tapi tetap haru antar jemput si Adik di sekolah.
Sekolah Tatap Muka vs Sekolah Online Dari Rumah, Mana yang Menyenangkan Buat Ibu?
Jujur nih ya, saya nggak akan benar-benar menyadari, banyak kelebihannya atau kekurangannya dari anak-anak masuk sekolah offline 100% di sekolahnya, jika saya nggak menuliskan poin-poinnya dalam sebuah list.
Dan ternyata, kalau dilihat dari list yang ada, banyak kelebihannya daripada kekurangannya ya.
Meski kadang saya merasa, lebih menyenangkan anak-anak sekolah online, karena saya jadi punya waktu yang lebih fokus dalam mengurus kerjaan saya, menulis di beberapa blog secara aktif, sekaligus mengelola beberapa akun instagram yang memang kadang berpeluang mendatangkan uang buat saya.
Karena anak-anak online, saya punya waktu yang panjang buat lebih fokus, biarpun sebenarnya waktunya sangat nggak sehat, yaitu jadi begadang semalam suntuk dan terjadi bukan cuman sehari dua hari, melainkan sampai bertahun-tahun, khususnya di masa pandemi lalu.
Namun ternyata, hal itu nggak sehat, si Adikpun dulunya ikutan begadang, karena saya selalu tidur setelah subuh sampai siang, dan si Adik biasanya juga tidur tengah malam, kadang pukul 2 pagi baru tidur, dan bangun di pukul 10 pagi, bahkan sampai pukul 12 siang.
Benar-benar nggak sehat sih ya, tapi dengan begitu saya bisa mencari uang dengan fokus, dan memang terbukti selama pandemi, saya bertahan hidup ya dari kerjaan yang saya tekuni dengan penuh fokus meski begadang di malam hari itu.
Meskipun itu menyenangkan, tapi sisi negatifnya juga banyak ya, baik buat saya, maupun anak-anak, khususnya si Adik yang jadi keranjingan ikut begadang.
Sampai akhirnya anak-anak akhirnya masuk sekolah offline, jujur ini jadi kurang menyenangkan buat saya, karena merasa nggak punya waktu yang lebih banyak untuk bisa fokus bekerja.
Tapi kalau melihat lebih banyak kelebihannya, yang justru lebih sehat buat saya maupun anak-anak, saya pikir anak-anak sekolah tatap muka, akan menjadi hal yang lebih menyenangkan buat parents, khususnya saya ibunya.
Dari tulisan di atas, bisa saya simpulkan, kalau sebenarnya saya bukannya merasa tidak senang anak-anak masuk sekolah tatap muka 100%, ketimbang anak-anak pembelajaran jarak jauh 100% dari rumah.
Penutup
Hanya saja, saya sedang mengalami masa transisi, yang bikin saya harus menyesuaikan kondisi dan jadwal baru, meski lebih punya distraksi karena siang hari kan memang banyak yang aktif ya, ketimbang malam.
Over all, saat ini saya mungkin sedang merasa kurang nyaman di masa transisi ini, namun tetap semangat untuk lebih disiplin dan konsisten dengan jadwal baru yang lebih sehat dan manusiawi, karena anak-anak telah masuk sekolah offline.
Butuh beberapa waktu lagi, saya yakin bisa beradaptasi dengan baik, dan bisa kembali produktif bekerja, dengan jadwal baru yang lebih sehat, dan menyesuaikan dengan jadwal kewajiban saya sebagai ibu, aamiin.
Butuh beberapa waktu lagi, saya yakin bisa beradaptasi dengan baik, dan bisa kembali produktif bekerja, dengan jadwal baru yang lebih sehat, dan menyesuaikan dengan jadwal kewajiban saya sebagai ibu, aamiin.
How about you, parents?
Sidoarjo, 24 Agustus 2022
Sidoarjo, 24 Agustus 2022
Sumber: pengalaman dan opini pribadi
Gambar: dokpri dan canva
Plusnya, sekolah tatap muka, tidak terlalu menyibukkan orang tua, harus menjadi guru di rumah. Tapi kekurangannya orang tua sibuk ngantar jemput. Terima kasih telah berbagi, ananda Rey
ReplyDeleteBetul Bu, sama persiapannya, dan keperluannya juga banyak sih Bu, dibandingkan online, mereka jarang dapat tugas yang aneh-aneh
Delete