Dilema Pemberian Obat TBC Kepada Lansia yang Perburuk Kondisinya
Merasakan 2 kali dilema tentang pemberian obat TBC kepada lansia dong saya. Karena kondisi keduanya justru makin buruk, dan akhirnya menjadi salah satu penyebab 'kepergian'nya.
Dan menyedihkan sih ya, bisa-bisanya 2 orang terdekat saya, yang seumur hidupnya nggak punya riwayat TBC, keluargapun Alhamdulillah bebas dari penyakit paru tersebut. Tapi kenapa menjelang akhir hidupnya malah didiagnosa penyakit tersebut?
Kalau bapak saya sih, mungkin juga dipengaruhi oleh gaya hidupnya yang menjadi perokok berat, bahkan kadang ikutan minum alkohol, huhuhu.
Tapi kalau ibu mertua, entah mengapa bisa-bisanya didiagnosa TBC, sementara hidupnya Alhamdulillah selalu sehat. Sudah bertahun-tahun beliau bebas asap rokok, karena di rumahnya nggak ada yang merokok sama sekali.
Rumahnya juga Alhamdulillah masih tergolong sehat dengan sirkulasi udara dan pencahayaan yang lumayan berlimpah.
Dan yang pasti, keluarga besarnya bebas TBC.
Baca juga : Pengalaman dan Tips Merawat Lansia Agar Bebas Stres
Cerita Lansia yang Makin Menderita Karena Konsumsi Obat TBC
Bapak saya menjadi 'korban' pertama dari obat TBC yang tergolong keras itu. Di awal tahun 2021 lalu, bapak jatuh sakit.
Awalnya dikira sakit biasa, tapi berikutnya bapak batuk-batuk melulu. Dari hasil pemeriksaan, keluarlah diagnosa bahwa paru-paru bapak bermasalah, dan diberikannya obat TBC yang wajib dikonsumsi selama 6 bulan.
Sayangnya, ketika itu bapak sakit dan kehilangan selera makannya sama sekali. Dan semakin hari semakin mengkhawatirkan. Dari yang masih makan sesendok dua sendok, lalu masih mau makan makanan kesukaannya, meskipun dikit banget. Sampai akhirnya bapak semakin kesulitan untuk makan.
Boro-boro mau makan, semua makanan seolah ditolak oleh lehernya, bahkan air putih untuk minumpun terbatas.
Tidak kurang keluarga mengusahakan makanan apa yang beliau inginkan, karena bapak harus makan, agar kuat setelah meminum obat TBC.
Namun semua makanan dimuntahkan, bahkan tidak bisa melewati lehernya. Sampai-sampai bapak harus diinfus, agar kondisinya bisa lebih baik, tidak kehilangan cairan ataupun nutrisi makanan yang dibutuhkannya.
Namun ujungnya, bapak akhirnya meninggal dunia, dengan kondisi tubuh yang terlihat menguning, bahkan mata bapak terlihat kuning kehijauan, persis anak bayi yang kuning ketika lahir.
Bagian perut atas juga sedikit membengkak, tauk deh sepertinya ginjal atau semacamnya jadi bermasalah karena kerasnya obat TBC yang rutin dikonsumsi, tapi nggak pernah mau makan makanan.
2 tahun kemudian, giliran ibu mertua yang tiba-tiba drop. Eh sebenarnya nggak tiba-tiba juga sih, beliau emang sudah berkali-kali drop, dan kondisi kesehatan ibu selalu nggak stabil.
Namun, di awal tahun 2023 ini, ibu drop lagi, dan kali ini yang paling berat. Beliau hanya bisa terdiam di tempat tidur, nggak bisa bicara atau sekadar menggerakan tangan dengan aktif.
Kondisinya juga sama dengan bapak, di mana ibu mertua nggak bisa ataupun mau makan. Namun pihak keluarga tidak menyerah, dan memaksa ibu untuk mengenakan sonde buat makan.
Tak butuh waktu lama, ibu akhirnya bisa melepas sondenya, untuk keperluan makan bisa dilakukan dengan memberikan makanan super lembut dan encer.
Awalnya sih ibu masih mau makan sesendok dua sendok, sayangnya tak lama kemudian ibu menolak untuk makan sama sekali. Ibu juga sempat drop, sehingga akhirnya diopname di sebuah rumah sakit di Surabaya.
Dan ketika itulah mimpi buruk anak-anaknya melanda, di mana ibu mereka ternyata didiagnosa memiliki masalah di paru-parunya, dan akhirnya oleh dokter pun diresepkan obat TBC.
Ketika pertama kali saya mendengar hal itu, rasanya hati makin was-was, seolah saya sudah bisa mengetahui, kalau waktu ibu pamit semakin dekat.
Dan benar saja, hanya beberapa waktu selepas dari rumah sakit, ibu akhirnya berpulang dengan kondisi tubuh yang sedikit bengkak dan kuning.
Mirip bapak saya yang memang doyan punya lifestyle yang merugikan dirinya sendiri.
Baca juga : Berikut operasi yang ditanggung BPJS
Dilema Pemberian Obat TBC Kepada Lansia
Tapi dilema banget sih kalau mau kasih obat TBC pada lansia. Di satu sisi obat itu memang terlihat sangat keras. Tapi di sisi lainnya, jika benar-benar mengalami TBC dan telat diobati, jadinya runyam pula.
Apa itu TBC
TBC atau Tuberkulosis atau juga biasa disebut TB adalah sebuan penyakit yang menular, yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Pada umumnya, TBC menyerang paru-paru penderita, namun ada juga yang menyerang organ tubuh lainnya, seperti ginjal, otak maupun tulang belakang.
Selain berbahaya bagi penderita, penyakit ini juga berbahaya untuk orang lain, karena penularannya cenderung lebih mudah. Seringnya menular melalui percikan ludah (droplet) ketika penderita batuk maupun bersin.
Karenanya, resiko penularan lebih besar, khususnya ketika harus tinggal serumah dengan penderita TBC. Dan karena itu pula, maka penderita TBC sangat diwajibkan untuk mengkonsumsi obat TBC agar segera sembuh dan memutus rantai penularan penyakit tersebut.
Beberapa jenis obat TBC untuk Lansia
Sejujurnya saya sudah nggak ingat jenis obat yang dikonsumsi oleh almarhum bapak dan almarhumah ibu mertua. Saya cuman ingat obat Rimstar, karena si Kakak Darrell pernah diresepkan obat tersebut, tanpa pemeriksaan lengkap.
Baca juga : Ketika Darrell Harus Mengkonsumsi Obat Rimstar Tanpa Pemeriksaan Lengkap
Namun kalau browsing-browsing, beberapa obat TBC memang meliputi :
- Isoniazid
- Rifampicin
- Pyrazinamide
- Etambutol
- Strptomisin
Efek Samping Obat TBC untuk Lansia
Sebenarnya, bukan hanya orang tua atau lansia yang merasakan efek samping dari penggunaan obat TBC ini, hampir semua penderita merasakan efek sampingnya.
Hanya saja, khusus untuk lansia, jadi lebih berabe jika kondisinya memang sudah drop dan sulit makan.
Efek samping obat TBC juga berbeda, tergantung jenis obatnya, yaitu:
Efek samping obat TBC Isoniazid
- Kesemutan di tangan atau kaki
- Tangan atau kaki terasa kebas
- Sensai terbakar di tangan atau kaki
- Kehilangan selera makan
- Kelelahan
- Rasa kantuk
- Jerawat
- Penurunan kualitas penglihatan
- Sendi yang sakit atau bengkak
- Gatal dan ruam pada kulit
- Sakit kepala
- Urine berwarna kemerahan
- Mengigil
- Kelelahan
- Sakit kepala
- Nyeri otot dan sendi
Efek samping obat TBC Pirazinamid
- Nyeri sendi
- Sendi tampak bengkak dan kemerahan
- Sendi terasa panas dan kaku
- Kehilangan selera makan
Pada lansia, beberapa efek samping yang dirasakan, akan semakin diperparah jika kondisi lansia yang drop dan kesulitan makan. Jangankan mengkonsumsi obat TBC yang dosisnya cenderung tinggi serta adanya berbagai efek samping. Mengkonsumsi obat biasa tanpa dibarengi dengan asupan makanan dan nutrisi, tentu saja membuat tubuh akan lebih drop.
Di sisi lain, konsumsi obat TBC bagi penderita ini sangat penting, karena penyakit ini rentan menulari orang lain. Sering banget kita temui anak-anak yang masih kecil malah menderita TBC dan ketika dicari tahu penyebabnya adalah, ternyata si anak memang tinggal serumah atau sering berinteraksi dengan lansia yang menderita penyakit paru ini.
Baca juga : Mengatasi Anak Batuk Pilek Setiap Bulannya
Kesimpulan dan Penutup
Dua kali mengalami dilema berat ketika orang tua yang sudah lansia, ngedrop dan kesulitan makan, tapi juga didiagnosa menderita TBC.
Hal ini dikarenakan, lansia tersebut wajib mengkonsumsi obat TBC yang memang tergolong berdosis keras dengan efek samping yang beragam.
Ditambah kondisi lansia yang kesulitan makan, maka akan sangat memperparah efek samping yang dirasakannya.
Karenanya, paling bijak memang benar-benar menjaga, agar jangan sampai lansia tertular TBC. Dan kalaupun akhirnya didiagnosa TBC, sebijaknya sih cari opsi lain, atau test lengkap saja di tempat lain. Agar kita benar-benar yakin kalau diagnosa itu benar adanya.
Karena, lansia yang drop tapi hatus mengkonsumsi obat TBC itu, ibarat diberikan percepatan untuk semakin memburuk, setidaknya dalam dua kali pengalaman keluarga saya.
Sidoarjo, 10 Agustus 2023
Sumber:
- Opini dan pengalaman pribadi
- https://www.alodokter.com/tuberkulosis diakses 10 Agustus 2023
- https://hellosehat.com/pernapasan/tbc/obat-tbc/ diakses 10 Agustus 2023
Gambar: dokpri dan canva edit by Rey
Prngalaman kami merawat ibu juga begitu. Dimakan obat paru beliau drop.
ReplyDelete