5 Cara Menghilangkan Sakit Hati Pada Mertua Ala MamiRey
Cara menghilangkan sakit hati pada mertua tentunya tidak mudah, tapi juga memendamnya bikin hidup nggak tenang, iya nggak?
Karenanya, memaafkan dan berdamai dengan orang tua kita ketika dewasa itu, wajib dilakukan.
Hubungan mertua menantu memang selalu complicated banget. Hanya ada segelintir manusia di dunia yang beruntung bisa berjodoh dengan mertua yang benar-benar kayak ortu sendiri.
Dan sebagian besar di antaranya, selalu bermasalah dengan mertua, bahkan di antaranya udah berasa musuh banget.
Tapi, susah kan ye, mau musuhan, lah itu ortu suami kita, sementara suami adalah separuh jiwa kita kan ye. Mau dibuang ke mana tuh mertua? ibaratnya bakal membuang separuh jiwa suami juga.
Ya mau nggak mau, suka nggak suka, harus mau dan suka sama mertua *eh.
Cerita Pengalaman Selalu Mencintai Mertua Biarpun Sering Sakit Hati
Biar lengkap dan ada pandangan, bahwa cara dan tips yang saya tuliskan di sini merupakan pengalaman pribadi. Saya bakal bercerita dulu tentang hubungan saya dengan mertua, khususnya ibu mertua ya. Eh tepatnya almarhum ibu mertua, karena beliau udah meninggal tahun ini.
Sama banget dengan lainnya, hubungan saya dengan ibu mertua, tidak semulus pantat bayi yang kulitnya sehat *eh.
Cuman kalau dipikir-pikir, sebenarnya Allah jodohkan kita dengan mertua itu udah tepat. Kayak saya yang tipe manusia super sensitif. Berjodoh dengan ibu mertua yang sedikit bisa menahan diri untuk enggak menggaplok menantunya yang super malas di matanya ini, hahaha.
Mungkin juga, karena sejak sebelum menikah, saya udah mengukur diri, apakah saya sanggup masuk ke keluarga calon suami dengan sifat sensitif plus introvert ini?.
Alhasil, ketika pacaran dulu, alih-alih ke rumah pacar bantuin di dapur, saya malah sibuk main Playstation sama si pacar di ruang depan. Pas waktu makan, si pacar ke dapur ambilin makan, terus kita makan di ruang depan.
Sungguh kurang ajar kan? hahaha.
Calon ibu mertua dan para calon ipar, khususnya ipar perempuan sih diam aja
.
.
.
Di depan saya! hahaha.
Kalau di belakang saya? nggak usah tanya deh. tapi syukurlah saya tuh termasuk manusia yang enggak peduli apapun yang dibicarakan orang di belakang saya. Selama nggak frontal di depan saya, emang akoh pikirin?.
Hanya calon bapak mertua yang tidak bisa menyembunyikan rasa tidak sukanya kepada saya. Terlihat jelas di wajahnya yang selalu masam ketika saya datang ke rumahnya.
Tapi karena si pacar selalu bisa memilih saya ketimbang keluarganya. Jadinya saya pikir it's oke sih, insya Allah, dengan dukungan si pacar yang akan menjadi suami, semua akan baik-baik saja.
Dan ternyata, doa saya kepada Allah dikabulkan, ternyata saya berjodoh, menikah dengan si pacar.
Lalu perjuangan pun dimulai.
Luar biasa tantangannya, saya yang introvert, dibesarkan dalam keluarga kecil. Harus masuk ke keluarga suami yang 7 bersaudara.
Awal menikah, tidak ada komunikasi dan kesepakatan yang saya dan suami buat untuk tinggal di rumah mertua. Semua terlihat baik-baik saja sih, tapi saya merasakan kalau mertua tidak begitu, apalagi melihat saya yang memang ketika itu susah berbaur. Jarang bisa membantu di dapur, saya udah takut salah duluan sih, karena beda kultur kan tentang masakan.
Saya cuman bertahan sekitar 1 mingguan atau lebih di rumah mertua, berikutnya saya kabur, cari kos rumah tangga dengan nekat.
Setelah punya anak, terpaksa balik lagi ke rumah mertua, karena saya masih harus kerja kantoran dan parno banget menitipkan bayi ke stranger.
Kali ini, saya tidak asal masuk kembali ke rumah mertua, tapi semua penuh dengan perhitungan. Saya berdiskusi dengan suami, apa-apa saja yang saya nggak sukai, dan apa-apa saja batasan menurut saya di rumah mertua.
Alhamdulillah, ketika itu suami memang sangat peduli dengan saya. Jadi, semua keluhan saya disampaikan kepada mertua, khususnya ibu mertua.
Sebenarnya batasan saya tuh nggak aneh-aneh kok, semuanya masuk dalam win-win solution. Misal, saya nggak mau ikut masak sama ibu mertua di dapur, karena cara masak kami beda. Sebagai kompensasinya, kami tawarkan untuk kasih duit ke ibu setiap bulan buat belanja.
Uang tersebut belum termasuk beli beras dan kebutuhan lainnya, bayar ART, air. listrik dan lain sebagainya. Alhamdulillah mertua setuju.
Batasan lainnya saya tuliskan di postingan saya tentang hal penting yang harus dibicarakan ketika tinggal di rumah mertua ini.
Dengan itu, saya bisa bertahan dengan aman di rumah mertua selama 7 atau 9 bulan ya?.
Meski demikian, bukannya tanpa drama sama sekali ya, banyak juga dramanya, hanya aja tidak sefrontal menantu lainnya kali ya. Karena ibu mertua saya, tidak pernah marah dengan serius di depan saya.
Beliau paling cuman diam, atau berwajah masam.
Seumur-umur, rasa sakit hati dikasih muka masam sama ibu mertua tuh, yang paling saya rasakan cuman 2 kali.
Lainnya, lebih smooth aja, meskipun saya juga sering dapat ucapan yang kalau dihadapkan ke menantu lainnya, mungkin akan baper.
Misal, ketika dulu saya ngeluh kalau belum juga kunjung menstruasi setelah melahirkan si Kakak bayi. Tanggapan ibu mertua?,
"Loh Rey! makanya ibu bilang segera KB, gitu kalau kamu hamil lagi repot sendiri loh!"
Tapi jujur, saya cuman mesem-mesem aja dikasih tahu demikian.
Atau, ketika si paksu yang kala itu kerja di luar kota dan hanya pulang seminggu sekali, ibu pasti akan cerewet,
"Rey, itu suamimu pulang, mbok ya ditemanin dia meja makan! kasian dia makan sendiri!"
Dan saya? cuman mesem-mesem, lalu ke meja makan menyuruh si pak suami makan cepetan, hahaha.
Atau banyak hal, yang biasanya menjadi sumber pertengkaran menantu mertua. Misal, tentang pengasuhan bayi yang berbeda dan juga tentang permasalahan yang biasa muncul di rumah tangga.
Tapi, emang agak aneh ya, bisa-bisanya saya yang super sensitif ini, nggak merasa kalau itu sebuah hal yang patut bikin saya sakit hati.
Padahal kalau dipikir-pikir, saya berhak tersinggung loh.
Misal, selalu dicerewetin suruh pasang KB, lah ini kan badan badan akoh sendiri!, akoh juga punya penghasilan sendiri dulu, bahkan gaji saya dulu bisa dibilang lebih stabil ketimbang paksu.
Terus, kalau beliau takut disuruh jaga bayi lagi, lah saya kan aslinya cuman numpang naruh anak dijagain orang di situ.
Dan kalau memang itu penting, kenapa nggak nyuruh anaknya yang KB? kenapa harus perempuan, cobak?.
You know lah, saya dulu termasuk golongan wanita yang super feminis banget nget.
Mungkin di alam bawa sadar saya, merasakan juga yang namanya sakit hati sama mertua. Tapi nggak jadi masalah besar, karena beberapa hal atau tips yang saya terapkan di bawah ini.
5 Cara Menghilangkan Sakit Hati Pada Mertua Ala MamiRey
Adapun hal-hal yang saya terapkan dalam menghadapi mertua, khususnya ibu mertua ya, agar tidak mudah sakit hati, adalah:
1. Beri jarak dengan mertua
Iya! kalau emang sakit hati sama mertua, wajib banget berjarak.
Saya dulu nggak percaya dengan pepatah yang mengatakan,
"Jauh bau wangi, dekat bau kotoran (tai)"
Tapi itu memang benar adanya. Bukan hanya untuk hubungan mertua menantu, bahkan hubungan saudara, hingga ortu sendiri juga demikian.
Bagaimana jika harus tinggal serumah?.
Kalau saya dulu, pakai cara beri jarak dengan kabur sebentar ke kamar, pura-pura alasan mau menyusui si Kakak bayi, padahal mah si Kakak bayi dulu banyakan minum sufor, hahaha.
Tapi itu ampuh banget, untuk meredam emosi, agar jangan sampai pecah dan melukai hati ibu mertua.
2. Anggap mertua sebagai orang tua sendiri yang gemesin
Ini adalah cara instan yang saya gunakan dalam menghadapi ibu mertua, yang meski buat saya beliau baik, tapi cerewetnyaaaa masya Allah. Mana yang dicerewetin ini anak perempuannya orang lain yang super sensitif.
Tapi Alhamdulillah saya nggak pernah sampai benar-benar sakit hati dan berantem sampai frontal.
Caranya? ya saya anggap ibu itu gemesin. Kalau dia ngomel, ya saya mesem-mesem aja, anggap beliau itu mamak-mamak baik hati yang mengkhawatirkan keadaan saya karena sayang secara gemas.
Bahkan kadang, kalau beliau udah ngomelin saya yang nggak mau KB, saya yang suka bangun siang (astagfirullah), saya cuman mesem sambil ndusel-ndusel ke ibu, tidak peduli wajahnya udah masam banget, hahaha.
Terserah ya gimana hatinya secara beneran, pokoknya saya anggap begitu aja, dan sukses menenangkan hati sensitif saya, sehingga nggak jadi baper.
3. Jadikan mertua sebagai kebutuhan kita
Ini adalah kunci!
Mau kayak gimanapun mertua, kalau kita anggap beliau adalah kebutuhan kita, ya mau nggak mau kita akan berusaha nerima, apapun kondisinya.
Kalau saya dulu, menganggap ibu udah kayak ibu kandung sendiri, bukan karena beliau baik ya, tapi karena saya butuh ibu.
Maklum, saya punyanya mama yang kurang bisa mengekspresikan rasa cintanya kepada anak perempuannya ini. Padahal semua cara udah saya lakukan, sambil berharap merasakan hangatnya pelukan ibu, kek anak-anak perempuan lainnya.
Tapi, semua itu berasa cinta tak berbalas banget, hiks.
Ibu mertua, adalah satu-satunya ibu yang pertama kali memeluk dan mengucapkan ulang tahun kepada saya ketika masa remaja.
Dan ternyata pelukan tersebut merasuk selamanya di hati saya. Jadinya, semarah dan baper apapun saya sama sikap ibu, bahkan setelah saya nggak tinggal di rumah mertua, ibu jadi seolah melupakan saya.
Tetap saja saya khawatir ketika ibu sakit atau semacamnya.
Padahal, banyak momen di mana saya bukan cuman sakit hati, tapi juga kecewa sama ibu mertua. Contoh ketika saya hamil anak kedua dan mengalami hyperemesis selama 7 bulan terkapar aja. Ketika itu, sedikitpun ibu nggak pernah menjenguk saya. Atau sekadar bertanya apa kabar saya?
Dan yang membagongkan, jarak antara tempat kami dan rumah mertua cuman belasan KM, naik taksi online nggak sampai 100reboan kok.
Tapi, ketika di kehamilan 8 bulan saya mendapat kabar kalau ibu masuk rumah sakit karena kakinya patah akibat jatuh. Saya bahkan rela menginap di RS menjaga ibu dengan kondisi perut besar hamil 8 bulanan.
Semua itu karena saya cinta dan butuh ibu mertua.
Demikian juga ketika hubungan saya dengan suami semakin renggang oleh banyaknya masalah, ibu tak pernah benar-benar membela saya. Bahkan bermuka masam kepada saya.
Namun, ketika akhirnya ibu jatuh dan tak berdaya selama 5 bulan sampai akhirnya beliau meninggal, saya tidak pernah benar-benar bisa melupakan dan membiarkan beliau.
4. Jangan melawan mertua secara langsung, libatkan suami
Yang namanya ortu itu, nggak suka dilawan secara frontal sama anaknya, apalagi menantu perempuan nya. Jadi, sekesal apapun kita, usahakan untuk tidak langsung melawan mertua di depannya.
Setiap saya kesal, maka suamilah yang jadi tempat pelampiasan. Itu jauh lebih baik, karena suami mencintai istrinya, ibu mertua belum tentu tulus dan punya maaf yang luas kepada menantunya.
Karenanya, jaga hati mertua dengan tidak melawannya secara langsung, apalagi dengan kasar.
5. Menerima kondisi dan memperkuat mental
Cara terakhir adalah saya selalu belajar menerima kondisi hidup. Ya pegimana lagi kan, orang saya sendiri yang milih bahkan doa maksa ke Allah minta dijodohkan dengan anaknya si mertua.
Ya mau nggak mau, nggak ada jalan lain selain menerima kondisi itu. Kalau bisa menerima kondisi tersebut, hal-hal di poin nomor 1-4 di atas akan lebih mudah diterapkan.
Dan caranya, kuatkan mental Moms!
Kesehatan mental itu jangan cuman dijaga, tapi juga diperkuat. Karena mau lari ke ujung dunia, kita nggak bakal berpisah dengan yang namanya masalah.
Kita mungkin bisa menyingkirkan mertua yang menurut kita adalah pengganggu dan jadi mertua menyebalkan. Tapi apakah tidak bakal menemukan hal-hal yang mengganggu dan menyebalkan di depan sana?.
Kesimpulan dan Penutup
Hubungan mertua menantu memang selalu penuh tantangan, dan itu wajar. Orang kita sama ibu kandung sendiri aja kadang bermasalah, apalagi sama ibunya orang, yang kita baru temui setelah dewasa dan menikah dengan anaknya kan.
Tapi, semenyebalkan gimanapun, sesakit hati gimana pun, mertua tak bisa dipisahkan dengan sebenar-benarnya dari diri kita.
Terlebih kalau kita udah punya anak ya, jangan lupakan, darah mertua juga sedikit mengalir di darah anak kita.
So, daripada kesal terus, mending coba terapkan beberapa cara menghilangkan sakit hati pada mertua. Misal, kayak cara saya di atas.
Surabaya, 12 Januari 2024
#FridayMarriage at #ParentingByRey
Sumber: opini dan pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey
Aku belum menikah tapi sering dengar kan ya kisah2 mertua menantu yang kurang harmonis. Tapi melihat kakakku sendiri, memang paling baik menjaga jarak. Kalau jauh malah kangen lho katanya hehe. Lebih baik jauh rukun, daripada dekat emosi jiwa melulu 🤣
ReplyDeleteHahaha, iyaaaa... Pokoknya kalau jauh, rasanya kita dimanjakan betol, selalu manis aja kesannya :D
Delete