Single Fighter Mom Pejuang LDM itu Berat, Apalagi Ketika Sakit
Kata orang, ibu tak boleh sakit, tapi nyatanya ibu kan juga seorang manusia. Ada waktu ketika daya tahan tubuhnya sedang tidak fit, lalu diserang penyakit, jatuh sakit deh.
Meskipun setelah ibu sakit, rumah jadi terasa hampa, sepi dan seolah tak bernyawa (lah, kan emang rumah nggak ada nyawanya, hahaha).
Tapi, ada masa di mana ibu jatuh sakit dong.
Seringnya, ketika ibu sakit, rutinitas di rumah jadi berubah. Bersyukurlah jika selama ini sudah ada anak-anak dan ayah yang terbiasa ikut mengerjakan pekerjaan rumah.
Kalaupun nggak terbiasa membantu pekerjaan rumah, selama ada uang dan tinggal di kota besar, masih ada peluang hidup dengan normal, dengan mengandalkan pesan makan online. Demikian juga dengan cucian kotor, masih ada pilihan laundry di luar, apalagi zaman now, laundry dijemput itu udah banyak.
Bebersih rumah, juga banyak kok jasa yang menawarkan beberes rumah, mesannya cukup pakai aplikasi dan mengandalkan pencet-pencet smartphone aja, pulak.
Tapi tenang, tulisan ini bukan sponsored post tentang aplikasi pesan jasa beberes atau laundry dan semacamnya.
Saya sedang mengajak pembaca untuk memikirkan, bagaimana jika seorang single fighter mom pejuang LDM, sakit?
Apa itu Single Fighter Mom Pejuang LDM dan Siapa Dia?
Yang perlu parents ketahui, bahwa single fighter mom itu, bukanlah selalu sebagai single mom dalam harfiah janda ya.
Single fighter mom juga menjadi sebutan orang-orang yang hanya sendirian menjadi orang tua secara langsung untuk anaknya.
Salah satunya, yaitu para ibu yang terpaksa sendiri mengurus semuanya, karena terpisah dengan sang ayah dan menjalani LDM atau long distance marriage.
Dalam hal ini, saya adalah salah satu ibu yang mengalaminya.
Sudah sekitar kurang lebih 5 tahunan, saya menjalani LDM dengan papinya anak-anak. Apalagi alasannya kalau bukan karena pekerjaan alias mencari nafkah duit buat keluarga.
Sesungguhnya, kondisi seperti ini bukanlah hal yang pernah saya inginkan, bahkan bermimpipun, tidak. Menjalani kehidupan long distance dengan pasangan, menurut saya adalah hal terkonyol ketika menikah.
Karenanya, ketika awal menikah dulu, saya rela resign dari kerjaan agar bisa mengikuti paksu ke manapun dia bekerja.
Sayangnya, hal itu ternyata nggak bisa dilakukan secara terus menerus. Terlebih ketika anak sudah mulai sekolah. Jadilah, ketika si Kakak mulai masuk SD, dan si Adik lahir, mulai deh saya ditinggalkan perlahan-lahan.
Dari yang awalnya 3 hari sekali pulangnya, karena kerja beda kota. Lalu akhirnya seminggu sekali, 2 minggu sekali.
Meningkat jadi sebulan sekali, ketika paksu kerja di luar Jawa, tapi masih sebatas di pulau Bali. Kemudian, akhirnya menjadi 3 bulan sekali baru bisa pulang, karena dia bekerja di Sumatera.
Sebenarnya, kondisi LDM ini banyak dijalani banyak ibu lainnya kan ya. Tapi, kondisi saya nih masih ketambahan lagi dong tantangannya.
Adalah, ketika saya harus LDM-an dengan papinya anak-anak, sementara saya tinggal seorang diri di belantara kota Surabaya. Tak ada keluarga.
As you know, keluarga kandung saya kebanyakan di Buton, Sulawesi Tenggara. Di Surabaya ada mertua dan ipar saja sih sebenarnya. Tapi, saya emang nggak bisa dekat dengan mereka, sekeras apapun mencobanya.
Ditambah satu kondisi lagi, yaitu saya adalah seseorang yang super sungkan sama orang, introvert pulak.
Dan hasil akhirnya adalah, saya benar-benar sendirian bertanggung jawab atas diri sendiri dan 2 anak. Demikianlah saya menamai diri, single fighter mom pejuang LDM.
The real single fighter mom, karena benar-benar sendirian dalam mengasuh, mengurus, menyelesaikan dan memutuskan hal-hal tentang anak, tanpa ada tempat berbagi delegasi sejenak sama sekali.
Jadi Single Fighter Mom Pejuang LDM Berat, Apalagi Ketika Jatuh Sakit!
Awalnya, merasakan perjalanan hidup sebagai single fighter mom itu, berat pakai banget. Terlebih saya sebelumnya adalah wanita yang dimanjakan oleh paksu.
Bertahun-tahun menikah dengan blio, bisa dibilang saya super jarang ke pasar. Masalah belanja di pasar, bahkan antar anak ke posyandu, semua dilakukan olehnya.
Dulunya, jangankan ke pasar ya, keluar pagar buat buang sampah saja, saya nyaris nggak pernah. Pekerjaan rumahpun, selalu dibantuin paksu. Biasanya, setiap habis dari pasar, blio lah yang mengolah semua bahan itu, selain sayuran.
Segala lauk, ayam, ikan dan lainnya, dibersihin, masukin ke kotak, dan ditaruh di kulkas. Ya meskipun kotaknya nggak beraturan sih, yang bikin kulkas auto nggak muat, hahaha.
Biasanya, ketika blio ke pasar, saya bahkan masih tidur, karena begadang semalaman menyusui si Adik. Papinya anak-anak lah yang mengurusi kakak Darrell ke sekolah, setelahnya dia ke pasar, lalu bersihin bahan makanan, masak lalu berangkat kerja.
Pokoknya setelah saya bangun, semua udah tersedia di atas meja, meskipun.... ya seadanya ya, semampunya blio masak.
Awal nikah, masakannya emang terasa sangat enak, tapi lama kelamaan, ketika saya juga udah bisa masak, entah mengapa masakan blio terasa nggak enak lagi, selain sayur asem sih, soalnya saya nggak bisa masak sayur asem, hahaha.
Intinya, dengan kondisi seperti itu, kebayang nggak akhirnya kami harus LDM-an?. Meskipun bertahap ya, tetap saja terasa sangat berat.
Mulai dari saya harus ke pasar sendiri, mana saya tuh ya, udahlah puluhan tahun di Jawa, tapi nggak bisa bahasa Jawa dong, selalu pakai bahasa Indonesia.
Jadinya, kalau ke pasar, sering banget dimahalin sama yang jual, apalagi saya kan emang nggak berani nawar, takut kena amuk penjual, hahaha.
Lalu ke posyandu, harus tahan diberondong pertanyaan dan pernyataan banyak ibu-ibu,
"Nah, ngono Mbak, mosok ayahe tok sing nganter nang posyandu!"
Begitu kira-kira omongan para ibu-ibu di posyandu.
Sampai hal yang paling horor.
Bukan, ini bukan cerita hantu-hantuan. Alhamdulillah mah, saya tuh biar kata bukan orang pemberani, kurang hafal ayat kursi, tapi bukan juga orang yang penakut banget, hehehe.
Yang horor adalah, ketika gas habis dan saya nggak bisa pasangnya. Atau ketika hujan deras banget turun, dan atap di dapur kami bocor parah.
Paksu sih dulunya sering minta tolong pak satpam di kompleks tempat tinggal kami buat bantuin pasang gas atau perbaiki atap dapur. Tapi masalahnya adalah, saya tuh sungguh nggak nyaman, kalau ada lelaki lain masuk rumah, sementara nggak ada paksu.
Dan gara-gara hal itu, saya akhirnya nekat beraniin diri buat belajar pasang gas, dan ternyata? ya ampuuunnn, ternyata super gampang amat, hahahaha.
Untuk masalah dapur bocor, diakalin dengan benerin talang yang menjadi penyebab utama sering bocor, sehingga jarang terjadi kebocoran lagi.
Masalah lain, kayak nggak bisa naikin standar motor tengah motor, saya googling dan cobain, akhirnya bisa dong.
Ada lagi masalah lainnya, ketika si Kakak lulus SD, dan kami berniat memasukannya ke SMP negeri di Surabaya. Tapi kan butuh informasi tentang lulusan SD luar Surabaya masuk SMPN Surabaya.
Biasanya nih, masalah-masalah demikian, urusan papinya dah, saya cuman kasih tahu masalahnya aja, nanti papinya yang ke sana ke mari buat cari tahu.
Tapi, semenjak kami LDM-an, udah nggak bisa kan berharap sama papinya. Terpaksa saya deh yang memberanikan diri, keliling Surabaya naik motor sama anak-anak, buat nyari informasi. Dan Alhamdulillah meski di jalan sambil teriak-teriak, karena takut naik motor boncengin anak-anak, akhirnya toh selesai juga masalahnya.
Termasuk terakhir kali urus STNK 5 tahunan motor, servis motor, urus KIA anak. Semua hal tersebut adalah hal baru buat saya, meski udah belasan tahun menikah, hahaha.
Kenyataannya, menjalani LDM memang sangat berat buat saya, tapi sekaligus membentuk saya jadi ibu yang tangguh. Bukan hanya berhasil melewati tantangan-tantangan seperti yang saya sebutkan di atas, tapi juga menjalani keseharian saya.
As you know kan ye, saya bukan hanya sebagai ibu, tapi juga blogger yang memanfaatkan blog untuk menghasilkan uang. Jadi, ngeblog buat saya tuh bukan semata untuk bersenang-senang, tapi juga harus mikirin gimana caranya bisa menghasilkan, salah satunya konsisten ngeblog.
Dengan semua hal harus saya kerjakan sendiri, mulai dari ke pasar, beresin setelah dari pasar, masak, nyuci, nyetrika, beberes, urus anak, nyuapin anak, sikatin gigi anak, cebokin anak, antar jemput ke sekolah. Antar jemput anak ekstra di luar jam sekolah, dan lain sebagainya.
Tapi saya juga harus bisa aktif ngeblog setiap hari.
Ini benar-benar luar biasa menantang sih ya, udah bertahun-tahun saya lewati, kenyataannya masih sering merasa burn out dan lelah saking waktu tidurnya kurang.
Namun, di tengah kesibukan melewati 10001 tantangan menjalani LDM itu, dan pada akhirnya saya bisa lewati dengan baik. Sering banget saya merasa terharu dan bangga akan diri sendiri, betapa selama ini sudah berhasil melewati banyak hal akibat dari menjadi single fighter mom pejuang LDM.
Harusnya, semua akan selalu baik-baik saja ya, sesulit apapun tantangannya.
Saya pikir sih demikian, tapi ternyata saya salah.
Ternyata masih ada satu tantangan yang menjadi top off challenging being a single fighter mom pejuang LDM.
Apa itu?
Adalah, ketika si single fighter mom pejuang LDM ini, jatuh sakit.
Ya ampuuuunn, tantangan sakit ala saya tuh memang nggak pernah yang sampai kmasuk rumah sakit sih ya. Bukan karena sakitnya cemen, tapi saya aja yang memang selalu musuhan sama dokter dan rumah sakit, hehehe.
Namun, jenis penyakitnya ini yang nyebelin amat, nggak kira-kira dia bertandang di tubuh si mamak single fighter ini.
Dia adalah, sakit tulang belakang, yang sakitnya tuh ya, bikin saya nggak bisa gerak sama sekali.
Bayangkan dah, si mamak pejuang tunggal, punya 2 anak yang bergantung sepenuhnya kepadanya. Tapi sakit, dan nggak bisa bergerak.
Oooo mai guuddd dah!
Harusnya sih, dalam keadaan begini, paksu pulang kan ye, secara... saya sendirian loh, anak-anak juga belum bisa dikatakan mandiri sepenuhnya.
Tapi sayang, paksu lebih sayang pekerjaannya ketimbang anak istrinya (dalam POV saya ya, hahaha). Ya begitulah kelemahan si paksu, blio baik tapi seringnya keputusan besar justru nggak bisa dia hadapi, hadeh.
Yang dilakukannya hanya diam saja, bahkan ketika saya ngamuk karena dia nggak mau izin pulang sebentar dengan alasan kerjaannya nggak bisa ditinggal, eh nomor WA saya diblokir dong, sungguh keren, bukan? wakakakakak.
Ketika itu, si Kakak masih SD pulak, si Adik belum sekolah, zaman covid masih tinggi-tingginya. Dan kami tinggal agak sedikit di pelosok perbatasan kota.
Jadilah saya cuman bisa nangis setiap hari, dan si Kakak dong, masya Allaaaah tiba-tiba menjadi seorang anak yang luar biasa banget.
Dalam keterbatasannya, dialah yang mengambil alih semua kerjaan di rumah. Memandikan adiknya, nyebokin adiknya meskipun kudu berkali-kali dan lama, saking maminya nggak percaya takut nggak bersih *plak dah mami inih!.
Dia juga yang bolak balik ambilin makanan online yang saya pesan, masukin pakaian di dalam mesin cuci, meskipun semua warna tercampur baur, hahaha.
Dia yang cuci piring, meski piring jadi banyak yang retak dan pecah, intinya tiba-tiba aja si Kakak yang ketika itu masih SD mengambil alih semua pekerjaan yang biasa maminya lakukan.
Dan untungnya sih, ketika itu masih sekolah online, jadi nggak ada drama menyiapkan keperluan berangkat sekolah pagi.
Salah satu hal yang juga bikin saya merasa diberkahi Allah terus adalah, ketika itu saya pikir kena saraf terjepit kan ye. Banyak yang menyarankan untuk pijat lah, ke RS buat diperiksa bahkan katanya harus di operasi atau setidaknya ikut fisioterapi.
Tapi coba tebak, apa yang saya lakukan sampai bisa sembuh?
Kagak ada selain saya paksain untuk melakukan gerakan shalat dengan baik. Tiba-tiba aja berkurang nyerinya, lalu akhirnya sembuh setelah 10 harian kali ya nggak bisa beraktifitas normal.
Tentunya dengan bantuan beberapa yang saya beli online sih, juga vitamin dan pinggang dilapisi semacam korset yang ada lempengan besi dan bikin sensasi panas ketika mengenai kulit.
Sayangnya penyakit ini masih sering kambuh, bahkan sampai sekarang. Saya gendongin anak bentar misalnya, angkat benda berat, sampai tidur di kasur yang beda, dijamin langsung kambuh.
Tapi emang yang paling berat ketika covid melanda dulu, sampai saya benar-benar nggak bisa gerak sama sekali.
Yang lainnya, meskipun sakitnya minta amplop eh ampun, tapi saya masih bisa bergerak, karena udah bermodalkan si korset yang ada lempengan besinya itu.
Btw, yang sering sakit pinggang atau tulang, cobain deh korset itu, kalau sakit banget, bisa pasang dengan langsung mengenai kulit, itu panas buanget, tapi ngaruh banget meredakan sakit di tulang.
Hikmah lainnya daripada saya kena penyakit kek gitu, apalagi pas sakit harus berjuang sendiri, bikin saya jadi lebih rajin memaksa diri untuk hidup sehat.
Jadi ada rem jika pengen begadang mulu, biarpun saya begadang karena kerja. Jadi lebih semangat untuk maksain yoga meski cuman 15-30 menit 4-5 kali seminggu. Dan benar-benar menjaga diri agar tidak mengangkat yang berat-berat lagi.
Alhamdulillah, hingga saat ini sih semua masih terkendali, dan udah mulai terbiasa, meskipun sakitnya harus sendirian. Meskipun kadang jadi nangis karena mellow aja berasa single mom beneran, hahaha.
Tapi, seperti yang banyak orang bilang, dan lagu dari my favorite singer, Kelly Clarkson. Yaitu Stronger (What Doesn't Kill You). Yes, sesuatu yang berat tapi tidak membunuhmu, akan membuatmu lebih kuat.
Tips Melewati Tantangan Single Fighter Mom Pejuang LDM Ketika Sakit Ala MamiRey
Dalam hidup, kadang eh sering ding, hahaha, kita dihadapkan oleh kondisi yang tidak sesuai dengan harapan atau ekspektasi diri.
Kayak saya, yang rela pergi jauh dari keluarga, bergantung sepenuhnya kepada suami dan keluarganya. Mengabdikan diri kepada suami, eh nyatanya baru juga sakit gitu, si paksu malah lepas tangan, hehehe.
Marah? kesal? sejujurnya itu wajar, tapi enggak bakal menyelesaikan masalah. Menyerah? ah kayaknya itu bukan saya banget, apalagi di kondisi saya, menyerah itu berarti nambahin beban mama saya yang tinggal sendiri.
Jadi, apapun yang terjadi, semua keputusan yang udah saya ambil, harus saya hadapi sebagai bentuk tanggung jawab diri.
Termasuk tantangan sebagai dalam kondisi single fighter mom pejuang LDM, yang ketika sakit, bahkan sakitnya nggak bisa gerak, tapi berasa jadi single mom beneran yang ga ada suaminya, wakakakaka.
Saya jadi punya beberapa tips, yang mungkin bisa menginspirasi atau sebagai penyemangat bagi para pejuang LDM yang sakit tapi nggak ada bantuan dari suami.
Di antaranya:
1. Yakinlah, bahwa Allah tidak pernah menguji hamba-Nya di luar kemampuannya
Jangan khawatir dan overthinking berlebihan memikirkan, kalau sakit dan kita nggak ada siapa-siapa, tapi suami jauh, gimana nasib kita?
Apalagi sampai berpikir, ini anak-anak masih kecil, entar maminya sampai mati, mereka sama siapa cobak? nggak ada keluarga yang peduli, bapakeh malah blokir nomor WA, hahaha.
Itu yang saya pikirkan dulu dong, yang bikin penyakit saya makin parah.
Tapi kenyataannya, Allah memang nggak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan saya. Jadi, semua tantangan sakit itu melanda saya, nyatanya masih bisa dilewati dengan baik.
Dengan, dikasih anak yang peduli, anak-anak yang mau mandiri, anak-anak yang meski masih kecil tapi bisa diharapkan oleh maminya.
Jadi apapun jenis tantangan sakitnya, yakinlah semua itu masih bisa kita hadapi, yang penting tidak menyerah duluan.
2. Yakinlah, semua ujian datang bersama jalan keluarnya
Iya banget, semua ujian itu selalu datang bersama kunci jawabannya, lengkap dengan momen yang tepat. Kayak dulu saya sakit saraf terjepit, hanya bertiga di rumah, anak-anak masih kecil. Duit juga sungguh terbatas, paksu malah cuek.
You know? para teman-teman blogger se Indonesia sibuk mengumpulkan dana buat bantuin saya, nggak cuman satu komunitas atau orang aja, tapi banyak.
Ada yang sibuk ngumpulin uang, trus mereka nunjuk seseorang yang bertugas memesankan makanan selama seminggu atau 10 hari ya dulu. Jadi, saya nggak perlu bingung pesan makanan lagi, setiap siang dan malam selalu ada gofood yang anterin makanan, dipesanin teman-teman blogger.
Ada juga yang datang bawain sembako, yang kasih duit.
Ya Allaaaaahhhh, seketika saya malu banget sama Allah, karena udah ngamuk berprasangka buruk kepada-Nya, huhuhu. Ternyata Allah kasih saya keluarga lain yang peduli dari teman blogger dan medsos.
Selain itu, Allah ngasih ujian sakit itu, selalu pada momen yang tepat. Misal, iya sih saya single fighter mom pejuang LDM, nggak punya keluarga atau tetangga yang bisa saya mintain tolong sama sekali.
Tapi saya punya buanyaaaaakkkk teman medsos dan blogger yang amat sangat peduli dengan saya. Saya juga hidup di daerah yang sangat mudah mengakses apapun secara online.
Dan saya juga dikasih pengetahuan oleh Allah menjadi manusia yang enggak gaptek. Jadi, meski saya benci ke dokter, saya bisa gunakan aplikasi buat konsultasi dengan dokter, lalu pesan obat online deh.
Nggak ada yang anter ke dokter dan beliin obat? tenang! ada babang gojek yang anterin obat pesanan saya, hahaha.
See, semua tantangan sakit, udah lengkap sama kunci jawabannya, hahaha. Pokoknya saya cuman disuruh sabar dan tenang menjalaninya.
3. Daripada ngeluarin energi buat bersedih akan cueknya suami, mending pakai energi buat usaha sembuh
Saya nggak tahu kalau orang lain ya, kalau saya pribadi pas sakit tuh manja dan mellow-nya parah. Selain tingkat toleransi terhadap rasa sakit yang setipis tisue paling murmer, hahaha.
Jadi, ketika sakit dan suami cuek itu, masya Allaaaaahhh, mellow-nya bertambah berkali-kali lipat. Hal itu hanya bikin penyakit nggak sembuh-sembuh. Dan yang rugi ya saya sendiri.
Sampai akhirnya, setelah berkali-kali sakit dan dicuekin, akhirnya saya kuat dan udah tahu menghadapinya. Dicuekin, ya udah lah yaaahhh....
Masih ada anak-anak yang ada di samping saya, yang peduli sama saya. Mending saya tinggal tidur dan nonton pilem, biar cepat sembuh dan bisa beraktifitas dengan gembira bersama anak-anak lagi.
Kenyataannya, kalau berpikir kek gitu, bikin penyakit cepat kabur.
4. Yakinlah, anak-anak selalu mencintai dan peduli kepada ibunya
Jadi single fighter mom pejuang LDM, jauh dari paksu, nggak ada keluarga yang peduli?. Ye kan masih ada anak-anak.
Dalam pengalaman saya, segalak apapun mamaknya, anak-anak akan selalu mencintai ibu yang selalu ada buat mereka.
Begitulah, ketika sakit, ada anak-anak yang bisa diharapkan, mereka yang bakal pijetin maminya. Ambilin maminya minum dan segalanya.
Intinya, masih ada anak-anak yang mencintai dan peduli kepada maminya.
5. Yakinlah bahwa sakit adalah cara Allah mencintai hamba-Nya
Dan, last but not least adalah selalu meyakini, bahwa sakit adalah cara Allah mencintai hamba-Nya. Jadi kalau sakit, cepat-cepat deh lebih dekat ke Allah lagi, karena mungkin itu teguran buat kita yang mulai cuek sama Allah, padahal tiap hari mintanya buanyaaakkk banget sama Sang Pencipta kita.
Demikianlah parents, jadi single fighter mom pejuang LDM itu memang berat, apalagi ketika sedang sakit. Ada yang punya cerita sama? share yuk.
Surabaya, 02 Maret 2024
Sumber: opini dan pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey
MasyaAllah, keren banget. Kuat dan semangat ya mom, pejuang LDM.
ReplyDeleteSemangat selalu 😊
DeleteBig hug buat mba Reyne ... Semangat dan selalu kuat ya. Masyaallah.
ReplyDelete