Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Mengasuh 2 Anak Lelaki Sendirian : Menghadapi Pertengkaran Anak

Konten [Tampil]

menghadapi pertengkaran anak

Cerita mengasuh 2 anak lelaki berusia 13 tahun dan 6 tahun secara sendirian itu, luar biasa banget. Sebenarnya pengen banget saya bikinin blog khusus menceritakan hal ini. Atau disusun jadi sebuah buku.

Karena ceritanya sungguh... ah gimana ya menuliskannya, luar biasa banget aja deh, hahaha. Apalagi kalau menghadapi pertengkaran anak, uwoooowww syekaleeeehh, hahaha.

Khususnya di usia kayak mereka sekarang ya, Subhanallaaaaahhh... Sering saya tuliskan, seandainya kami tinggal dekat kandang singa, keknya mamak Leo bakalan insecure mendengar auman MamiRey, yang sering menggelagar, wakakakakak.

Mental saya, nggak usah ditanya lagi. Apalagi kalau pas dikejar deadline, lagi fokus nulis dan anak-anak jejeritan, saling gebuk.

Doohhhh, keknya mamak singa pun bakalan kabur liat saya, wakakkaka.

Meski demikian, Alhamdulillah sampai detik ini masih hidup normal, karena Allah ngasih titipan-Nya yang luar biasa ke saya itu, dengan paket lengkap.

Ada gregetannya, ada juga so sweet-nya. Di mana, anak-anak ini yang bikin saya nggak peduli kalau bapakeh juga nggak peduli sama saya. Karena ada 2 lelaki cilik yang memenuhi love languange saya, masya Allah tabarakallah.


Cerita Mengasuh 2 Anak Lelaki Beda 7 Tahun dan Menghadapi Pertengkaran Anak

Buat yang mungkin baru pertama membaca tulisan saya, akan saya ceritakan kembali deh kondisi diri kami.

FYI, sejak anak kedua lahir, ketika si Adik berusia 1 tahunan, bapakeh udah jarang ada di rumah. Entah kalau ada masalah dia kabur berhari-hari nggak pulang, sampai akhirnya dia harus beneran jauh karena kerja di luar kota.

Dari yang hanya bisa ketemu seminggu sekali, naik jadi 2 minggu sekali, lalu sebulan sekali, sekarang bahkan 3-4 bulan sekali, itupun kadang kalau dia pulang, cuman ketemu beberapa jam.

Sisanya tauk deh bapakeh itu ngeluyur ke mana, hahaha.

Bapakeh juga bukan tipe yang asyik buat ngobrol dengan anak. Jadinya ketika awal-awal LDM dia masih rajin VC anaknya, tapi mungkin karena membosankan, jadinya kalau VC, malah ditinggal mainan sama anaknya, hahaha.

Baik kakak maupun adik.

Sampai akhirnya, dia terbiasa nggak ada komunikasi dengan anaknya. Anaknya pun cuek abis wakakaka. Cuman mau hubungi bapakeh kalau minta uang, astagaaahh, wakkakakak.

Kenapa saya nggak mengajari anak dengan baik?. Moon maap, akoh sudah sibuk fokus ke diri sendiri aja, biar mental aman. Ya gimana maknya mau ngajarin anak agar sering berkomunikasi dengan bapakeh. Maknya aja jarang berkomunikasi dengan bapakeh.

Bahkan sering 2-3 bulan, ga pernah ada komunikasi sama sekali.

Dengan kondisi kayak gini, otomatis masalah anak wajib banget saya yang tangani. Bapakeh masih kebagian nanggung biaya anak sih, meskipun nggak semuanya. Tapi Alhamdulillah lah.

Hidup bertiga, sebenarnya saya nggak pernah terpisah secara fisik terlalu lama dengan anak, kecuali mereka sedang di sekolah. Tapi, ketika kami bareng-bareng, maminya juga seringnya fokus ke laptopnya.

Jadi, anak-anak bermain berdua aja.

Mereka jarang keluar, ada sih jadwal main ke luar, tapi kadang kalau mereka melanggar jadwal, hukumannya adalah mereka nggak boleh menikmati waktu main yang dipunyai.

Dan ini yang sering terjadi, lalu terpaksa mereka bermain berdua di samping meja maknya yang sedang mengetik, hehehe.

Kami juga tinggal di sebuah tempat yang kecil, yang cuman berukuran sekitar 36 - 40 m2 kayaknya, ada beberapa barang orang di dalamnya pulak. Yang sungguh menambah level stres saya naik, hahaha.

Gimana enggak, anak laki kan banyak tingkah ya, manjat-manjat lah, lempar sana sini lah. Atuh maaahhh, mamaknya ini stres, takut kena barangnya orang, trus rusak!.

Mamaknya ini rela kurang tidur demi konsisten cari duit buat kebutuhan mereka yang masih juga nggak terpenuhi semuanya. Lah masa iya kudu cari duit buat gantiin barang orang juga, hiks.

Bapakeh mah mana peduli hal demikian?.

Kebayang kan, mengurung anak lelaki usia 13 dan 6 tahun di ruangan yang kecil, paling banter ya saya kasih buku komik atau cerita yang banyak. Kalau ada duit, saya belikan di promo-promo buku, atau bisa juga pinjam di perpustakaan daerah di Surabaya. Makanya mereka jadi suka baca.

Kalau mereka baca, situasi rumah akan lebih terkendali, mereka bakal tenang, palingan si Adik yang membaca dengan suara, sambil jungkir balik. Kakinya di atas kursi, bukunya di lantai, wakakakkaak.

Tapi, kalau bukunya udah habis dibaca dan bosan dibaca berulang kali, mereka bakal kembali ke settingan awal. Main bareng, entah main mobil-mobilan sejenis Hot Wheels gitu, atau main monopoli.

pertengkaran 2 anak lelaki

Yang jadi masalah adalah, pasti diakhiri dengan jejeritan, lalu saling gebuk, hiks.

Masalahnya biasanya nggak jauh-jauh dari 2 hal:

  1. Kakaknya yang suka banget godain adiknya, terus adiknya balas dengan kasar, kakaknya nggak terima.
  2. Adiknya egois, kalau kalah dia marah, terus kakaknya nggak mau kalah, terus adiknya menggebuk kakaknya, terus kakaknya nggak terima dan balas gebuk, lalu mereka saling gebuk tanpa henti disertai jeritan adiknya.
Subhanallahhhh mamaknya! wakakakaka.

Kalau terjadi di saat maminya sedang nggak dikejar deadline sih, nggak masalah. Tapi, namanya anak-anak kan ye, apalagi sifat keduanya emang berpotensi bikin bertengkar.

Seperti, si kakak tuh emang dari dulu, hobiiii banget bercanda, bahkan saya bolak balik dapat teguran dari gurunya sejak SD dulu, gegara masalah bercanda ini.

Sementara adiknya, tipe yang kalau dipancing, dengan senang hati dia bakalan tangkap pancingan itu lalu bertingkah berkali-kali lipat.

Misal, kakaknya suka banget godain untuk hal-hal sepele.

Adik: Kak, bantuin sikat gigi dong!

Kakak (bercanda): Kan tadi udah.

Adik : Malam ini belum!

Kakak : Udah!

Adik : Belum!

Kakak : Udah!

Adik : (menjerit nangis, lalu mendekat untuk menggebuk kakaknya), BELUM!

Kakak : (balas gebuk sambil tertawa) Udah!

Mamaknya : (siap-siap mengaum!).

Wakakakakaka.

Itu belum termasuk ketika mereka kejar-kejaran sambil siram air, lempar ini itu. Masya Allah, di ruangan yang kecil, ada maminya lagi kerja di laptop, takut laptopnya kena air dan rusak lagi, huhuhu.


Cara Mengatasi Pertengkaran Anak Lelaki Beda 7 Tahun Ala MamiRey

Meski harus menghadapi masalah pertengkaran anak usia 13 dan 6 tahun sendirian, setiap harinya. Mana dihadapinya dengan harus fokus mengetik atau melakukan hal lain untuk cari uang pulak. 

cara menghadapi pertengkaran anak

Tapi saya selalu berusaha untuk bisa menerapkan beberapa step by step cara mengatasi pertengkaran kedua anak seperti ini: 


1. Mencoba untuk bersikap tenang

Sebisa mungkin bagi saya untuk mencoba bersikap tenang, ketika anak-anak mulai berantem. Bisa dengan cara istigfar dan menarik nafas yang panjang.

Kadang juga saya coba masuk ke kamar menenangkan diri, biar nggak emosi. Pokoknya berusaha menenangkan diri dulu, biar bisa menghadapi anak-anak dengan kepala dingin. 


2. Menanyakan masalahnya ke masing-masing anak secara lembut dan jelas.

Setelah sedikit tenang, saya tanya keduanya tapi masing-masing. Nanya masalahnya ke kakak dulu, abis itu ke adik.

Jika sudah tahu masalahnya, saya coba kasih pengertian ke keduanya. Misal, kalau kakak yang mulai duluan, saya jelasin itu risiko kalau godain adik duluan. Kalau dipukul ya jangan balas, kan kakak yang salah.

Jika adik yang salah, saya coba jelasin pakai bahasa yang dimengerti adik, kalau itu akibat memperlakukan kakak dengan tidak baik, jadinya nggak boleh marah atau nangis kalau dibalas.

Setelah itu saya peluk, keduanya dan suruh mereka minta maaf lalu main bareng lagi.


3. Kalau nggak berhenti, naikan volume suara

Apakah semua selesai? tidak selalu beibeh, hahaha.

Beberapa waktu kemudian, dijamin mulai lagi terdengar jejeritan dan suara tangisan. Kalau kayak gini, biasanya maminya mulai sulit sabar, dan memilih pakai cara berikutnya, yaitu menaikan volume suara.

KAKAAAAKKKK!!!

ADEEEEKKKKK!!!

Oh, tentu saja keduanya akan memberikan alasan sesuai POV mereka.

Adek duluan Mi!

Kakak duluan Mi!

Dan maminya udah nggak mau tahu lagi,

Mami nggak butuh alasan! mami butuh kalian nggak berantem dan nggak jejeritan, nggak pukul-pukulan, itu kena barang orang bisa rusak, dan mami harus kerja nggak bisa dengar kalian berisik mulu!


4. Kalau masih nggak mempan, ambil sapu, wkwkwkwkwk.

Apakah selesai sampai di situ? nggak selalu sih, biasanya masih lanjut, meskipun sambil bisik-bisik, tapi kedengaran tuh suara nangis bisik-bisik, suara gebukan.

Astagfirullah!

Kalau udah begini, biasanya maminya langsung berdiri nyari sapu lidi, dan dijamin keduanya langsung diam, wakakakakak.


5. Beri hukuman untuk keduanya

Meski mereka berhenti, bukan berarti maminya berhenti juga, karena yakin hal ini masih akan berlanjut. Karenanya, saya kasih hukuman untuk keduanya.

Hukumannya sederhana sih, cukup suruh mereka duduk diam di sudut, sampai mereka bisa tenang dan nggak berantem lagi.


6. Setelah tenang, dekati satu-satu anak, ajak ngobrol dengan baik, sounding, minta maaf dan peluk

Setelah lama diam di tempat, biasanya anak-anak lebih tenang, maminya juga ikutan tenang. Biasanya momen ini saya gunakan untuk mendekati keduanya, memeluk mereka satu-satu, sambil dijelasin, mengapa maminya marah.

Ke kakak, saya jelasin, bahwa wajar adiknya marah ketika digoda, karakter adiknya yang berusia 6 tahun memang gitu, nggak bisa digodain, pasti langsung main gebuk.

Saya ceritakan juga, ketika si Kakak usia se Adik dulu, di usianya 6 tahun juga sama. Banyak tingkah, hanya bedanya si Kakak dulu nggak punya sibling yang godain dia. 

Tidak lupa saya beri pengertian, mengapa maminya berharap kakak harus mengalah. Salah satunya, dengan menjelaskan karena perbedaan jarak usia mereka.

Anak-anak di usia 6 tahun kayak si Adik, masih sulit memahami pemikiran anak usia 13 tahun kayak si Kakak. biar lebih dimengerti, saya mencontohkan, bagaimana si Kakak dengan maminya.

Apakah kakak mau disamakan dengan mami?. Mami bisa cari uang, berarti kakak wajib bisa cari uang juga?. Apakah kakak mau diserahkan tanggung jawab mengurus dia dan adiknya layaknya maminya?.

Tentu nggak bisa kan?. Dengan demikian, saya berharap si Kakak mengerti, bahwa tiap manusia punya kewajiban dan pola pikir sesuai usianya.

Pola pikirnya, seharusnya lebih dewasa ketimbang adiknya, sama kayak maminya yang harus lebih bertanggung jawab ketimbang si Kakak.

Si Adik juga tetap dapat nasihat, yang disesuaikan dengan bahasa yang dia mengerti untuk anak usia 6 tahun. Dan jangan lupa, keduanya selalu mendapatkan pelukan serta kata maaf dari maminya yang sudah ngamuk kek singa lapar, hahaha.


7. Lakukan deep talk ulang setiap sebelum anak tidur

Kegiatan ngobrol, minta maaf dan pelukan ini, saya ulangi lagi ketika anak-anak mau tidur, jadi mereka bisa merasakan bahwa maminya secinta itu kepada mereka.

Dan tentunya saya selalu menjelaskan, bahwa kalaupun mami marah dan mengeluarkan kata yang menyakiti hatinya, bahkan memukul mereka dan menghukum mereka. 

Anak-anak harus tahu, kalau semua itu hanya karena mami marah. Sejujurnya, kasih sayang maminya ini tak bisa diukur dengan apapun.

Dengan demikian, saya berharap kalaupun anak-anak bisa terluka dengan sikap maminya yang kayak singa ini. Tapi setidaknya lukanya tidak terlalu parah, karena selalu disembuhkan dengan penjelasan, kata maaf dan pelukan setiap hari.


Note: mungkin akan ada yang bertanya atau sekadar membatin dalam hati ketika membaca ini, 

"Mengapa nggak dibiarkan anak sih anak-anak berantem, biar mereka belajar menyelesaikan masalahnya sendiri!"

Tentu tydac bisa parents, karena seperti yang saya jelasin, saya tinggal di rumah yang kecil, dan di dalam rumah ada beberapa barang mudah pecah milik orang lain, masa iya saya membiakan anak-anak berantem pukul-pukulan, lempar-lemparan. Bisa-bisa hancur se antero barang orang, ujungnya laptop saya juga kena batunya, hahahaha.


Kesimpulan dan Penutup

Mengasuh dua anak lelaki dengan perbedaan usia 7 tahun memang penuh tantangan, terutama saat menghadapi pertengkaran di antara mereka. Namun, ada beberapa cara yang bisa membantu mengatasi situasi ini:

  1. Bersikap Tenang: Tetap tenang saat pertengkaran terjadi. Ini membantu menghadapi situasi dengan kepala dingin.
  2. Menanyakan Masalah dengan Lembut: Tanyakan masalah ke masing-masing anak secara terpisah dan beri pengertian yang jelas.
  3. Menaikkan Volume Suara: Kadang perlu menaikkan suara untuk menghentikan pertengkaran.
  4. Mengambil Tindakan Tegas: Ambil tindakan tegas seperti mengambil sapu untuk menghentikan pertengkaran jika diperlukan.
  5. Memberi Hukuman: Berikan hukuman yang sederhana seperti duduk diam di sudut sampai tenang.
  6. Ajak Ngobrol dan Minta Maaf: Setelah tenang, dekati anak satu per satu, ajak ngobrol, minta maaf, dan peluk mereka.
  7. Deep Talk Sebelum Tidur: Lakukan percakapan mendalam setiap sebelum tidur untuk memperkuat hubungan dan memberikan pemahaman bahwa kasih sayang tetap ada meski terjadi pertengkaran.

Dengan pendekatan yang penuh pengertian dan kasih sayang, pertengkaran antara anak-anak bisa diatasi dengan lebih baik.


Surabaya, 18-07-2024

Parenting By Rey - Reyne Raea

Sumber: opini dan pengalaman pribadi

Gambar: Canva edit by Rey dan Dokpri

1 comment for "Cerita Mengasuh 2 Anak Lelaki Sendirian : Menghadapi Pertengkaran Anak"

  1. Ya ampuuuun kocak bayangin ibu singa sampe tersaingi kalo udh denger kamu mengaum Rey 😂😂😂😅.

    Tapi setujuuuu dengan cara2 yg dipakai👍. Mau emosi memang rasanya kalo anak berantem. Aku ga kebayang kalo 2-2 nya cowok. Anakku yg cowo cewe aja kalo dah berantem bikin aku sakit kepala krn kebanyakan teriak juga.

    Tapi membalas dengan emosi pastinya ga bagus buat perkembangan mereka. Jd aku pun bakal nenangin diri dulu, menjauh sebentar sebelum mulai interogasi😅

    Pd akhirnya nanti, apalagi kalo si adik udh gedean, pasti jadi lebih kalem, kalo pun bertengkar biasanya udh ga saling gebuk 😄

    ReplyDelete