Biarkan Anak Memilih Masa Depannya Sendiri Agar Hidup Tanpa Penyesalan
Saya sering melihat teman-teman yang hidupnya sebenarnya menyenangkan di mata saya, tapi entah mengapa mereka malah merasa hidupnya menyedihkan.
Ternyata setelah ngobrol lebih dekat, masalah mereka sama, yaitu tak pernah merasakan punya hak memilih dan menentukan masa depannya sendiri. Semuanya dipilihkan parents-nya.
Teman-Teman yang Merasa Hidupnya Tak Berarti
Nggak sedikit saya menemukan teman-teman, baik di media sosial, maupun yang bertemu secara langsung, di mana mereka tuh sebenarnya di mata saya terlihat baik-baik saja. Mereka punya karir yang lumayan, hidup yang lumayan, ya setidaknya kalau dibandingkan dengan saya (meskipun sebenarnya nggak bisa dijadikan acuan pembanding ya).
Bahkan secara material, mereka tergolong orang-orang yang beruntung, punya rumah, punya kendaraan, punya keluarga yang harmonis. Tapi entah mengapa mereka merasa hidupnya hampa.
Semuanya terjawab ketika saya berkesempatan ngobrol lebih dekat dengan mereka. Ternyata masalahnya yang paling menonjol adalah, karena mereka merasa hidup yang mereka jalani sekarang tidak sesuai dengan passion dan impian mereka.
Lebih menyedihkan buat mereka, karena hidup tersebut dipilihkan oleh parents-nya.
Beberapa di antara mereka, bahkan sejak kecil disetir oleh parents-nya. Dipilihkan harus sekolah di TK mana, SD mana, SMP mana hingga SMA mana.
Sedikitpun tidak pernah ditanya, apakah mereka menyukai sekolah itu?.
Yang lebih menyedihkan ketika hendak kuliah, lagi-lagi mereka harus nurut berkuliah di kampus dan jurusan yang dipilihkan untuk mereka. Alasannya, parents-nya lebih paham jurusan mana yang bagus dan menjanjikan di masa depan.
Bahkan setelah lulus pun, lagi-lagi dipilihkan tempat kerja, bahkan tak sedikit parents yang membantu anaknya agar bisa masuk ke kerjaan tersebut.
Termasuk urusan asmara, meski beberapa teman mengakui kalau mereka enggak dijodohkan, tapi tetap ada aturan-aturan dan batasan jodoh seperti apa yang harus mereka bawa pulang ke parents-nya.
Memang sih, ketika semuanya berjalan, seringnya lancar-lancar saja, minim tekanan dan ujian yang berarti, tapi entah mengapa kebanyakan merasa hidupnya bermasalah.
Berkaca Dari Pengalaman Pribadi, Jalan Hidup Keras, Tapi Tak Merasa Ada Penyesalan Mendalam
Berbeda dengan cerita teman-teman lainnya, saya yang bahkan hingga saat ini punya struggle mendalam akan berbagai hal yang complicated, tapi entah mengapa saya nggak merasa kalau ini adalah sebuah hal yang harus disesali.
Bahkan, ketika ditanya apakah ada hal yang akan saya ubah ketika dikasih kesempatan hidup dari awal?. Jawaban saya ketika sadar adalah, TIDAK!.
Pertama, saya yakin pilihan apapun yang dipilih, selalu ada konsekwensi yang mengikutinya. Yang kedua, apanya yang mau diganti, orang selama ini hidup yang saya jalanin ya merupakan pilihan sendiri, tanpa paksaan siapapun.
Jadi, selain rasanya lebih puas, pun juga sebagai konsekwensi tanggung jawab dari pilihan sendiri kan.
Bagi yang mungkin pernah baca sedikit kisah saya, sejatinya hidup saya bisa dibilang ngenes, jangankan pencapaian yang masuk kategori orang-orang katakan. Malah nasib saya ngenes dengan kondisi mental yang terobrak abrik.
Namun, sesusah apapun hidup saya, selalu ada waktu untuk bikin saya bersyukur, selalu nemu hal-hal yang bikin saya bahagia. Meski abis itu bertempur lagi dengan overthinking hingga stres.
Ini rasanya bertolak belakang banget dengan teman-teman yang hidupnya jauh lebih baik dan tenang. Yang bisa dibilang punya lebih banyak hal ketimbang saya.
Bukan hanya lebih bisa bersyukur dan tanpa penyesalan, saya juga bisa lebih mudah memaafkan orang tua yang mengasuh saya dengan meninggalkan luka batin ketika kecil dahulu.
Pengasuhan yang Keras Tapi Beruntung Dikasih Kebebasan Memilih Masa Depan Sendiri
Mengingat kembali masa kecil saya yang super keras, hidup dengan bapak yang terbilang super galak, keras dan temperamen.
Kehidupan saya pastinya menyisakan banyak trauma dan luka batin di masa kecil, dengan sikap bapak yang demikian.
Banyak aturan Bapak yang bikin saya muak, tapi tak berdaya bahkan merugikan saya di masa depan. Meskipun tetap ada sisi positifnya ya.
Misal, saya tak boleh keluar rumah selain untuk sekolah atau disuruh parents. Hal ini menjadikan saya sosok yang introvert dan cenderung anti sosial ketika dewasa.
Bapak juga mengharuskan saya juara kelas terus, yang jujur bikin saya merasa eneg dengan yang namanya sekolah apalagi persaingan untuk menjadi juara.
Tapi nyatanya, ketika saya beranjak dewasa, sikap bapak jauh lebih bijak. Beliau membolehkan saya untuk memilih mau bersekolah di mana.
Jadi, sejak masuk STM dan pilih jurusan Bangunan, hingga meneruskannya di teknik sipil, semua adalah pilihan saya sendiri, selain tante yang meminta saya masuk STM pada awalnya.
Ini sebenarnya receh, tapi ternyata nggak semua anak bisa merasakan hal ini, di mana memilih jurusan kuliah sebenarnya krusial karena anaklah yang bakal menjalaninya selama bertahun-tahun kuliah di jurusan tersebut.
Bukan hanya itu, dalam hal memilih jodohpun, bapak tak pernah memberikan batasan kepada saya, siapapun boleh saya pilih, nggak peduli orang dari suku atau negara mana, pendidikannya apa, kerjaannya apa, bahkan agamanya apapun, Bapak nggak mau mengaturnya.
Beliau benar-benar memberikan saya kebebasan penuh untuk memilih, dengan catatan saya hanya boleh pacaran dan mengenal lelaki ketika sudah kerja.
Pada kenyataannya saya memang mengingkari ketentuan bapak, tapi akhirnya bapak juga nggak mau ikut campur.
Jadi, karena itu juga kali ya, apapun yang saya alami sekarang, beribu ujian selalu menghadang, sedikitpun saya tak merasa hidup harus diulangin, atau hidup harus disesali.
Karena saya pikir, toh ini semua adalah pilihan saya secara sadar tanpa paksaan dari siapapun. Itulah mengapa, saya pikir masalah kebanyakan anak mudah zaman now yang merasa tidak bahagia akan hidupnya, karena dipilihkan dengan tegas oleh parents-nya.
Sehingga mereka selalu punya alasan untuk merasa tidak bahagia, untuk merasa punya kemungkinan lain jika mereka bisa memilih sendiri.
Dan dari pengalaman saya tersebut lah yang bikin diri sendiri berpikir, bahwa membiarkan anak memilih masa depannya sendiri, akan sangat membantu diri anak bisa hidup tanpa atau minim penyesalan.
How about you, parents.
Surabaya, 26-08-2024
Sumber: opini dan pengalaman pribadi
Gambar: canva edit by Rey
Post a Comment for "Biarkan Anak Memilih Masa Depannya Sendiri Agar Hidup Tanpa Penyesalan"
Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)