Begini Rasanya Mengasuh 2 Anak Lelaki Tanpa Kehadiran Ayahnya
"Parents, gimana rasanya menjadi ibu 2 anak lelaki?"
Barusan baca pertanyaan demikian di sebuah media sosial, yang secara tidak langsung memicu ingatan saya akan pengalaman diri yang udah 7 tahun menjadi ibu 2 anak.
Bukan hanya itu, selama itu pula, pengasuhan saya terhadap anak-anak, bisa dibilang sebagai single fighter mom, karena jarang banget ada keterlibatan ayahnya.
Jadi, membaca pertanyaan tersebut bikin saya ingin menjawab dengan versi panjang, di mana begini kira-kira rasanya mengasuh 2 anak lelaki tanpa kehadiran ayahnya.
Rasa Bahagia Mengasuh 2 Anak Lelaki Meski Tanpa Kehadiran Ayah
Pertama-tama saya ingin menggambarkan perasaan bahagianya aja dulu, biar semangat kan ye. Yang pasti, meski mengasuh 2 anak sendirian, bukan berarti nggak ada bahagianya loh.
Justru bahagianya lebih banyak dan terasa.
Rasa-rasa bahagia ini biasanya muncul pada beberapa momen, di antaranya:
1.Momen ketika hendak tidur
Salah satu momen yang paling membahagiakan buat saya sebagai ibu beranak dua adalah, ketika malam hari hendak tidur.
Kami tidur sekasur bertiga, dan ketika bisa tidur sambil memeluk anak-anak, itu nyaman banget rasanya. Bahagianya tak terkira.
Kebetulan juga, bahasa kasih ala saya tuh aslinya sentuhan, dan saya suka banget memeluk atau dipeluk anak-anak. Dan memeluk mereka ketika tidur tuh, masya Allah banget rasanya.
Seakan semua rasa lelah setelah seharian melakukan ini itu terbayarkan dengan sempurna.
2. Momen mengantar anak sekolah
Meski pagi hari di saat anak-anak hendak berangkat sekolah, tak jarang omelan saya berkumandang, hahaha. Tapi jujur momen mengantar keduanya dengan naik motor ke sekolah, merupakan momen yang membahagiakan buat saya.
Ini sekaligus menjadi penyemangat banget sih buat saya, karena sejujurnya saya merasa lelah banget bertahun-tahun struggling dengan menyiapkan anak-anak berangkat sekolah.
Kadang juga ketika malam hari saya kurang tidur karena banyak yang harus dikerjakan. Rasa-rasanya, pengen lagi tuh kembali tidur selepas shalat subuh. Dan sering juga merasa malas banget karena masih harus mengantar anak-anak.
Kenyataannya, setelah berada di atas motor, dengan anak-anak ada di boncengan depan dan belakang saya, rasanya tuh bahagiaaaa banget. Hati terasa tenang, karena anak-anak berada di dalam pengawasan saya langsung, masya Allah.
3. Momen ketika jalan-jalan bertiga
Jalan-jalan di sini biasanya adalah ketika kami berada di atas motor, bertiga.
Mungkin karena sudah terbentuk sejak dulu ketika belum menikah, kegiatan naik motor keliling Surabaya itu jadi hal yang hampir tiap hari saya dan si pacar lakukan.
Karena itulah, ketika akhirnya sekarang bisa keliling-keliling kota Surabaya naik motor bersama anak-anak, semacam me-recall hal bahagia di masa lampau, tapi porsi bahagianya lebih gede, karena bareng anak-anak.
4. Momen ketika bersantai bertiga
Sesekali, kalau saya udah merasa kelelahan dan ngantuk banget, saya memilih untuk hanya bersantai bersama anak-anak. Terutama ketika di waktu akhir pekan, biasanya anak-anak akan menikmati screen time-nya dengan menyalakan laptop lalu mengutak atik coding untuk anak dengan scratch.
Biasanya saya akan duduk di samping mereka, kadang juga tiduran sambil memperhatikan mereka sibuk utak atik laptop.
Momen seperti ini rasanya damaaaiii banget, nggak tahu kenapa ya, kalau anak-anak ada di samping saya, semua hal tentang mereka berada di dalam jangkauan saya, rasanya bahagia banget.
5. Momen ketika anak memperoleh pencapaian
Momen lainnya yang memicu rasa bahagia buat saya sebagai ibu dua anak lelaki adalah, ketika anak-anak memperoleh pencapaian apapun itu.
Si Adik nggak ngompol lagi, kalau tidur pasti bangun sendiri tengah malam buat pipis di toilet, misalnya. Duh ini momen yang terasa banget happy-nya, dan baru-baru ini saya rasakan.
Momen ketika anak-anak memperoleh nilai bagus, anak-anak sering shalat tepat waktu, murojaah tanpa disuruh. Bangun tidur tanpa dibangunin berulang kali.
Masya Allah banget tuh rasanya.
Sedih dan Lelah Mengasuh 2 Anak Lelaki
Meski banyak happy-nya, tapi juga tak berarti nggak ada sedihnya ya. Well, mungkin lebih tepatnya lelah sih. Di mana perasaan ini memicu rasa sedih juga ikutan muncul.
Suer banget loh, mengasuh dua anak seorang diri itu luar biasa lelah. Semua-semuanya dihadapi sendiri, diputuskan sendiri, diatur sendiri, dilakukan sendiri.
Momen di mana ketika pagi hari saat anak-anak hendak ke sekolah misalnya. Saya sering kali harus istigfar, bukan karena kesal dengan slow motion anak-anak di pagi hari. Tapi lebih ke arah capek banget ya Allah.
Setiap hari rasanya jumpalitan, bangun pagi tuh udah bergerak sana sini, menyiapkan apa yang harus anak-anak bawa ke sekolah. Untuk lainnya sebenarnya udah saya bebankan ke anak-anak, saya cuman bantuin mengecek apakah yang di bawah ke sekolah udah lengkap.
Tapi beberapa hal kayak bekal, air minum dan lainnya, seringnya saya yang siapin. Jadi, ketika pagi hari, baik mulut, tangan dan kaki semuanya bergerak.
Saya bakalan ke kamar membangunkan anak-anak dengan lembut, biasanya sih sampai 3 kali, saya segera ke dapur, takut ada yang gosong.
Jika beberapa menit nggak ada tanda-tanda kemunculan mereka, maka biasanya bakal dibangunin oleh suara maminya.
Kak, bangun!
Adek, bangun!
Kalau enggak digubris lagi, maka siap-siap mendengarkan sapaan maminya yang lebih kencang.
"KAKAAAKKK, BANGUN!"
"ADEKKKK, BANGUN!"
Biasanya, kalau udah dengar suara agak keras begini, maka segera mereka bangun sebelum kena omelan panjang dari ibunya.
Kadang saya iri dengan kehidupan orang-orang, di mana ketika pagi hari ibu menyiapkan bekal, ayah yang akan membangunkan anak-anak dengan penuh kesabaran.
Bukan hanya soal bangunin anak-anak disambi masak dan lainya, setelah itu saya harus benar-benar peduli apakah anak menghabiskan sarapannya dengan baik dan cepat, sehingga bisa berangkat tanpa telat.
Kadang juga ketika saya masih merasa ngantuk karena kurang tidur, saya akan berandai-andai, di mana andai bisa bekerja sama mengasuh anak. Ibu yang menyiapkan anak-anak berangkat sekolah, ayah yang akan siap mengantar mereka.
Atau ketika anak-anak punya masalah di sekolah, misal si Kakak yang kesal karena temannya mengajak dia untuk berbuat salah, tapi ditolak lalu akhirnya dia dikucilkan. Ketika si Kakak curhat ke maminya, saya sedih karena hanya bisa mengajarinya hal-hal yang biasa seorang perempuan lakukan.
Intinya, mengasuh 2 anak lelaki sendiri itu, sangat melelahkan.
Kurang tidur, kurang istrahat, harus tetap berdiri dan ke sana ke mari mengantar jemput anak-anak, tak peduli kondisi tubuh saya sedang fit atau sakit.
Ya karena semua harus dihadapi sendiri, jadinya ya apapun yang terjadi, saya wajib berdiri tegak untuk anak-anak, dengan anggapan, kalau bukan saya, siapa lagi?
Kesimpulan dan Penutup
Menjadi ibu bagi dua anak lelaki, terutama tanpa kehadiran ayah secara fisik, adalah pengalaman yang penuh dengan kebahagiaan dan tantangan. Meskipun lelah dan sering harus mengatasi segalanya sendiri, ada banyak momen indah yang membuat segala perjuangan terasa sepadan.
Dari momen tidur bersama, mengantar sekolah, hingga bersantai dan merayakan pencapaian anak-anak, semua itu memberikan kebahagiaan tersendiri.
Meskipun mengasuh dua anak lelaki tanpa banyak bantuan dari ayah mereka sangat melelahkan, cinta dan dedikasi seorang ibu selalu memberikan kekuatan untuk terus bertahan.
Sebagai single fighter mom, saya menyadari bahwa kebahagiaan itu datang dari hal-hal kecil yang dilakukan bersama anak-anak, meskipun tantangan tidak bisa dihindari.
Yang terpenting, saya selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi mereka, karena pada akhirnya, kebersamaan inilah yang memberikan makna sejati dalam hidup saya sebagai seorang ibu.
Surabaya, 03-10-2024
Sumber: Opini dan pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey
Post a Comment for "Begini Rasanya Mengasuh 2 Anak Lelaki Tanpa Kehadiran Ayahnya"
Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)