Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Belajar Cara Berhenti Berteriak Pada Anak Ala MamiRey

Konten [Tampil]

cara berhenti berteriak pada anak

Akhir-akhir ini saya sedang mempraktikan cara berhenti berteriak pada anak. Menurut saya ini penting, selain karena peduli pada kesehatan mental dan fisik diri sendiri, kesehatan mental anak, juga ketentraman hidup bertetangga.

Terlebih, kondisi kami akhir-akhir ini memang tidak kondusif. Anak-anak banyak terluka oleh sikap papinya, dan juga saya sebagai maminya pastinya.


Berteriak Pada Anak itu Tak Menghasilkan Solusi, Hanya Luka

Saya ingin banget bisa tampil sebagai ibu yang dewasa dan bisa diandalkan anak-anak, tak peduli sebagaimana sulitnya itu. Tak peduli meski hampir setiap saat saya mengeluh, 'nggak mampu, nggak mampu'. Plak deh si MamiRey ini, hehehe.

Selain itu, saya udah sering melihat bagaimana kondisi dan sikap anak-anak, ketika saya berteriak pada mereka, berbanding saya lebih lembut sama mereka.

Terutama untuk injury time bagi mostly para mom, yaitu di pagi hari ketika hendak berangkat sekolah. Hayuk deh kumpul, mana nih moms yang bisa selalu melewati pagi tanpa harus istigfar lalu akhirnya berteriak?.

Duh, sayapun masih selalu keceplosan, dan akhirnya harus mengulangi semua kebiasaan-kebiasan untuk berhenti berteriak tersebut.

Kenyataannya, pagi memang menjadi waktu yang sangat sering terjadi memicu emosi para moms. Menghadapi sikap rewel anak, sikap slow motion anak yang mengakibatkan mereka terlambat berangkat sekolah. Lalu kemudian maknya sebagai tukang antar jemput anak sekolah ini akan ngebut di jalanan, which is itu adalah hal yang bukan saya banget. 

berhenti berteriak pada anak

Karenanya, saya selalu sounding dan mengatur jadwal harian anak-anak agar keluar dari rumah secepatnya di pagi hari, untuk spend beberapa waktu agar di jalan nggak perlu ngebut biar nggak telat.

Sayangnya, praktiknya itu semudah itu beibeh!. Kalau si Kakak di usianya yang nyaris 14 tahun ini, udah bisa lebih mengerti untuk melawan kantuk dan sadar untuk segera mengunyah sarapannya (seringnya, momen sarapan ini yang luar biasa menguji kesabaran maminya).

Tapi si Adik, masya Allaaaahh!, udahnya dia memang lebih sensitif, nggak bisa dikerasin atau diajak ngobrol dengan suara atau nada yang lebih keras. Pun juga dia susah banget makan dengan cepat, apalagi kalau lagi ngantuk atau nggak nyaman, duh.

Ditambah si Kakak yang tumbuh dengan mendengarkan omelan maminya, lalu dia jadi ikut-ikutan ngomel juga, hiks. Yang ini seringnya berakhir dengan kekacauan, di mana si Adik nggak terima diomelin kakaknya, lalu mukul kakaknya, kakaknya balas, kebayang deh pagi saya seperti apa? hahaha/

Tapi, kalau semua kondisi itu saya hadapi dengan berteriak, yang ada si Adik akan semakin lelet karena mengutamakan nangisnya. Saya harus berteriak dengan lebih keras dan disertai ancaman dulu baru dia mau bergerak dengan tangisan kencang, astagfirullah.

Sebaliknya, ketika saya berhasil meredam emosi diri dulu, lalu menghadapi anak-anak dengan ketenangan. Palingan saya hanya perlu menyiapkan waktu 3-5 menit untuk menenangkan si Adik dengan cara memeluknya, lalu dia akan lebih tenang dan bergerak lebih cepat dan happy.    

See, sebenarnya berteriak pada anak itu bukan solusi, hanya meninggalkan luka dan kebencian di hati anak semata. Belum lagi risiko anak mencontoh bagaimana maminya mengontrol dan memanajemen emosinya.

Salah satunya, si kakak tuh yang mulai belajar suka ngomel sama adiknya, ya Allah jadi malu banget, berasa melihat diri sendiri yang terefleksi di anak, hiks.

Hal-hal seperti ini yang bikin saya tergerak untuk lebih semangat berbenah diri, memang berat sih. Eh nggak berat sih, tapi beraaaaat buanget!. Tapi, dengan niat aja udah cukup memberikan suntikan semangat untuk lebih baik. Apalagi kalau ditambah komitmen dan sikap nyata untuk itu.

   

Cara Berhenti Berteriak Pada Anak Ala MamiRey

Nah, serasa semesta mengamini niat saya ingin menjadi pribadi yang lebih baik, terutama untuk anak-anak. Beberapa waktu lalu, saya kan mampir di perpustakaan daerah Jatim di Surabaya, pas banget saya menemukan buku parenting karya Dr. Laura Markham.

Well, aslinya saya pun tak kenal siapa itu Dr. Laura sebelumnya. Tapi, ketika membuka bukunya yang berjudul 'Super Parent Panduan Parent-nial Mengasuh Anak di Era Digital', lalu membaca daftar isinya.

Langsung suka, karena buku ini termasuk buku yang lengkap untuk dibaca para parents.

Banyak hal yang dibahas, salah satunya tentang mempersiapkan diri menjadi parents dengan pribadi yang teratur atau lebih baik dan siap.

Nah, di salah satu bab-nya, membahas bagaimana cara mengatasi salah satu masalah emosi ibu, yaitu suka berteriak pada anak. 

Langsung semangat juga dong saya untuk memgikuti beberapa tipsnya, di antaranya: 


1. Niat dan komitmen pada diri sendiri

Ini memang hal yang paling penting dan utama untuk semua hal. Mau ngapain juga harus banget dimulai dengan niat kuat dari diri sendiri. Bahkan liat aja deh, sebagai muslim kita shalat dimulai dengan niat, bahkan shalat tidak sah tanpa niat.

Niat ini akan lebih lengkap jika dibarengi dengan komitmen.

Emang apa bedanya niat dengan komitmen, MamiRey?

Kalau menurut saya, niat adalah tergeraknya hati untuk melakukan sesuatu, sedangkan komitmen adalah tidakan perjanjian dalam diri seseorang untuk mewujudkan niat tersebut.

Nah, saya berniat untuk berhenti berteriak pada anak, dan sebagai komitmennya, saya akan menulis di sebuah notes dan ditempelkan di tempat yang mudah terbaca. Di mana dalam notes tersebut, bertuliskan kalimat perjanjian ke diri sendiri, misal,

"Saya akan berbicara dengan lembut ke anak-anak"

"Saya akan berbicara dengan mindful ke anak-anak"

Dengan tulisan seperti ini, kita bisa diingatkan selalu akan niat dan komitmen kuat yang sedang dijalankan.  


2. Ajak anak membantu proses belajar lebih tenang

Untuk memudahkan proses menjalankan niat dan komitmen tersebut, akan lebih membantu jika mengajak anak-anak turut serta.

Bukan hanya meminta mereka untuk lebih kooperatif, tapi juga meminta mereka untuk mengingatkan niat dan komitmen kita.

Jika perlu, kita bisa membuat sebuah bagan stiker harian, yang mana di akhir hari atau malam hari, kita bisa meminta anak-anak untuk menilai sikap kita hari itu.

tips berhenti berteriak pada anak

Apakah menurut mereka kita sebagai parents berhasil mendapatkan stiker yang menunjukan bahwa kita bisa tampil lebih baik hari ini. Untuk ini, pastikan anak-anak berani menilai dengan jujur, sebagai evaluasi maupun penyemangat buat parents.

 

3. Selalu ingat untuk berhenti, menjauh dan tarik nafas ketika akan berteriak

Iya, saya mengerti banget sebagai seorang mom, apalagi dengan kondisi khusus sebagai single fighter mom, bahwa menahan diri untuk tidak berteriak dengan sikap anak-anak yang aduhai itu, masya Allah susahnya!.

Tapi, ada sedikit tips yang bisa kita lakukan khususnya ketika emosi mulai menguasai kita, dan bersiap untuk melontarkan teriakan ke anak-anak.

Caranya adalah dengan selalu ingat untuk berhenti sejenak dari kegiatan yang sedang kita lakukan. Lalu segeralah menjauh, dan cobalah menarik nafas panjang berulang kali sambil memproses tubuh melepas emosi yang mulai berkuasa. 


4. Menyadari sepenuhnya bahwa ibu adalah orang dewasa yang dicontoh

Ini penting untuk kita sadari sebagai parents, bahwa kadang kita lupa, segimanapun anak-anak, parents tetaplah yang jadi orang dewasa yang akan dicontoh oleh anak-anak.

Karenanya se-gimanapun emosi di diri kita menguasai, jangan lupakan bahwa semua tindak tanduk kita akan ditiru oleh anak, karena anak mencontoh parents-nya sebagai orang dewasa. 

Jika kita ingin anak tumbuh jadi pribadi yang pandai memanajemen emosinya, maka wajib bagi kita untuk mencontohkan kepada anak, bagaimana menjadi pribadi seperti itu. 


5. Jangan menyerah untuk mengulanginya

Tapi, memang sih menahan emosi yang membuncah di dada lalu keluar dalam bentuk teriakan pada anak itu nggak mudah, susaaaahhh banget.

Seringnya udah berusaha mati-matian menerapkan beberapa cara yang dipelajarinya, ujungnya kalah juga, emosi tetap menguasai diri dan keluarlah sikap berteriak pada anak.

Jika memang mengalami hal ini, terimalah dengan damai, maafkan diri sendiri yang belum berhasil menerapkan hal yang kita niatkan dengan komitmen yang kuat tersebut. Lalu jangan lupa untuk segera mengulang kembali apa yang kita usahakan tersebut, yaitu belajar cara berhenti berteriak pada anak. 


Kesimpulan dan Penutup

Berteriak pada anak memang tidak menghasilkan solusi, justru hanya menimbulkan luka emosional pada anak dan memperburuk hubungan. Sebagai parents, penting untuk belajar mengendalikan emosi dan menghadapi anak dengan penuh ketenangan. 

Saya telah mempraktikkan cara berhenti berteriak pada anak, dan meskipun terasa sulit, usaha ini sangat layak untuk dijalani demi kesehatan mental anak-anak dan ketentraman diri sendiri.

Dalam perjalanan ini, yang terpenting adalah niat dan komitmen yang kuat, serta kesadaran bahwa sebagai parents, kita adalah contoh bagi anak-anak. Mereka belajar dari sikap dan perilaku kita, termasuk bagaimana kita mengelola emosi. 

Dengan konsistensi, pengendalian diri, dan upaya terus-menerus, berhenti berteriak pada anak bukanlah hal yang mustahil. Meski penuh tantangan, setiap langkah kecil dalam mengatasi kebiasaan berteriak akan membawa kita lebih dekat menjadi parents yang lebih baik dan penuh kasih.

Menghentikan kebiasaan berteriak bukan hanya tentang mengubah perilaku, tetapi juga membangun hubungan yang lebih hangat dan harmonis dengan anak-anak. Tetap semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri, karena anak-anak kita layak mendapatkan versi terbaik dari kita sebagai parents.


Surabaya, 18-10-2024

Sumber: 

  • Opini dan pengalaman pribadi
  • Buku Super Parent, Panduan Parent-nial Mengasuh Anak di Era Digital by Laura Markham, PhD
  • https://lifestyle.kompas.com/read/2020/02/05/111612620/5-cara-berhenti-berteriak-pada-anak diakses 18-10-2014

Post a Comment for "Belajar Cara Berhenti Berteriak Pada Anak Ala MamiRey"