Istri Belum Urus Cerai Juga Ada Untungnya Kok!
Salah satu hal di diri saya yang mungkin bikin banyak orang gemas tak terkira, sekaligus saya juga sih ikutan gemas kepada teman-teman saya itu. Yaitu karena saya belum juga mengurus surat cerai sampai hari ini.
Nggak cuman teman-teman dekat, teman medsos, teman manapun. Bahkan pihak UPTD PPA Surabaya yang sudah mendampingi saya selama beberapa bulan terakhir ini sejak ditelantarkan oleh bapakeh anak-anak, keknya ikut gemas dengan saya.
Padahal ya, disadari atau enggak oleh teman-teman, saya pun gemas sama kegemasan mereka, hahaha.
I mean, saya juga belum cerai karena ada alasannya kok, bukan karena bucin seperti yang mereka pikirkan.
Jujur juga nih ya, saya sedang berusaha memahami alasan orang-orang yang selalu mengaitkan bucin atau budak eh atau buta cinta ya, dengan para istri yang belum mengurus cerai meskipun pernikahannya udah sekarat.
Padahal, pegimana bisa temans saya menganggap saya bucin, sementara saya udah merasa tersiksa banget saat ketemu bapakeh anak-anak sejak 6 atau 7 tahun lalu ya.
Iya, aselih ilfil banget!
Sejak pertama kali bapakeh berperilaku terbalik dengan lelaki yang saya butuhkan sebagai suami, suka kabur sesuka hatinya, merokok dan mulut serta badannya bau rokok, jujur ilfil bahkan jijay.
Masalah besarnya adalah, saya tuh kalau udah ilfil sama orang, sulit banget memaksa hati untuk bisa ada rasa lagi, even diapain lagi.
Sama kayak saya nggak pernah bisa menumbuhkan rasa untuk beberapa teman lelaki yang dulu benar-benar tulus suka sama saya, tapi sayanya nggak suka.
Seperti itulah rasanya, perasaan saya terhadap bapakeh anak-anak. Saya bisa bertahan nggak bergidik aja, hanya demi berusaha memberikan orang tua lengkap buat anak-anak. Tapi sejujurnya, saya senang kalau kami berjauhan, yang penting dia bertanggung jawab dengan kewajibannya aja dah, udah.
Lalu, dengan semua perasaan saya seperti itu, dan banyak teman yang mengatakan saya nggak mau cerai karena bucin, rasanya geli tapi super risih banget.
Alasan Belum Mengurus Cerai
Saya tuh udah sering menjelaskan ke teman-teman, mengapa sih saya belum mengurus surat cerai sampai saat ini?, karena:
1. Belum ada duitnya
Perasaan saya tuh udah bolak balik pamer di medsos, how bokek i am, hahaha.
Iyaaaa, saat ini tuh yang ada di pikiran saya, bagaimana bisa mengamankan uang jutaan buat bayar kontrakan bulanan yang menampung saya dan anak-anak tanpa kehujanan di luar.
Sambil berusaha agar tetap bisa makan, bisa beli kebutuhan hidup lainnya.
Terus, pegimana bisa saya memakai uang yang penting untuk bertahan hidup itu, demi membayar biaya pengurusan cerai di pengadilan agama?.
Saya sudah tanya sana sini, biaya cerai itu sekitar 2 jutaan, belum termasuk biaya lainnya, transport, copy, legalisir dan lainnya.
Dan jangan lupa, ketika wara wiri urus ini, berarti saya bakal fokus ke hal ini, dan tentu saja sulit fokus ke hal mencari uang, padahal ini super penting.
Jadi, mengapa belum urus cerai? ya belom ada duitnya, beibeh!.
Coba gituuuuu, kalau ada yang gemes saya belum urus cerai, mbok ya sini temanin saya urusnya, bayarin juga biayanya, kan lebih bermanfaat ketimbang cuman gemes aja pada saya *plak, makin keenakan si MamiRey ini, hehehe **bercandya!.
2. Belum ada urgensinya
Alasan kedua adalah, belum ada urgensi atau hal baik yang mendesak dengan masalah cerai ini. Jangan lupa, saya tuh single fighter mom loh, nggak punya keluarga sama sekali yang bisa diandalkan di Surabaya ini.
Saya jelaskan lagi untuk kesekian kali kondisi si MamiRey ini yang sebenarnya ngenes banget.
- Nggak punya rumah, hanya bisa ngontrak bulanan yang harganya lumayan mahal juga.
- Nggak punya penghasilan cukup dan tetap.
- Nggak punya keluarga atau orang yang bisa bantuin, sekadar jagain anak, titip antar jemput anak, pokoknya sebatang kara deh.
- Sudah bertahun-tahun jarang ketemu bapakeh anak-anak, selain dia kerja di luar kota, ketika dia jadi pengangguran kayak sekarang pun, dia malas untuk datang menemui anak-anaknya, mungkin malas aja kalau disuruh bangun subuh buat shalat sama anak-anaknya, hehehe .
Dengan kondisi seperti itu, emang urgensinya harus cepat-cepat punya surat cerai itu, apa?.
Justru saya memikirkan, banyak temans yang mengharapkan saya cepat cerai, agar bisa mendapatkan ganti suami baru.
Astagaahhhh, mohon maaf nih, tapi pengalaman hidup saya mengatakan, bahwa satu-satunya orang yang bisa kita andalkan dalam hidup ini ya diri sendiri. Jadi, ketika kita punya masalah dengan pasangan, terus berpikir ganti suami adalah jalan keluarnya, mohon maaf nih, itu sama aja dengan ganti masalah, hahaha.
Buat saya, ikhtiar terbaik untuk bahagia adalah menjadikan diri lebih berdaya, dan jika memang Allah masih mentakdirkan saya punya jodoh yang lain, insya Allah itu adalah bonus-Nya, bukan karena saya ingin menggantungkan kebutuhan hidup diri dan anak-anak saya di suami baru itu.
Mungkin ada yang bilang, banyak kok yang menikah lagi dan ternyata suaminya jauh lebih baik. Iyaaa... sama juga banyak yang menikah lagi lalu mengulang kesalahan yang lebih parah.
Intinnya, bukan alergi sama menikah lagi ya, tapi buat saya kalau menganggap menikah lagi adalah jalan keluar dari masalah keuangan dan lainnya, saya pikir itu adalah hal yang kocak.
3. Bercerai atau tidak, juga nggak ada bedanya
Alasan lainnya adalah, karena mau cerai atau enggak pun, kondisi saya tuh nggak beda. Ye kan, nggak pernah ketemu juga, saya juga nggak ada rencana mau menikah dengan laki-laki lain.
Jadi sebenarnya saya nggak rugi juga meskipun masih sah menjadi istri di mata hukum Indonesia, meskipun di mata agama, saya mungkin udah masuk kategori janda, hahaha.
Iya, demi Allah saya nggak rela dia tidak memberikan uang untuk anak-anaknya dan melempar tanggung jawabnya ke saya. Dan saya rasa dengan ketidak relaan saya seperti ini, seharusnya dalam agama kami sudah nggak sah lagi sebagai suami istri.
Bercerai ataupun enggak, kondisi saya sama aja, nggak ada bedanya.
4. Kalau udah cerai, bisa jadi anak-anak semakin susah menuntut hak mereka kepada bapakeh
Dan yang paling penting adalah, dengan kondisi seperti ini, saya masih punya kekuatan lebih untuk memperjuangkan hak anak-anak dari ayahnya.
Saya bisa menuntut dia dengan pasal penelantaran keluarga, ataupun KDRT psikis seperti yang sedang saya lakukan saat ini.
Ketika sudah bercerai, akan lebih sulit bagi anak-anak menuntut haknya kepada ayahnya. Mengapa? karena hukum di Indonesia masih sangat lemah melindungi anak dan perempuan.
Ada kondisi tertentu yang membuat banyak laki-laki zaman now, pengecutnya naudzubillah. Yaitu, mereka hanya diwajibkan menafkahi keluarga kalau mampu.
Kalau tidak mampu, akan sulit menuntutnya.
Watdeeeffff banget kannn?.
Trus apa hubungannya dengan cerai enggaknya, Rey?.
Gini, bayangkan kalau saya udah nikah, bapakeh yang pengecut itu mungkin akan secepatnya cari istri lagi, punya anak lagi, trus dia beralasan nggak mampu biayain anak-anaknya dengan saya, dengan alasan karena dia juga harus biayain anaknya dengan istri barunya.
Dan itu sah di mata hukum!.
Kalau dia masih terikat pernikahan dengan saya, kalaupun dia memaksakan diri buat menikah, ya boleh-boleh saja, akan tetapi status pernikahannya tentu saja tidak sah di mata negara. Jadi anak-anak masih bisa menuntut dia untuk ingat kewajibannya.
Kenapa nggak direlakan aja sih Rey?.
Iya, direlakan biar semakin banyak laki-laki pengecut di dunia ini kah?
Jangan lupa, anak-anak si pengecut itu juga laki-laki, saya nggak mau anak-anak saya terinspirasi dengan bapakeh yang pengecut, lalu mengulang kisah yang sama ke anak-anaknya kelak.
Karena sesungguhnya si bapakeh ini juga dulunya baik, tapi dia punya saudara yang menelantarkan anak istrinya begitu saja dan sampai sekarang tetap santai hidupnya. Dekat pulak dengan bapakeh itu. Bisa jadi dia terinspirasi dari saudaranya sehingga dengan mudahnya menelantarkan anak-anaknya.
Istri Belum Urus Cerai Juga Ada Untungnya Kok!
Tapi kan Rey, kasian dirimu dong kalau mempertahankan pernikahan yang toksik gitu!?.
Eittsss, sekali lagi saya tekankan, saya nggak mempertahankan ya, hanya saja belum mengurus surat cerai, kalau ada yang mau bantu bayar dan uruskan sih, saya akan sangat berterima kasih *eh, hehehe.
Nggak juga kok, menurut pengalaman saya, ada sisi untungnya juga ketika saya belum buru-buru memaksakan diri urus surat cerai, yaitu:
1. Haknya sebagai istri dilindungi negara
Meski kami udah pisah lama, tapi status saya masih sah secara hukum, jadi saya pun masih bisa menuntut secara hukum untuk hak saya.
Kalau udah cerai?. Ya wassalam deh. Palingan cuman sakit hati liat anak-anak sedih bapakeh sibuk memanjakan anak barunya lagi.
Saya tak bisa lagi minta bantuan UPTD PPA untuk memperjuangkan hak saya sebagai perempuan. Orang udah nggak ada lagi hukum yang mengikat.
2. Bisa menuntut suami dengan pasal penelantaran keluarga atau KDRT
Karena masih terdaftar sah di mata hukum, karenanya saya bisa banget melaporkan tindakan pengecutnya dengan beberapa pasal dalam UU PKDRT yang melindungi hak-hak saya sebagai istri. Di antaranya ada pasal penelantaran keluarga dan KDRT.
Kalau udah cerai, ya nggak bisa lagi lah.
Apa manfaatnya Rey? orang hukumannya maupun dendanya kecil?.
Nggak apa-apa, setidaknya ada shock terapy tersendiri buat laki-laki yang pengecut.
3. Bisa membantu anak menuntut hak mereka pada ayahnya
Kalau saya bisa menuntut hak sebagai istri dengan beberapa pasal dalam UU PKDRT, tentunya hal ini sangat membantu anak mendapatkan haknya sebagai anak.
Kekuatan hukumnya lebih kuat, bukan hanya hak sebagai anak, tapi hak sebagai kesatuan keluarga. Kalau perlu, sampai anak-anak dewasa pun mungkin bisa punya kesempatan menuntut hak mereka yang diabaikan ayahnya ketika mereka masih kecil *eh jahatnya ya saya, tapi biarin, laki-laki pengecut jangan dikasih hati, biar anaknya nggak niru perbuatan pengecut itu.
4. Ayah anak-anak tidak bisa menikah lalu makin melupakan kewajibannya pada anaknya
Dan yang paling penting adalah, kalau belum bercerai, si lelaki pengecut itu nggak bisa menikah lagi dengan resmi lalu melupakan kewajibannya kepada anak-anaknya.
Ada hukum yang melindungi hak anak yang lebih kuat, karena masih berada di satu rumah tangga.
Kesimpulan dan Penutup
Memilih untuk tidak segera mengurus surat cerai bukan berarti tindakan pasrah atau tidak berdaya. Keputusan ini adalah hasil pertimbangan matang berdasarkan kondisi nyata yang dihadapi, termasuk keterbatasan finansial, ketidakadaan urgensi hukum yang mendesak, serta alasan perlindungan hukum bagi anak-anak.
Meski menghadapi stigma dan berbagai opini dari lingkungan sekitar, saya tetap memegang prinsip bahwa kebahagiaan sejati berasal dari kemandirian dan kemampuan menghadapi hidup dengan tegar, bukan dari menggantungkan nasib kepada orang lain.
Setiap pilihan hidup memiliki konsekuensinya masing-masing, dan keputusan tentang kapan waktu yang tepat untuk mengurus perceraian adalah bagian dari perjalanan pribadi yang penuh makna.
Memahami kondisi diri, memprioritaskan kebutuhan anak-anak, serta menjaga ketenangan hati adalah bentuk kekuatan sejati seorang single fighter mom. Pada akhirnya, terlepas dari status hukum, keberdayaan diri dan kasih sayang tulus terhadap anak-anak adalah pondasi yang tak ternilai dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan.
Surabaya, 07-01-2025
Post a Comment for "Istri Belum Urus Cerai Juga Ada Untungnya Kok!"
Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)