Darrell Say, Panti Jompo? Itu Kan Kayak Panti Asuhan!
Malam ini saya iseng nanya si Kakak, lantaran abis liat beberapa konten tentang orang tua egois ketika tua diurus anaknya.
"Kak, kalau mami udah tua, tinggal di panti jompo aja kah?"
"Ya enggaklah, itu kan kayak panti asuhan!", jawab si Kakak.
Awww.... meleleh dengarnya, mengamini yang panjang dalam hati, meskipun sebenarnya saya pun mungkin tak masalah jika memang harus menua di mana saja. Tapi emang sih, rasanya selalu pengen dekat anak-anak, setidaknya ini yang saya rasakan sekarang, semoga nanti bisa lebih bijak.
Anyway, selamat tahun baru 2025 ya parents, semoga di tahun ini kita bisa menjadi parents yang jauh lebih baik, lebih sabar, lebih mindfull, lebih gentle, demi anak-anak tercinta, demi mental yang lebih sehat juga, aamiin.
Di tahun 2025 ini, insya Allah pengasuhan saya kepada anak-anak mungkin akan sedikit berbeda, jadi baik saya maupun anak-anak sedang bersiap untuk melangkah ke kehidupan yang sedikit berbeda dan memerlukan banyak adaptasi lagi.
Tapi tak mengapa, insya Allah semua itu demi kebaikan saya dan anak-anak juga.
Oke, balik lagi ke cerita si Kakak dan maminya, yang ngobrolin tentang panti jompo.
Dari percakapan iseng tersebut saya jadi menyimpulkan beberapa hal di antaranya:
1. Anak-anak meniru apa yang parents-nya lakukan
Si kakak langsung terang-terangan menolak tentang panti jompo ketika pertama kali saya nyelutuk tentang itu, mungkin karena di pikirannya, maminya aja nggak pernah ninggalin mereka ke panti asuhan. Meskipun anak-anak tahu persis apa yang sedang dihadapi maminya selama ini nggak main-main beratnya.
Meskipun anak-anak juga tahu kalau mereka seringnya menjadi sebuah tantangan luar biasa buat maminya dalam berjuang mencari duit.
Sebagai single fighter mom selama bertahun-tahun, dan meningkat kadar single-nya di akhir-akhir ini, tentunya bikin anak-anak mengerti banget bagaimana perjuangan maminya dalam mengasuh mereka.
Nyatanya, seberat apapun itu, bahkan ide atau saran beberapa orang agar saya menitipkan anak-anak di pesantren gratis aja, saya nggak lakukan.
Bukan mengatakan bahwa pesantren itu nggak baik ya, tapi niat meninggalkan anak-anak di pesantren itu yang mungkin tidak bisa lebih smooth menggugah pengertian anak.
Mungkin karena ketegaran saya berjuang tetap di samping anak-anak, biar kata emang jatuh bangun mulu sampai nggak karuan, yang bikin si Kakak meniru bahwa 'no matter what, kita harus selalu bersama'.
Sehingga ketika saya membicarakan tentang panti jompo, dia menolak karena menurutnya panti jompo itu seperti panti asuhan, tempat untuk menitipkan anak-anak ketika ortu nggak sanggup mengasuh dan membesarkan anak-anaknya.
2. Cinta itu diperjuangkan, termasuk cinta anak ke parents-nya
Anak-anak menghormati dan mencintai parents sebenarnya bukanlah sebuah tuntutan, tapi harusnya kewajiban ya. Tapi tidak dipungkiri, ternyata semua cinta itu butuh diperjuangkan.
Bahkan cinta Allah ke hamba-Nya, meski Allah Maha Pengasih, tapi kalau kitanya ndablek mulu, dijamin kita bakal jauh dari-Nya.
Apalagi cinta antara anak dan parents.
Karenanya, jangan heran kalau liat zaman sekarang tuh banyak banget parents yang udah tua tapi ditelantarkan begitu saja di jalanan. Masih mending mah dibawa ke panti jompo, yang ada mah ditinggalkan gitu saja di jalanan.
Ada loh, beberapa waktu lalu saya liat di konten media sosial, di mana ada seorang kakek yang katanya lagi stroke, tapi dibuang gitu aja di pinggir jalan.
Entah beneran dibuang, atau memang si kakek itu nggak punya keluarga sama sekali ya.
Ketika melihat konten itu, saya penasaran dengan kolom komentarnya, dan benar saja. Kolom komentarnya penuh dengan hujatan netizen kepada anak-anak si kakek.
Sementara saya kok diam-diam memaklumi jika si Kakek beneran dibuang di jalanan. Ya pegimana nggak maklum kan, saya mengalami sebagai seorang ibu yang ngenes karena anak-anak ditelantarkan papinya gitu saja soalnya.
Si bapakeh anak-anak, dengan santainya memblokir komunikasi dengan saya maupun anak-anaknya, dan ketika ditanya, dia sama sekali nggak merasa bersalah.
Alasannya, dia sudah pernah nafkahin anak-anaknya, jadi kalau sekarang nggak nafkahi, ya nggak masalah.
Duh gemes banget pengen bangunin maknya dari kuburan, mau nanya pegimana sih dia ngajarin anaknya dulu, sampai jadi manusia nggak punya malu dan nggak punya harga diri begitu?.
Astagfirullahal adzim, maapkeun jadi kebawa perasaan kesalnya lagi, hehehe.
Nah, balik lagi ke masalah cinta. Meski sekarang kehidupan saya memang terbilang sangat berat, tapi tetap bersama anak-anak. Bahkan meski tiap hari ngomel karena anak-anak kok bagaikan ekor saya, tapi tetep aja mau ke manaaaa aja, kami selalu bertiga, wakakakaka.
Boncengan bertiga, ke pasar, ke sekolah, anterin mereka les sambil ngomel karena bete di jalanan mulu sayanya, hahaha.
Ternyata, hal-hal seperti ini juga menggugah cinta di hati anak, bikin anak-anak tetap mengerti dan merasakan cinta ibunya, meski penuh omelan, hahaha.
Cinta seperti ini memang lumayan berat dilakukan, meski terlihat so sweet banget sih karena ke mana-mana bareng anak-anak terus. Tapi percayalah, saya nyaris gila rasanya ketempelan anak-anak 24 jam tanpa henti, hahahaha.
Ternyata, tantangan yang berat tersebut, bayarannya juga luar biasa, saya bisa dengan mudah mendapatkan cinta anak-anak.
3. Menua dengan bijak adalah wajib buat parents
Meski merasa so sweet banget punya anak yang seolah nggak mau pisah sama maminya, tapi saya menyadari sepenuhnya. Ketika anak-anak dewasa dan punya keluarga sendiri, akan lebih baik jika mereka bisa punya kemandirian untuk menjalani hidup dengan keluarganya sendiri.
Karenanya, penting bagi saya untuk bisa lebih bijak merelakan anak untuk memilih dan menjalani hidupnya nanti. Dengan cara memberikan pengertian ke anak-anak, bahwa mereka tentu saja adalah anak shalih yang mencintai maminya, tapi ketika sudah berkeluarga nanti, keluarga adalah prioritas utama buat mereka.
Ini yang sering dilupakan parents zaman dulu kayaknya, eh mungkin juga zaman now ya.
Banyak yang lupa mengajarkan hal ini, sehingga kita bisa melihat betapa banyak rumah tangga kandas karena masalah ini. Bahkan pernah liat konten viral di medsos, di mana beberapa laki dewasa ditanya,
"Mana yang diutamakan duluan, ibu atau istri?"
Banyak yang menjawab ibu.
Alasannya karena ibu tetaplah ibu, sementara istri bisa jadi mantan, istri adalah orang lain.
Padahal, iya sih istri adalah orang lain, bisa juga jadi mantan, tapi terlebih kalau udah punya anak, istri adalah dunia terpenting buat anak-anaknya kan?.
Itulah mengapa, tugas kita sebagai parents terlebih sebagai seorang ibu, untuk menanamkan pesan kepada anak lelaki sejak kecil, bahwa istrinya kelak adalah juga sama pentingnya seperti ibunya. Dan mengutamakan istri di saat harus memilih, adalah yang utama.
Untuk bisa mengajarkan hal ini, dibutuhkan parents yang mampu berpikir bijak, menua dengan bijak. Agar anak tidak salah langkah, di mana karena kita ingin anak mencintai kita, ibunya, sampai anak lupa bahwa ketika menikah, istrinya menjadi tanggung jawabnya yang harus diutamakan.
Iya nggak?
Semua wanita pasti setuju nih, kecuali ibu mertua yang egois, atau ibu mertua yang punya menantu ngenes, hahaha.
Semoga nanti kita dikaruniai menantu yang shalihah, aamiin.
Demikianlah pemikiran saya yang tercipta dari obrolan iseng saya dengan si Kakak, ketika menanyakan tentang panti jompo, dan ternyata menurut kakak, panti jompo itu kayak panti asuhan.
Surabaya, 02-01-2025
Beberapa orang tua ada yang tidak ingin merepotkan anak"nya sehingga memilih ke panti jompo. Katanya di sana mereka bisa bersosialisasi dengan sesama manula
ReplyDeleteIyaaaa, biasanya kalau masih sehat, trus ada dana, banyak yang memutuskan ke panti jompo
Delete